- Catatan Singkat Masa Pengenalan Lingkungan Pesantren Online Madrasah Darus-Sunnah
Pesantren adalah masa depan. Demikianlah salah satu wasiat Gus Sholah (1942-2020). Pesantren merupakan tempat menyiapkan generasi penerus bangsa. Generasi yang mampu menjalinkan keislamaan dan kebangsaan. Lebih dari itu, pesantren juga telah banyak mendirikan universitas dan perguruan tinngi. Selain itu juga mulai banyak dirintis pesantren sains. Langkah ini menjadi upaya strategis untuk mewujudkan jalinan antara keislaman, keindonesian, dan kemodernan. Karena itu, dalam beberapa tahun terkahir, masyarakat merasakan kebutuhannya untuk memasukan putra-putrinya di pesantren. Tak heran jika, jumlah pesantren terus bertambah.
Minggu-minggu ini, pesantren memulai kembali kegiatan belajar mengajarnya. Baik secara daring ataupun secara luring, sesuai dengan himbauan pemerintah. Khususnya bagi santri baru, pesantren mengadakan masa pengenalan lingkungan pesantren. Kegiatan ini diadakan dengan variasi dan kreativitas masing-masing pesantren. Demikian halnya dengan Madrasah Darus-Sunnah (MDS) Ciputat. Pesantren yang didirikan oleh KH. Ali Mustafa Yaqub (1952-2016) ini mengadakan Masa Pengenalan Lingkungan Pesantren (MPLP) selama 4 hari. Mulai dari 13 Juli hingga 16 Juli 2020. Kesemuanya diadakan secara daring.
Selama mengikuti MPLP, santri baru nampak antusias dan aktif mengikutinya. Selain dikemas dengan nuasa rileks dan kekluargaan, kegiatan ini juga dikemas sesuai dengan nuansa yang cocok dengan generasi milenial. Mulai dari nobar, sharing motivation, kuis cita-cita, game kreatif, baca nadhom bersama, hingga sharing pengalaman dengan kakak kelas. Di anataranya ialah pengalaman beradaptasi dengan lingkungan pesantren, pengalaman mengaji kitab kuning, menghafal al-Qur’an dan hadis, berorganisasi, menulis buku, mengikuti klub olah raga, pramuka, pencak silat, study tour ke kota-kota bersejarah, hingga studi ke luar negeri.
Salah satu materi nobar yang sangat diminati santri baru adalah film “Jalan Dakwah Pesantren” (2016). Film yang disutradai oleh Yuda Kurniawan ini secara singkat dan padat mampu memotret detail dunia pesantren. Terkait hal ini, setidaknya ada tiga alasan penting mengapa film berdurasi 37 menit ini menarik ditonton. Pertama, di dalamnya disajikan akar sejarah pesantren. Mulai dari prespektif historis, sosiologis, ataupun antropologis. Di film hasil kerjasama Rekam, 1926, dan Kementerian Agama Republik Indonesia ini ditunjukkan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang telah ada sebelum Indonesia diproklamirkan. Pesantren merupakan bukti dakwah damai nan bijak para walisongo. Pesantren menjadi salah satu jejak antropologis pertemuan budaya lokal Nusantara dengan tradisi pendidikan Islam.
Kedua, film yang dibesut oleh penelitian serius Hamzah Sahal, fouder Alif.Id, ini mampu menghadirkan banyak penjelasan langsung dari kiai, nyai, dan tokoh pesantren. Di antaranya ialah KH. A Mustofa Bisri (Gus Mus), KH. Said Aqil Siroj, KH. Nashir Abdul Fattah (Pengasuh Pesantren Tambak Beras), Nyai Hindun Anisah (Pengasuh Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara), KH. Agus Sunyoto (Ketua Lesbumi PBNU), KH. Abdul Gaffar Rozin (Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah NU), KH. Jadul Maula (Pengasuh Pesantren Kaliopak), KH. Yusuf Chudlori (Pengasuh Pesantren Tegalrejo), dan KH. Zaim Ahmad Syakir (pengasuh Pesantren Kauman Lassem). Masing-masing memberikan statemen bagaimana dunia pesantren dikelola dan diabdikan untuk menyiapkan generasi penerus bangsa.
Ketiga, film yang telah diputar dan didiskusikan di lebih dari 15 kampus dan ratusan pesantren ini juga detail menyajikan kegiatan, pembelajaran, dan kehidupan 24 jam di pesantren. Mulai dari bagun tidur hingga tidur lagi. Di antaranya ialah bangun malam, jamaah, ngaji kitab, sekolah, lalaran, antri wudhu, mencuci baju, masak, menghafal nadhom, main bola, pencak silat, hingga mayoran makan bersama. Dari setiap kegiatan ini, santri dapat ditumbuhkan karakternya. Mulai dari kedisiplinan, kemandirian, egaliter, kesederhanaan, ketekunan, solidaritas, cinta tanah air, semangat mengabdi, hingga sikap tawakal.
Karena itu, film ini tidak hanya penting ditonton oleh santri baru, tetapi juga penting bagi wali santri. Harapannya, baik santri baru ataupun wali santri dapat memahami tradisi dan orientasi pesantren secara baik. Dengan demikian, baik pengurus pesantren, santri baru, dan wali santri memiliki persepsi yang sama. Selama proses pembelajaran, ketiga pihak ini harus senantiasa menguatkan. Jika ini dapat terus ditingkatkan, kita optimis bahwa wajah Islam Indonesia di masa depan adalah wajah Islam yang sejuk dan penuh ramah. Menopang keragaman dan peradaban bangsa, serta menjadi salah satu model keberislaman bagi masyarakat global.
No responses yet