Kadang orang yang super sibuk, walau duit banyak, iri sama orang yang bisa ngopa-ngopi bebas. Orang yang ngopa-ngopi bebas pun punya iri sama yang sibuk, karena terlihat nganggur.

Orang yang hidup lempeng, semua tersedia, bosen dan pingin ngrasain hidup jungkir balik. Yang hidup jungkir balik juga bosen jungkir balik terus, pingin hidup lempeng.

Pas jomblo, nangis2 pingin nikah. Udah dikasi istri, eh suka godain tetangga. Pas nganggur, nangis2 minta kerjaan. Udah dikasi kerjaan, eh sering gabut mbolos.

Dari sini bisa diambil kesimpulan, manusia itu pada dasarnya gak pernah puas pada hidupnya. Ada aja persoalan dunia yang dikejar gak capek-capek. Rasanya sulit menerima kenyataan, seenak apapun keadaannya. Jiwa raga pun dipaksa untuk memacu hingga di luar batas kemampuannya. Akhirnya jiwa raga pun overheat, rusak dan sulit untuk diperbaiki.

Nah, ini yang dinamakan mental miskin. Dikasi enak sebanyak apapun oleh Gusti Allah, tetep aja protes. Seakan-akan di matanya itu kenikmatan yang segitu banyak, kalah oleh kekurangan yang sedikit. Akhirnya jiwanya sumpek terus. Ini kurang ajar banget namanya.

Maka biar gak terjebak kesumpekan itu, kita kudu menerima dengan senang hati apapun yang kita terima. Cara biar senang, bisa dengan mencari, mengingat dan melihat kenikmatan dari situasi yg ada. Sehingga bisa terus melihat dari sisi positif sembari mengingat melihat siapa yang memberi semua ini. Ini semua dinamakan ridho.

Ridho bukan berarti pasrah bongkoan pada keadaan dan gak ngapa-ngapain, mbah. Ridho itu tujuannya mengenyahkan pikiran buruk (suudzon) dengan terus berpikir dgn dugaan yang terbaik (husnudzon). Dengan begitu, potensi-potensi kebaikan dari satu keadaan itu muncul. Kalo muncul potensi satu kebaikan, kita bisa terus beramal dengan senang, menjalani hidup dengan tenang dan selalu husnudzon pada Gusti Allah. Akhirnya, tercapai kebaikan-kebaikan yang diliputi rasa senang.

Coba orang kalo gak punya ridho, sekecil apapun keburukan dan kesalahan selalu diingat. Lalu muncul kesumpekan dan keruwetan yang akan terus diingat dan dibawa mati. Akhirnya gak jadi membangun kehidupan yang enak, karena tersandera keruwetan tadi. Karena ruwet dibawa mati, maka matinya dapat predikat orang ruwet. Ini paling ruginya orang. Di dunia ruwet, di akhirat juga ruwet.

Nah, gimana sih ridho itu? Kita akan mbahas bab ini, insya Allah.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *