Setelah era Syekh Muhammad Arsyad al Banjari dan Syekh Abdussamad al Palimbani estafet keulamaan selanjutnya dilanjutkan oleh ulama bertuah yaitu Syekh Nawawi al Bantani yang hidup dalam rentang 1813-1897. Syekh Nawawi Al Bantani merupakan ulama nusantara yang paling banyak karyanya dicetak di Timur Tengah. Ada yang menyebut karya Syekh Nawawi sampai 114 judul baik yang berjilid jilid tebal maupun yang hanya satu jilid. Karya karya beliau ditulis dalam bahasa arab dan hampir mencakup seluruh cabang keilmuan Islam seperti dalam bidang Tafsir, Fikih, Tauhid, Tasauf, Gramatika Arab, Sirah Nabawiyah dan lain lain. Bahkan salah satu karya Tafsirnya Kitab Marahun Labid atau dikenal dengan Tafsir Munir(berbeda dengan karya Syekh Wahbah Zuhaili) setelah beliau tulis, kemudian dikaji oleh ulama ulama dari Mesir yang kemudian menggelar Syekh Nawawi al Bantani sebagai Sayyid ‘Ulama Hijaz seperti yang tertulis di beberapa cetakan yang tersebar.
Karya lainnya dari Syekh Nawawi yang dijadikan rujukan di Pesantren pesantren Di Jawa adalah Kitab Nihayatuzzain fi Irsyadil Mubtadi’in yang merupakan kitab fikih sebagai ulasan terhadap kitab Qurratul ‘Ain karya Syekh Zainuddin al Malibari dari Malabar India yang juga pengarang Kitab Fathul Mu’in yang dikenal dengan Syarahan dalam Hasyiah I’anah Thalibin karya Syekh Sayyid Bakri Syatta (1844-1892) guru utama dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.
Karya lainnya dari Syekh Nawawi al Bantani ialah kitab Tijan Darari yang merupakan ulasan tuntas untuk karya Syeikhul Islam Ibrahim al Bajuri dalam bidang Tauhid. Hampir seluruh penerbit menulis Syekh Nawawi ketika mencetak karya ini dengan ‘Imam al Mudaqqiq’ sebuah gelar yang janggal disematkan untuk ulama kurun terakhir namun itulah apresiasi yang ditulis oleh para ulama untuk menghargai kiprah seorang Syekh Nawawi Banten.
Selain Syekh Nawawi al Bantani, pada kurun 1800 masehi, hidup pula Syekhuna Kholil Bangkalan yang merupakan Syekhul Masyayikh untuk seluruh Ulama di Jawa, bahkan Hadhratussyaikh Hasyim Asy’ari dan Kiyai A. Wahab Chasbullah, Kiyai Bisri Sansuri pendiri Nahdhatul ‘ulama adalah murid muridnya. Banyak penulis yang telah menulis tentang Syeikhuna Cholil Bangkalan ini. Ulama lainnya yang hidup pada era Syekh Nawawi Banten adalah Syekh Ahmad Khatib Sambas yang merupakan Mursyid Kamil Mukammil untuk Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, dan beliau yang menyatukan kedua tarekat tersebut yang dilanjutkan oleh murid muridnya syekh Tholhah hingga ke jalur yang masyhur jalurnya Syekh Ahmad Shohibul Wafa’ dikenal dengan Abah Anom dari Suryalaya Jawa Barat.
Syekh Ahmad Khatib Sambas juga guru besar di Mesjidil Haram pada masanya, dan juga guru langsung dari Syekh Nawawi al Bantani walaupun untuk kemursyidan diserahkan kepada Syekh Abdul Karim Banten yang juga seorang pejuang kemerdekaan. Ulama lainnya yang hidup semasa Syekh Nawawi adalah Syekh Saleh Darat dari semarang yang banyak menulis dalam bahasa Jawa. Beliau juga guru langsung dari Kiyai Hasyim Asy’ari dan Kiyai Ahmad Dahlan sebelum keduanya belajar di Mekkah Al Mukarramah.
No responses yet