Shalat yang paling rawan bagi para pekerja di ibukota adalah magrib. Pulang kerja sehabis shalat ashar lalu macet di jalan, beberapa saudara muslim kita mungkin memilih tidak melakukan shalat maghrib karena tidak tahu caranya, atau tidak tahu adanya rukhshoh atau keringanan untuk menjamakshalat mahrib dengan isya’.

Dalam hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Nabi SAW menjamak dzuhur dengan ashar serta mahgrib dengan isya ketika beliau berada di Madinah, padahal tidak dalam kondisi bepergian jauh ke luar daerah atau dalam kondisi hujan deras.

رواه البخاري ومسلم في الصحيحين أن النبي عليه الصلاة والسلام جمع بين المغرب والعشاء صلى ثمان جميعًا وسبعًا جميعًا، المغرب والعشاء والظهر والعصر، وفي رواية مسلم زيادة: من غير خوف ولا مطر، وفي رواية أخرى: ولا سفر.

Mengapa dibolehkan menjamak shalat?

Ibnu Abbas yang menyaksikan Nabi menjamak shalat mengatakan, لئلا يحرج أمته supaya tidak memberatkan umat Islam. Ini sekaligus sebagai illat atau rambu-rambu bahwa dalam menjamak shalat harus ada alasan yang dibenarkan, agar kita tidak menggampangkan.

Misalnya keringanan ini berlaku bagi dokter yang sedang mengobati pasien rumah sakit, atau bagi pekerja yang kena macet atau naik kendaraan umum yang tidak memungkinkan berhenti di tengah jalan untuk mencari tempat shalat. 

Jadi bagi para pekerja yang pulang kantor setelah shalat ashar dan sampai rumah setelah waktu maghrib habis, ia bisa menjamak shalat maghrib tersebut dengan isya’ dengan niat shalat jamak ta’khir sebagaimana biasa. Jangan sampai shalat maghrib ditinggalkan.

Lagi, jangan lupa, pada saat perjalanan tersebut ketika waktu maghrib tiba, kita sudah harus ingat panggilan Allah SWT dan menyatakan di dalam hati bahwa kita akan melakukan shalat mahrib nanti pada waktu isya’. Wallahu a’lam.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *