Semalam saya dan istri bertakziah ke rumah saudara. Orang tuanya yang sangat perhatian kepada kami sekeluarga meninggal dalam usia 83 tahun. Almarhum adalah seorang yang istiqamah “ngopeni” mushalla dan kegiatan sosial keagamaan lainnya. Wajahnya penuh senyum, wafatnya diakhiri dengan shalawat untuk Rasulullah. Sungguh sebuah akhir hidup yang indah di tanggal 12 Rabiul Awal tahun ini.

Saat takziyah, kebetulan di gang depan rumah beliau diadakan acara maulid nabi. Penceramahnya tidak hadir. Melihat ada saya bertamu, panitia bisik-bisik dan akhirnya meminta saya untuk berceramah. Karena saya memang akrab dengan masyarakat di sana dan karena sudah lama saya tidak mengisi acara kajian rutin dua bulanan di wilayah itu, maka saya terima. Inginnya tadi malam saya bersantai karena pagi dan siang harinya sudah full acara, ternyata takdir mengantarkan pada kenyataan yang lain. Semua kita pasti mengalami hal yang mirip, yakni keinginan yang berbeda dengan kenyataan. Apa yang harus kita lakukan? Jalani saya dan persembahkan yang terbaik yang bisa kita lakukan.

Saya senang sekali melihat para jamaah semangat sekali mengikuti acara semalam itu. Tersirat kerinduan akan kajian hati, kajian agama. Jika sebuah masyarakat memiliki kerinduang dan semangat mengaji, yakinlah itu adalah pertanda akan selalu dalam perlindungan dan bimbingan Allah. Sebaliknya, jika masyarakatnya sudah apatis, emoh, akan agama maka itu pasti pertanda kerusakan dan porakporanda sedang mengintai.

Inti kajian saya di acara itu adalah bahwa kita perlu memohon ampun kepada Allah akan semua dosa dan khilaf, secara personal ataupun komunal, untuk endiri dan juga untuk bangsa. Anda para pemimpin dan pejabat pemerintah mengajak rakyat untuk betaubat bersama, begitu indahnya hidup, begitu damainya keadaan. Allah pasti segera mengganti musibah dengan rahmah, bencara dengan anugerah.

Mari kita terus jalani takdir dengan penuh senyum dan optimisme. Tebarkan manfaat yang bisa lakukan, berhentilah membuat sedih dan gelisah siapapun dalam hidup ini. Itulah teladan nabi kita yang mulia.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *