“BUKU INI BERUSAHA MENGGALI EPISTEMOLOGI NUSANTARA SEKALIGUS MENGEMBANGKAN HISTORIOGRAFI PESANTREN.”
Bagaimana memahami alur pemikiran, pondasi pengetahuan dan historiografi pesantren? Abdul Mun’im DZ menulis refleksi mendalam tentang bagaimana membangun pengetahuan dan mengembangkan historiografi Nusantara.
Melalui buku “Fragmen Sejarah NU”, Mun’im mengembangan ‘le petit histoire’ (sejarah kecil) pesantren yang disambungkan dengan peta besar dunia, dalam level nasional dan internasional.
Buku ini berusaha menggali epistemologi Nusantara sekaligus mengembangkan historiografi pesantren. Dalam buku ini, Abdul Mun’im DZ menjelaskan bahwa wajah pesantren dan Nahdlatul Ulama dalam buku-buku akademik, cenderung mengalami peyorasi dan marginalisasi gagasan. Hal ini, karena tidak adanya pemahaman komprehensif degan dimensi-dimensi kehidupan warga Nahdliyyin, dari sosiologis-antropologis hingga spiritualitasnya.
Di sisi lain, ada warisan pemikiran dan sarjana-sarjana kolonial yang menempatkan pesantren dan jaringan kunci penggerak Nahdliyyin di lorong sepi sejarah serta pemikiran sosial. Warisan pemikiran yang khas kolonial ini, tidak memberi ruang bagi pemikiran, kekayaan budaya dan peran penting pejuang dari pesantren dalam proses panjang “menjadi Indonesia”.
Dalam buku ini, Mun’im juga menjelaskan ada dua proses pencarian ilmu, yang selama ini menjadi kekayaan peradaban Nusantara. Yakni, rihlah (lelono broto, perjalanan ilmiah) dan uzlah (topo broto). Perjalanan panjang untuk memahami dunia dengan segenap pengalaman, kemudian dikoneksikan dengan renungan dalam pertapaan untuk mengheningkan diri dan pikiran (hal. 17-18).
Gagasan yang tumbuh dalam ruang hening, merupakan kristalisasi ide untuk memahami sesuatu yang berkecamuk dalam dunia luar, yang diperas selama perjalanan. Untuk itu, banyak kiai pesantren yang sering melakukan perjalanan panjang untuk silaturahmi, sekaligus melakukan renungan dalam kesunyian untuk mengendapkan pengalaman. Dari proses inilah, gagasan khas para begawan Nusantara mengalir.
Sejarah kecil gagasan besar
Kisah-kisah yang ditampilkan dalam buku ini sangat menarik. Bahkan, ada beberapa yang merupakan kisah istimewa, karena belum pernah dipublikasikan dalam buku ataupun media massa. Kisah-kisah rahasia itu, hasil wawancara pribadi maupun perbincangan penulis dengan warga Nahdliyyin selama perjalanan.
Kisah-kisah tentang tokoh NU yang menjadi kunci dalam beberapa kebijakan strategis negara, jarang terdengar dalam perbincangan publik. Peran tokoh NU di lingkaran intelijen juga menjadi penting dipahami.
Misalkan, sebuah kisah tentang bagaimana Gus Dur berdialog dengan Ali Moertopo, Ketua Operasi Khusus (Opsus) yang kemudian menjadi Ketua Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN). Ketika itu, Gus Dur baru pulang dari belajar di Mesir, Irak dan perjalanan berkeliling Eropa. Kedatangan Gus Dur berhasil menggebrak jagad intelektual Indonesia, dengan argumentasi yang jernih dan cemerlang.
Ketika Gus Dur mulai menuliskan pemikirannya, banyak tokoh yang merasa putra Kiai Wahid Hasyim ini akan menjadi intelektual cemerlang. Ali Moertopo, sebagai petinggi intelijen tertarik dengan sosok Gus Dur. Ia mengundang Gus Dur dalam diskusi terbatas di bawah koordinasi BAKIN.
Menghadapi Ali Moertopo, Gus Dur mampu berdebat dan melempar argumentasi secara tajam, jernih serta tidak mudah dipatahkan. Singkatnya, Gus Dur berhasil membuat Ali Moertopo simpatik dengan pikiran jernihnya. Dari jaringan intelijen, Gus Dur berkenalan dengan Benny Moerdani dan orang-orang penting dalam jajaran intelijen negara (hal. 211-213).
Bagaimana dengan sosok Subhan ZE? Dalam buku ini, disebutkan bagaimana Subhan merupakan kader muda Nahdliyyin yang matang dalam peta politik. Manuver-manuver Subhan ZE sangat penting untuk memahami bagaimana warga NU bersikap, terutama dalam konstelasi politik level nasional dan internasional.
“Saat itu para kader NU selalu mendapatkan informasi tentang perkembangan politik, sehingga tahu peta politik nasional, sehingga mereka cerdik dalam politik. Nasehat itu menjadi pegangan aktifis NU dalam mengantisipasi perkembangan politik nasional pada awal Orde Baru, ” tulis Mun’im (hal. 192). Kisah-kisah penting yang jarang terdengar serta analisis jernih tentang manuver tokoh NU dalam pendulum sejarah bangsa sangat penting disimak.
Buku ini menjadi catatan sekaligus renungan berharga, bagaimana membangun pohon pengetahuan yang berakar dari pemikiran Nusantara, dengan ragam tradisi, pembelajaran dan khazanah sejarahnya.
Data Buku :
Judul: Fragmen Sejarah NU: Menyambung Akar Budaya Nusantara
Penulis: Abdul Mun’im DZ
Penerbit: Pustaka Compass
Cetakan: Januari 2017
Tebal: xxii+413 hal
ISBN: 978-602-60537-2-5
Peresensi: Munawir Aziz, Wakil Sekretaris LTN Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
sumber :nu.or.id
13 Responses