Tauhid uluhiyyah dalam konsep pembagian trilogis tauhid salah satu syaratnya ialah tauhid rububiyyah. Bagi kalangan ini, sebelum menjadi seseorang yang ahli tauhid rububiyyah seseorang dimungkinkan tidak dapat mencapai tauhid uluhiyyah. Tauhid uluhiyyah sendiri dalam konsep pembagian trilogi tauhid dimaknai dengan mengabdi, menyembah dan tunduk hanya kepada Allah, tidak boleh menyekutukan Allah.
Secara tidak langsung, tauhid uluhiyyah pastinya diawali dengan tauhid rububiyah. Akan tetapi, setiap orang yang sudah ahli dalam tauhid rububiyah belum tentu ahli juga tauhid dalam tauhid uluhiyyah. Syarat untuk mencapai ahli tauhid uluhiyyah bagi kelompok ini hanya satu, yakni menyembah Allah tidak menyekutukannya. Sangat normal, apabila dalam menyembah Allah seorang hamba umumnya sudah menemukan keyakinan bahwa ada Tuhan sebagai pencipta semesta alam ini; telah ahli tauhid rububiyah.
Bagi kalangan ini, ada beberapa perkara yang dianggap menyimpang, keliru dan sesat hingga kafir. Jika ditelusuri di media sosial, berbagai bukti konkrit paham yang menerapkan dan mendakwahkan konsep pembagian trilogi dapat ditemukan bertumpuk-tumpuk. Lazimnya perkara yang dianggap menyekutukan Allah antara lain (yang paling populer) ialah ziarah kubur. Probematika ihwal ziarah kubur bagi kalangan ini dapat ditemukan dimana saja tempat. Salah satu bukti kuatnya ialah bahwa eksistensi polemik ini bisa dicari di media sosial. Diantaranya youtube, google dan lain sebagainya. Bisa klik di pencariannya ‘ziarah kubur syirik’, maka kemungkinan akan muncul beberapa topik yang dicari.
Ziarah kubur bagi kalangan ini adalah bentuk kesyirikan yang fakta dan menyesatkan. Bagaimana tidak, orang sudah meninggal ‘kok’ dido’akan, dimintai pertolongan, bahkan dikultuskan. Lazimnya hal ini dilandasi oleh prasangka semata. Bagi kalangan ini, yang pasti dipegang oleh setiap orang yang berziarah dalam keyakinannya sedemikian rupa sesuai prasangka mereka. Sehingga, sampe detik ini, bagi mereka, ziarah kubur merupakan perbuatan syirik, dengan alasan bahwa pastinya dalam berziarah dilandasi dengan meminta-minta kepada yang dikubur (ahli kubur) bahkan mengkeramatkan kuburnya. Tentu, bagi kalangan ini, perbuatan ini menentang tauhid uluhiyyah.
Tolak ukur yang biasa dipakai oleh kalngan ini ialah bahwa sebagai muslim dan mukmin, jika berdo’a idealnya hanya kepada Allah semata, bukan kepada mayit. Berdo’a kepada mayit sama halnya mengkultuskan mayit dan itu perbuatan syirik yang menyekutukanNya. Selain itu, boleh jadi yang menjadi alasan lain ialah bahwa untuk berdo’a tidak perlu berziarah, melainkan cukup dirumah saja. Sebab, ada dalil nashnya ketika nabi melarang umatnya untuk berziarah. Hal demikianlah yang terus dipertegas dan dikuatkan.
Adapun konsekuensinya ialah bahwa umat Islam yang melakukan ziarah kubur, mereka tidak ahli tauhid bagian uluhiyah. Jika tidak ahli tauhid uluhiyah, maka samahalnya mereka kafir. Meskipun mereka muslim, mereka tidak ahli tauhid uluhiyah. Bagaimana bisa, muslim tidak ahli tauhid bagian uluhiyyah? Tentu problematis dan sangat membingungkan. Sehingga, penting untuk dibedah ihwal kelogisannya.
Dalam tauhid uluhiyah, kalangan ini menafsirkan secara otoriter sepihak, segala perkara yang dianggap menyesatkan dan menyekutukan Allah adalah bukan ahli tauhid uluhiyyah. Hal tersebut terlihat bahwa kalangan ini mudah menilai, melabeli dan menghukumi sesama umat muslim dengan tuduhan sesat dan kafir. Tentu tidak logis. Sebab, ukuran tauhid uluhiyah hanya sebatas pengetahuan kelompok saja.
Selain itu, nalar menolak secara mutlak, jika terdapat muslim (yang hakikatnya bersyariat Islam; menjalankan rukun Islam) dianggap sesat dan kafir hanya karena diksi sepihak. Sedangkan, makna muslim sendiri ialah orang Islam yang tunduk dan menyembah pada Allah. Adanya penyembahan dan pengabdian, membuktikan bahwa muslim merupakan orang yang bertauhid uluhiyah. Hanya kerusakan berfikirlah yang dapat melabeli orang yang telah menjalankan syariat Islam dalam rukun Islam dalam rangka menyembah dianggap tidak ahli tauhid uluhiyah.
Dari hal ini, dapat disimpulkan bahwa tauhid uluhiyah dalam konsep pembagian trilogi tauhid sama sekali tidak logis. Tidak ada wujud keadilan dan kebijaksanaan sedikitpun hingga menyesatkan sesama muslim dan mengkafirkannya. Akhirnya, saudara muslim tidak ada bedanya dengan orang kafir, hanya karena bagi kalangan ini mereka tidak ahli tauhid uluhiyah versi mereka. Sedangkan, mereka telah beribadah dan menyembah Allah. Oleh sebab itu, maka, penting untuk disadari bersama bahwa eksistensi nalar dalam agama ialah untuk menemukan kelogisan beragama, bukan sebaliknya.
No responses yet