Categories:

Ditulis oleh  : Aldo Arifka dan Muhammad Hanif Maruf

Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang dapat mempengaruhi perkembangan individu. Hal ini menjadi sangat penting untuk memahami dan mengeksplorasi psikologi keluarga agar dapat membangun hubungan keluarga yang sehat dan harmonis. Psikologi keluarga membahas tentang interaksi antara anggota keluarga, peran, dan fungsi dari setiap individu di dalam keluarga.

Setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsi masing-masing yang berbeda. Seperti misalnya, seorang ayah memainkan peran sebagai pemimpin keluarga dan seorang ibu sebagai pengasuh anak. Anak-anak juga memiliki peran dan fungsi masing-masing sebagai anggota keluarga.

Peran dan fungsi keluarga menjadi penting untuk menentukan keseimbangan dalam keluarga dan memastikan bahwa setiap anggota keluarga merasa dihargai dan memiliki tujuan hidup yang jelas. Keluarga yang sehat dan harmonis biasanya memiliki peran dan fungsi yang jelas dan dipahami oleh semua

Betapa tenteramnya memiliki keluarga yang suportif, menerima apa adanya, dan selalu jadi tempat pulang yang aman. Anak-anak akan bahagia di dalamnya dan tumbuh menjadi anak yang percaya diri kelak. Sementara, orang dewasa di dalam hubungan tersebut, yakni orang tua dapat memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. Sungguh ideal sekali gambaran tersebut. 

Akan tetapi, semua itu tak akan terwujud apabila ada hal-hal yang tidak sehat di dalam keluarga Anda.  Julie L. Hall, penulis buku The Narcissist in Your Life: Understanding and Recovering from Narcistic Families and Relationship, mengatakan bahwa keluarga yang tidak sehat akan mengalami kegagalan fungsi untuk menjamin kebahagiaan seluruh anggotanya. Ia menyebutkan ciri dari keluarga tersebut:

1. Tak Ada “Diterima Apa Adanya”

Keluarga yang tak sehat tanpa disadari menerapkan penerimaan bersyarat bagi seluruh anggota keluarga. Seluruh anggota keluarga harus mematuhi sistem nilai dan narasi keluarga. Misal, anak-anak akan diperlakukan dengan baik bila mendapat peringkat 3 besar di kelasnya.

2. Ada yang Paling Dominan

Kita memang mengenal konsep kepala keluarga, akan tetapi pada pelaksanaannya, keluarga yang sehat adalah keluarga demokratis yang memberikan kesempatan kepada seluruh anggota keluarganya berpendapat dan mengambil keputusan dengan pertimbangan masing-masing. Hal ini tidak bisa ditemui di keluarga yang tidak sehat. Di sana, setiap orang harus tunduk pada orang yang paling dominan, sekalipun itu bertentangan dengan pendapat dan penilaiannya.

3. Sering Menyalahkan

Di dalam keluarga yang tak sehat, harus selalu ada seseorang yang disalahkan ketika masalah buruk terjadi. Misal, uang belanja yang habis sebelum akhir bulan, segelas susu yang tumpah, genteng rumah yang bocor, atau anak yang sakit.

“Biasanya ada kambing hitam keluarga yang dibuat untuk menanggung beban utama dari masalah keluarga,” ujar Julie memberi gambaran. Keluarga yang tidak sehat tidak bisa segera beralih untuk mencari solusi dan justru terjebak pada menyalahkan dan menyudutkan salah satu anggota keluarganya bertubi-tubi.

4. Menuntut Kesempurnaan

Karena keluarga ini tak memiliki penerimaan tanpa syarat seperti yang sudah disebutkan di poin 1, maka mereka selalu menuntut kesempurnaan. Ketidakmampuan bukannya didukung, akan tetapi malah dianggap sebagai kelemahan di keluarga ini. Dan, Anda bisa dipermalukan karena kelemahan ini.

