Sudah memiliki apa-apa tapi merasa dijajah. Mungkin yang begini mentalnya harus direhabilitasi. Memang masih banyak yang miskin. Tapi yang hidup miskin belum tentu merasa dijajah. Sebagian besar yang jadi buruh boleh jadi bersyukur punya pekerjaan. Di negara-negara maju mayoritas rakyatnya jadi buruh, jadi pegawai. Segelintir saja yang jadi bos, para kapitalis. Di negara-negara maju yang miskin juga banyak, ketimpangan juga masih ada. Bahkan banyak juga yang jadi gelandangan. Jangan jadi bangsa kuli, yakni mentalnya kuli. Yang begini, jadi bos juga merasa kuli. Jadi pejabat merasa kuli.
Lihat sebagian elit di negeri ini! Sudah hidup enak dengan segala fasilitas dari negara teriak kita masih dijajah. Sementara itu apa yang sudah mereka berikan untuk rakyat. Para tuan-tuan yang terhormat di negeri ini bilang rakyat dijajah bangsa sendiri. Boleh jadi memang tuan-tuan yang suka teriak-teriak itu yang menjajah. Atau setidaknya tuan-tuan yang terhormat itu sedang memanipulasi rakyat demi tujuan kekuasaan tuan-tuan. Para pion kekuasaan sampai kepada kelas teri berteriak yang sama, seolah satu komando, “rakyat sedang dijajah bangsa sendiri”. Tapi saya yakin, bila yang berteriak ini meraih kekuasaan, merekalah sesungguhnya penjajah bangsa sendiri, dengan menjarah uang rakyat.
Dan di antara mereka yang berteriak rakyat sedang dijajah, rakyat menderita, dan seterusnya adalah mereka yang sebelumnya pernah berkuasa atau menikmati kue dari kekuasaan. Tapi apa yang sudah mereka lakukan buat rakyat ketika mereka berkuasa? Apakah ketika berkuasa mereka berbuat sesuatu bagi rakyat sehingga rakyat ini hidup merdeka? Apakah ketika itu rakyat merdeka minimal 50% saja tidak perlu merdeka 100% seperti yang dikatakan Tan Malaka? Apakah mereka tidak merampok uang negara ketika mereka berkuasa? Demi hidup senasib dengan rakyat yang masih miskin dan menderita itu, apakah mereka tidak memperkaya diri dan keluarganya? Ketika sudah tidak berkuasa berapa prosen harta yang sudah disumbangkan untuk rakyat yang katanya sedang menderita itu? Harta yang sesungguhnya apabila hasil korupsi wajib dikembalikan kepada negara.
Saudara-saudara! Memang benar Bung Karno pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri”.
Bung Karno juga pernah berkata, “Dan sejarah akan menulis: Di sana, antara benua Asia dan Benua Australia, antara benua Lautan Teduh dan Lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa, yang mula-mula mencoba untuk hidup kembali sebagai Bangsa, akhirnya kembali menjadi satu kuli di antara bangsa-bangsa, -kembali menjadi “een natie van koelies, en een koelie onder de naties.”
Dua perkataan Bung Karno itu, yang pertama sebagai satu peringatan, akan ancaman konflik atau pecah belah di antara sesama sebangsa yang dapat meruntuhkan persatuan. Yang kedua, lebih kepada revolusi mental sebagai prasyarat utama national building, keduanya adalah komplementer (saling melengkapi). Kata Bung Karno lagi, “National building membutuhkan bantuan Revolusi Mental! Karena itu, adakanlah Revolusi Mental! Bangkitlah!” kata Sukarno.
Mentalitas penjajah dan dijajah hampir boleh jadi tidak tergantung kepada Anda menjadi penguasa atau tidak, kaya atau miskin, bos atau kuli. Itulah, mentalitas orang pribumi (inlander), yang seperti orang Belanda katakan. Karena itu, mereka yang berteriak “bangsa kita sedang dijajah bangsa sendiri, bangsa kita hanya menjadi bangsa kuli”, boleh jadi mereka itulah yang memiliki mentalitas inlander. Ketika berkuasa menjajah bangsa sendiri dengan menjarah uang rakyat, menjarah hutan dan kekayaan alam negeri ini untuk memperkaya diri, keluarga dan kroni-kroninya, sedangkan ketika sudah tidak berkuasa merasa jadi kuli atau memanipulasi diksi-diksi itu demi meraih kekuasaan kembali. Pada dasarnya, mereka yang demikian ini adalah individu dan kelompok serakah sejati yang apabila mulutnya disumpal dengan emas, tangannya masih menggapai-gapai mencari emas-emas yang lain.
Alangkah lebih baiknya jika kita mendidik rakyat, berupaya menghilangkan mentalitas penjajah dan merasa dijajah itu. Mari kita simak pidato Bung Karno ini, “Kami menggoyangkan langit, menggemparkan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2,5 sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita.”
Intinya, jadilah kita bangsa yang bekerja keras dan bermental baja. Berhentilah mengeluh! Kalau tidak mengeluhlah sendiri atau mengeluhlah kepada seseorang seperti saya (hehe). Jangan ajak rakyat mengeluh berjamaah. Berhentilah membuat framing di depan rakyat. Berhenti membuat sandiwara membawa-bawa rakyat. Lebih baik ayo kita bersatu mendidik rakyat, membangun jiwanya, membangun raganya untuk Indonesia Raya. Melenyapkan mentalitas kuli dan membangun mentalitas tuan di manapun kita berada terutama di negeri sendiri. Menjadi Manusia Unggul (Übermench), kata ahli falsafah Jerman Friedrich Wilhelm Nietzsche.
Menjadi tuan di tengah-tengah bangsa lain. Maka lenyapkan mentalitas orang jajahan. Merdeka!
No responses yet