Di Masyarakat kita setidaknya ada dua type orang yang “berlebihan” ( Ifroth aw Tafrith) dalam menyikapi para Habib dan Dzurriah Rasul :
1. Mereka yang menganggap para Habib sebagai manusia tanpa salah dan cela, mereka katakan bahwa tidak boleh menasehati, meluruskan atau mengkritik perbuatan salah para Dzurriah sebagai wujud cinta kita kepada keluarga Nabi.
2. Mereka yang mengatakan bahwa tidak semua Habaib harus dihormati, yang wajib dimuliakan menurut mereka adalah Habaib yang berilmu, berakhlak mulia dll. Orang seperti ini biasanya akan dengan mudah menghina atau merendahkan Habib yang tidak sesuai “selera”-nya.
Tulisan ini saya tulis 3 tahun yang lalu agar kita bisa bijak dan adil dalam menyikapi para Dzurrial Rasul, agar kita tidak termasuk dua golongan diatas. Silahkan baca dan pahami sampai selesai
Tempoe doeloe di desa Khoribah Hadhramaut.
Seseorang mengetuk pintu rumah Abdullah Basaudan, salah satu dari 7 ulama yang semuanya bernama Abdullah ( Abadilah Sab’ah) 7 ulama paling Alim dan paling berpengaruh di Hadhramaut kala itu.
Beliau bergegas membuka pintu, tampak seorang awam dengan penampilan primitif layaknya orang-orang baduwi Hadhramaut, tampak juga seekor Himar (keledai) diparkir disebelahnya.
“Afwan anda siapa ya.. ?”.
“Ana fulan Bin fulan Al… “
Syaikh Abdullah tampak kaget, Mendengar Namanya, ia tau bahwa tamunya ini adalah seorang sayyid keturunan Rasulullah Saw. tanpa basa-basi, segera ia mempersilahkan si tamu untuk masuk.
Hari itu ia begitu sibuk, ia bagaikan sedang dikunjungi seorang presiden, belasan macam hidangan ia suguhkan untuk Si Habib, Kamar Terbaik juga sudah ia siapkan.
Rupa-rupanya Habib yang bertamu ke rumahnya adalah orang yang Majdzub, prilakunya serba nyeleneh, ia menghujani Syaikh Abdullah Basaudan dengan berbagai permintaan aneh.
“Eh.. Ana capek banget nih, ente bisa nggak mijetin kaki ana..?”
Dengan senang hati beliau memijati kaki sang tamu,Statusnya sebagai ulama besar tak membuatnya gengsi untuk melakukan itu.
Belum cukup disitu, si Habib meminta lagi.
“Eh.. Kasian keledai ana kayaknya dia kecapean juga, bisa dipijietin juga gak ?”
Sam’an wa tho’atan beliau langsung beranjak ke bawah untuk memijat kaki Himar(bkn Hummer)si Habib, murid-muridnya yang menyaksikan pemandangan unik itu tentu merasa heran.
“Guru kita lagi ngapain ya? Kaki keledai kok pakek dipijet segala.. ?”
Karena sibuk mengurusi sang tamu seharian, akhirnya Syaikh Abdullah kelelahan dan terlelap. dalam mimpinya ia melihat Rasulullah Saw mengunjungi rumahnya, beliau tersenyum dengan senyuman yang begitu indah, Rasulullah Saw berkata padanya :
“Aku bahagia sekali melihat apa yang kau lakukan untuk cucuku di hari ini..”
Senyuman dan sabda Rasulullah Saw dalan mimpinya itu terasa begitu indah, hilang sudah rasa lelah dan letihnya selama sehari penuh.
Cerita dengan tokoh utama Syaikh Abdullah Bin Ahmad Basaudan ini selalu mengigatkan saya akan Akhlak Ulama-Ulama Kita yang begitu memuliakan keturunan Rasulullah Saw dari dulu hingga sekarang. Mulai dari Syaikhina Kholil Bangkalan, Kiai Hasan Genggong, Kiai Hamid Pasuruan, sampai Mbah Yai Maimun Zubair. semuanya memiliki rasa hormat dan ta’dhim super kepada para Habaib, tanpa membedakan siapa, darimana dan seperti apa mereka.
Menghormati keturunan Rasulullah Saw seakan sudah menjadi Fithrah dalam diri kita sebagai Ummat Islam di Bumi Nusantara, jika kepada putra dan Cucu guru saja kita begitu ta’dhim meski ia adalah keturunan keseribu, apalagi Kepada Cucu Nabi Kita ?kita ndak perlu pakek dalil-dalilan dalam masalah ini bukan ?
Jadi miris rasanya, jika akhir-akhir ini di sosial media mulai banyak orang yang tidak tau, lupa (atau pura-pura lupa) akan Akhlak yg diwariskan oleh Para kiai dan ulama kita ini. mulai mengingkari Fithrah asli mereka sebagai penghormat sejati. imbasnya Banyak Habaib yg mereka hina dan mereka rendahkan , mulai dari Habib Lutfhi Bin Yahya, Habib Quraish Bin Syihab, Habib Riziq Bin Syihab, sampek-sampek Habib Syekhan-pun tak luput dari cibiran dan gunjingan mereka (entahlah, mungkin mereka punya cara lain dalam mengekpresikan rasa hormat dan Ta’dhim mereka, mungkin..)
Jadi begini, Kita boleh berbeda pendapat dengan mereka para habaib dalam beberapa persoalan. Itu wajar dan itu sebuah keniscayaan. Tapi jika perbedaan kita dengan mereka mulai menimbulkan kebencian, mulai menggoda kita untuk mengirim cibiran, cukuplah sejenak mengingat bahwa mereka adalah darah daging Rasulullah Saw.. sosok paling berjasa dalam kehidupan kita di dunia dan akhirat, yang belas asih dan syafaatnya akan kita harap kelak di hari kiamat.
Betul mereka tidak luput dari salah dan dosa, mereka tidaklah ma’shum seperti Datuk mereka. Tapi seandainya mereka mempunyai sejuta kesalahan-pun, tak akan merubah status mereka sebagai dzurryah Nabi bukan? toh menghormati bukan berarti harus mengikuti kok, bukan juga harus membenarkan kesalahan atau menshahihkan kebathilan
Saya jadi teringat pesan Guru saya, GrandMufti Tarim Habib Ali AlMasyhur, sebuah pesan yang Insyaallah akan saya pertahankan sampai Allah takdirkan diri ini untuk bertemu Baginda Nabi Kelak (Aamiin) :
“Hormati dan cintai keturunan Rasulullah Saw, bukan karena kealimannya, bukan karena prilakunya, tapi karena darah Rasulullah Saw yg mengalir dalam diri mereka..”
kita tidak harus berpikiran sama, tapi mari kita sama sama berpikir, iyakan ?
Tarim ,21 Maret 2017.
No responses yet