5. Selalu Dihadapkan pada Pilihan

Dalam keluarga yang tidak sehat, semua orang sering dihadapkan pada pilihan yang sulit. “Anak-anak sering merasa terpaksa memilih antara orang tua, saudara kandung, dan anggota keluarga lainnya,” ujar Julie memberi contoh. Seolah-olah memilih dianggap sebagai pembelaan, sehingga di dalam keluarga akan sering mengalami perpecahan akibat pilihan-pilihan ini.

6. Pelit Penghargaan

Keluarga yang tidak sehat sangat pelit terhadap penghargaan bagi seluruh anggota keluarganya. Mereka hanya memberi penghargaan terhadap ‘anak emas’ yang disukai dan dianggap berhasil memenuhi standar keluarga.

7. Perasaan Dianggap Tidak Penting

Perasaan negatif terhadap standar keluarga, apakah itu kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan tidak dianggap penting dan harus dipangkas dalam keluarga ini. Hanya orang yang paling dominan seperti yang disebut di poin 2 lah yang bebas mengekspresikan perasaanya.

8. Bersaing Satu Sama Lain

Keluarga adalah tempat kita saling bekerja sama. Akan tetapi, tidak di keluarga yang tidak sehat. Mereka menciptakan rumah dengan iklim yang kompetitif dengan membandingkan satu sama lain. Ini tentu bisa merusak kepercayaan diri dan melahirkan permusuhan di dalam keluarga.

Kata Sakinah berasal dari kata sakana yang berarti diam, atau tenang setelah terguncang dan sibuk. Demikian Dr. Hj. Riadi Jannah Siregar, M.A menjelaskan arti kata sakinah dalam buku berjudul, Pernikahan Sakinah Mencegah Perceraian.

Sementara menurut Al-Jurjani, salah seorang ahli bahasa, sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak terduga. Dari dua arti di atas disebutkan bahwa maksud dari keluarga Sakinah adalah keluarga yang tenang, tentram, penuh kebahagiaan, dan sejahtera baik secara lahir atau batin, serta tidak gentar ketika menghadapi ujian yang ada dalam rumah tangga.

Hal ini juga tercantum dalam firman Allah QS Ar-Rum ayat 21:

وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Untuk membangun keluarga yang sakinah dalam buku karya Asman, M.Ag, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan, diantaranya yaitu:

1. Memiliki niat yang dalam membina rumah tangga yang baik

2. Memegang prinsip pernikahan

3. Menjalankan hak dan kewajiban dari setiap pasangan

4. Selalu mengingatkan untuk beribadah kepada Allah

5. Menjadikan tempat tinggal yang nyaman, tentram, dan harmonis

Adapun ciri dari keluarga sakinah, menurut buku Dr. Hj. Riadi, adalah seperti yang tercantum dalam QS Ar-Rum ayat 21. Dalam ayat tersebut tersirat penjelasan mengenai tanda keluarga Sakinah, yaitu diantaranya taat beragama, memiliki akhlak yang baik dan terpuji, serta harmonis dalam kehidupan keluarga dan juga dalam kehidupan bermasyarakat.

Melansir buku Dr. Hj. Riadi juga, berikut ini adalah beberapa strategi yang dilakukan untuk membangun keluarga sakinah, yaitu:

1. Menanamkan nilai-nilai akidah dalam keluarga, agar senantiasa taat dalam memahami agama.

2. Memberikan contoh tentang akhlak yang terpuji, khususnya dari orang tua ke anak-anak mereka. Bagi keluarga sakinah, akhlak terpuji ini merupakan dasar penting untuk menjadi

contoh bagi keluarga yang lain.

3. Memberikan kesadaran mengenai kedudukan, hak, dan kewajiban, bagi suami dan istri. Hal ini agar pasangan suami istri mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik dan adil.

4. Menanamkan keharmonisan dalam hubungan suami istri, agar mereka senantiasa hidup rukun dan mesra.

5. Menanamkan pola hidup hemat dan sederhana, dengan membuat perencanaan penggunaan uang yang teratur.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *