Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan menganalisis dengan melakukan eksplorasi mendalam atas berbagai literatur yang selaras dengan topik terkini, diantaranya yakni terkait wabah covid-19. Berangkat dari persoalan moral kemanusiaan yang tercipta dari respon manusia atas wabah covid-19 dewasa kini, sehingga membentuk kepanikan dan ketakutan.

Eksistensi virus ini memberikan efek buruk pada individu. Terkhusus dalam pola fikir dan moral. Krisis kemanusiaan telah menjadi fakta yang benar-benar terjadi dilapangan, banyak berbagai kaum miskin yang kelaparan, kriminalitas, dan tentunya terkait covid-19 yakni penolakan jenazah juga hubungannya dengan nalar kritis keberagamaan seorang manusia dan hamba.

Persoalan moral dalam Islam dibincangkan dalam ilmu tasawuf. Salah satu tokoh yang populer dalam dunia sufistik ialah al-Ghazali. Konsep dan ajarannya serat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.( Adapun yang manjadi baru dalam kajian ini yakni menggunakan refleki kritis sebagai responden wabah covid-19 dengan menggunakan konsep makrifat dan ajaran tasawuf al-Ghazali, artinya dalam kajian ini penulis menggunakan pemikirannya al-Ghazali dalam menjawabi wabah covid-19.

Wabah corona merupakan penyakit yang serius dan global. Sehingga, perlu senjata untuk menghadapinya. Permasalahan corona bukan saja dibincangkan oleh kalangan elit, melainkan semua lini masyarakat ikut serta. Dalam persoalan ini, al-Ghazali dengan konsep makrifatnya membagi manusia ke dalam 3 golongan yakni awam, khusus dan puncak.

Pembagian manusia dalam konsep makrifatnya ini tidak terlepas dari bapak makrifat dalam dunia sufistik yakni Dzunnun al-Misri. Golongan awam ialah golongan yang memahami sesuatu dari satu sudut pandang, golongan khusus itu memahami sesuatu berdasarkan kelogisan dan golongan puncak ialah golongan yang memahami sesuatu dengan hati sanubari atau dalam pembagian al-Ghazali lebih dikenal dengan pakar debat.

Wabah covid-19 dengan segala informasi negatif dan keganasannya akan dipahami oleh golongan awam sebagai sesuatu yang serius dan tidak boleh dipermainkan, sehingga mereka harus menjaga dirinya sendiri agar tidak terkena dan dalam situasi bahaya. Dalam hal demikian, golongan awam juga menolak atas apapun yang berhubungan dengan covid-19, sehingga mereka selalu menjaga diri dan benar-benar mengubah pola hidup mereka secara drastis.

Begitupun sebaliknya, bagi golongan awam yang menganggap bahwa covid-19 ini sama dengan penyakit-penyakit yang ada, mereka akan mengacuhkan dengan alasan bahwa Tuhanlah yang mampu mematikan. Istilah lain dari golongan awam model seperti ini dikenal dengan fatalistik bertauhid.

Golongan awam model kedua cenderung lebih tidak mempedulikan seganas apapun penyakitnya, mereka akan tetap beraktifitas seperti biasanya. Sehingga, tidak ada upaya untuk memikirkan orang lain ataupun bahayanya covid ini untuk dirinya dan orang lain. Dalam istilah al-Ghazali golongan awam ini cenderung lebih tawakkal dan menjaga diri sekaligus fakir (butuh bantuan).

Adapun golongan yang memikirkan orang lain juga memikirkan dirinya. Diantaranya ialah para para influencer dan lain sebagainya yang peduli akan korban covid-19. Mereka yang berada dalam golongan ini merupakan golongan khusus. Hal ini disebabkan, karena beberapa hal diantaranya, mereka sadar dengan pengetahuannya bahwa virus ini sangat bahaya sehingga harus benar-benar hati-hati, di lain sisi mereka juga sadar mereka hidup di dalam masyarakat yang di dalamnya ditinggali oleh berbagai macam kalangan. Sehingga, apapun yang terjadi mereka harus ikut andil dalam upaya membantu korban covid-19 yang membutuhkan.

Mereka yang berada di dalam golongan ini ialah yang selalu berpikir logis, optimis dan teliti yang tentunya dibersamai dengan ilmu yang mumpuni. Sehingga, mereka bisa menempatkan dirinya dalam situasi covid-19 bahkan menjadi agen pembantu yang menawarkan edukasi gratis, penyalur makanan gratis, dan pembantu korban-korban yang terus bertambah.

Sedangkan dalam golongan puncak berisi para donatur yang membantu korban covid-19 dan para petugas medis. Hal ini dilandaskan pada pemahaman mereka akn covid-19 sebagai sebuah bencana kemanusiaan, dan banyak korban yang berjatuhan juga banyak perusahaan yang tutup, sehingga banyak pengangguran yang tidak berpenghasilan, bahkan sebagian ada beberapa yang kelaparan.

Dilain sisi banyak korban yang terus bertambah, artinya peluang untuk terkena semakin tinggi. Namun, meskipun demikian parahnya dan terus saja bertambah. Mereka yang berada di golongan ini menghadirkan sebuah nurani dari hati sanubarinya untuk mendonasikan sebagian hartanya juga mendonasikan waktu istirahatnya. Golongan puncak merupakan golongan yang diisi oleh mereka yang memahami covid dengan hati sanubari.

Selain itu, dari ajaran al-Ghazali seorang manusia yang tengah berada dalam wabah yang pandemik secara global, sudah seharusnya bertaubat dan meninggalkan segala perbuatan keji yang berdosa. Karena dampak dari covid-19 menyebabkan sebagian pemerintah menganjurkan untuk tetap di rumah sampai batas waktu yang belum ditentukan. Bukan itu saja, dari hal ini juga manusia seharusnya bersabar akan berbagai problem yang hadir sebagai dampak dari virus corona.

Bukan itu saja, hadirnya virus corona mengajarkan manusia harus memikirkan kembali tentang perihal keduniawian. Sehingga, mau tidak mau manusia harus mempertimbangakan segala halnya, termasuk mencari hikmah di balik semua yang terjadi. Adapun gambarannya yakni meningkatnya ketakutan akan Tuhan dan butuh akan Tuhan. Selain itu juga, secara tidak langsung manusia juga diajarkan untuk zuhud, yakni meninggalkan perkara dunia yang di dalamnya berisi duri yang dapat membuatnya menyesal dikemudian hari lalu hanya menuju pada Allah.

Upaya-upaya yang dilakukan manusia juga menurut al-Ghazali merupakan bentuk aplikasi dari pengetahuan dan keilmuan mereka. Untuk itu, maka sudah sepatutnya manusa mengenal Tuhannya sehingga mereka dapat selalu dalam keadaan bersyukur dan mengingat Tuhannya dengan tujuan agar selalu dekat dan di dekati oleh Tuhannya. Karena kepanikan dan ketakutan yang membekas merupakan bentuk kejauhan makhluk dari Tuhannya. Sehingga, bagi al-Ghazali manusia sudah sepatutnya mempertimbangkan segala hal terutama dengan ilmu dan pengetahuan untuk mencari hakekat kebenaran.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *