Secara tartib, oleh kalangan yang meyakininya, konsep trilogi tauhid di awali dengan bagian pertama yakni tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah ialah tauhid yang menegaskan bahwa alam ini diciptakan oleh Tuhan. Mereka yang meyakini dan mempercayai bahwa alam ini merupakan ciptaan Tuhan, maka dikategorikan sebagai ahli tauhid rububiyah. Siapapun mereka dan darimanapun agamanya, bagi kalangan ini, yang meyakini  hal tersebut, maka disebut sebagai ahli tauhid rububiyah.

Adapun salah satu contoh pemaknaan ini dapat digambarkan dalam dialog ringan yang menanyakan ‘apakah kamu percaya bahwa alam ini diciptakan oleh Tuhan?’, jika jawabannya ‘percaya dan yakin’ maka, secara langsung yang menjawab ialah orang yang ahli tauhid rububiyah. Jika jawabannya tidak, maka sebaliknya.

Tentunya, hal demikian sangat problematis dan ‘membingungkan’. Sebab, jika dirunut dalam sejarah Islam, banyak orang dari suku Quraisy yang masih memegang kental agama tinggalan Nabi Ibrahim As., yakni pengesaan Tuhan (monoteis). Meskipun demikian, mereka tidak memeluk Islam dan tidak percaya pada risalah yang dibawa Rasul Muhammad Saw. Namun, jika seandainya ditanyakan kepada mereka ihwal siapa yang menciptakan alam semesta ini?, mereka akan menjawab Allah.

Bahkan, dewasa kini pun tidak sedikit orang yang meyakini bahwa pencipta alam ini adalah Allah atau Tuhan, padahal subtansinya mereka bukan Islam dan tidak percaya risalah Rasul Muhammad Saw akan ketuhanan. Jika menerapkan konsep tauhid rububiyah yang dibagi oleh kalangan penganut dan penyebar konsep trilogi tauhid, tentu orang-orang ini merupakan ahli tauhid rububiyah, meskipun sejatinya mereka kafir; tidak mengimani Nabi Muhammad sebagai utusan terakhir dan beberapa hal lain yng wajib bagi mukallaf. Oleh sebab itu, maka sangat tidak logis diterima akal. Sebab, orang kafir yang sejatinya tidak ahli tauhid dihukumi ahli tauhid rububiyah hanya karena meyakini bahwa Allah pencipta alam ini. Alhasil, sangat problematis, pun tidak logis; benar-benar membingungkan.

Ke-amburadulan konsep pertama dalam trilogi tauhid ini sangat nyata dan jelas. Seakan-akan juga mengungkapkan bahwa ada perkara yang gerak dan diamnya bersamaan. Sedangkan, perkara itu kalau tidak diam ya gerak, dalam satu jalan yang bergantian. Jika tidak gerak, maka diam, jika gerak, maka tidak diam. Mustahil, akal menerima suatu barang yang gerak dan diamnya bersamaan. Sehingga, konsep rububiyah yang dimaknai sedemikian rupa sangatlah problematis dan sangat membingungkan. Bagaimana bisa, orang kafir disebut sebagai ahli tauhid rububiyah? Tentu, tidak logis. Sehingga, akal menolak konsep pemilahan tauhid rububiyah yang membingungkan dan tidak logis.

Dari hal ini, maka ditemukan kerusakan berpikir yang riil, dimana orang kafir yang telah dimaklum sebagai orang yang tidak beriman kepada Tuhan atau bukan ahli tauhid dianggap atau dinilai oleh kalangan yang meyakini dan yang menyebarluaskan konsep trilogi tauhid ini sebagai orang yang ahli tauhid bagian rububiyah. Tentu, hal demikian merupkan bentuk kerusakan aqidah yang nyata. Oleh sebab itu, tulisan ini hadir mendampingi pembaca sekaligus mengajak siapapun untuk menelaah berbagai problem kebertuhanan dewasa kini, khususnya ihwal konsep trilogi tauhid bagian pertama, yakni tauhid rububiyah. Meskipun, sebatas pengantar untuk kemudian mendalami secara mandiri dengan bertabayyun ihwal persoalan-persoalan demikian kepada guru yang kompeten dan logis.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *