Tangerang Selatan, jaringansantri.com – Kajian rutin Turats Ulama Nusantara di INC, Sabtu, (14/04), mengangkat tema “jaringan intelektual ulama Nusantara-Dagestan (Russia)” bersama A. Ginanjar Sya’ban. Ia mengatakan bahwa mengkaji Islam di negeri Dagestan, kita dapat menggali jaringan intelektual ulama Nusantara sekaligus berikhitar menggali ingatan bahwa kita memiliki sejarah dan corak keberislaman yang sama.

Secara geografis, Dagestan merupakan daerah pegunungan dataran tinggi di ujung dekat laut Kaspia, Kawasan laut Kaukasia/Kaukasus. Berbatasan dengan Chechnya dan Georgia di sebelah Barat, dan Azerbajian di bagian Selatan. Memiliki nama ibukota Haj Kale tempat untuk mengantar orang-orang pergi haji.

Nama Dagestan merupakan gabungan dari asal dua kata yaitu “dage” dalam bahasa Turki berarti “gunung” dan “stan” dalam bahasa Persia berarti “tanah/negeri”. Dagestan dimaknai sebagai “tanah/negeri pegunungan”.

Tradisi lokal keislamannya telah mengakar sejak abad ke 14-15. “Mayoritas penduduknya muslim dan memiliki corak keislaman yang sangat aswaja. karena sering melakukan ritual ziarah kubur, sholawat al-barzanji bersama, dan mengaji kitab kuning dengan para mufti,” ujar Ginanjar.

“Madzhabnya berkiblat kepada Abu Hasan al-Asyari, penganut Imam Syafii, bertarekat Naqsabandiah wal Qadiriah, juga Akhlaqi (Tasawuf Imam Ghazali), sama dengan Islam di Nusantara,” terang pria yang akrab dipanggil Aceng ini.

Direktur INC ini mengatakan bahwa “Dialektika muslimnya mirip dengan Indonesia. Yang menarik disini, Dagestan awalnya di pimpin oleh  Utsmani kemudian pernah menjadi jajahan kekaisaran Rusia yang ortodok, berikutnya diganti oleh pimpinan kelompok Uni Soviet yang komunis, dan sekarang menjadi bagian wilayah referederasi Rusia. Sama seperti di Indonesia yang awalnya di jajah oleh kolonial Inggris, Jepang dan Belanda kemudian merdeka menjadi negara bebas dari jajahan kolonial.”

Walaupun selalu mendapat tekanan dari para pemimpin komunis, wilayah ini tidak terpengaruh oleh setiap jajahannya. Hal ini tidak lepas dari peran ulama-ulama atau mufti, sehingga tradisi  keberagamaan masih  berjalan dengan kuat.

Fakta terpenting lainnya, lanjut Aceng, sufisme menjadi sebuah aktivitas keseharian di negeri ini. Dalam Sejarah bangsa Degestan, Islam merupakan bagian terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari budaya. Sehingga tidak heran jika Dagestan dijuluki sebagai pintu gerbang berkembangnya keislaman di Rusia.

Aceng menggambarkan, Dagestan sebagai wilayah yang paling kuat pengaruh Islamnya diantara negara-negara federasi Rusia lainnya.  “Kajian Islam Nusantara perlu menggali lebih dalam lagi. Kajian ini juga membuktikan bahwa corak keberislaman Aswaja mampu bertahan di tengah-tengah masyarakat atheis,” pungkasnya. (Fithroh Muzayyanah).