“Saya pernah bermimpi, ada seorang dari pemerintahan mengupayakan saya berangkat haji tahun ini. Saya juga tidak tahu, dalam hati saya berkata, saya enggak terjadwal haji kok mau diberangkatkan haji”. Begitulah mimpi Gus Kamil, seolah mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk berangkat haji. Padahal, beliau tidak berencana untuk berhaji.
Ia pun mengatakan, bila memang persiapan hajinya terpenuhi artinya mimpi itu menjadi kenyataan. Ternyata persiapan hajinya seperti paspor dan visa berjalan lancar seakan-akan ada yang membantunya.
Begitulah dawuh Syaikhona Majid Kamil Maimoen yang menceritakan tentang mimpi beliau menyusul Syaikhona Maimoen Zubair ke Makkah.
Mimpi itu seolah menjadi isyarat bahwa beliau segera menyusul ayahandanya. Seperti diketahui bahwa Syaikhona Maimoen Zubair wafat di Makkah pada hari Selasa dini hari tanggal 6 Agustus 2019. Sedangkan Syaikhona Majid Kamil Maimoen wafat menyusul ayahnya pada Malam Senin, sepekan terakhir.
Dan di bawah ini saya mengcopy paste tulisan Ahmad Dawam Afandi, salah seorang pengurus dan pernah menjadi ketua Pondok Pesantren Al-Anwar masa khidmah 2007-2009.
Tulisan itu sedikit banyak saya edit dan tambahi tanpa merubah makna yang terkandung.
Mengenang tujuh hari wafatnya Syaikhona Majid Kamil Maimoen.
- Saat beliau pulang dari Makkah untuk menimba ilmu pada Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki 2003. Bertepatan di bulan Sya’ban tahun kedatangan beliau, beliau langsung melangsungkan aqad Nikah dengan Ibu Nyai Mufarrohah binti KH. Abdul Fattah Ridlwan di Bangilan. Kebetulan saat itu saya liburan di pondok sehingga bisa ikut hormat menghadiri pernikahan beliau.
- Pada bulan Romadlon setelah kerawuhan beliau dari Makkah, beliau pertama kalinya membaca kitab Arba’in Nawawi. Saya ikut istifadah atau mengaji kepada beliau, meskipun saat itu saya paling tua, karena sudah menjadi salah satu pengurus yang ikut mengajar balagh Romadlon di pondok. Saat itu beliau belum mengenal saya, namun setiap beliau memberikan kesempatan bertanya kepada para santri, saya selalu mengutarakan keisykalan yang selama ini menggangu pikiran, termasuk tentang rahasia kiamat yang ditulis Imam Nawawi pada urutan hadits pertama. Lama-lama beliau tahu bahwa saya sudah berstatus pengurus. Dan beliau menjawab semua pertanyaan yang saya sampaikan dengan sangat memuaskan.
- Perhatian beliau pada santri sungguh luar biasa, terbukti dengan selalu menanyakan kepada kami, khususnya Guru Madrasah Ghozaliyyah. Bila ada santri yang rajin, namun secara ekonomi kurang mampu, beliau yang akan menanggung biayanya; dan saat saya menjadi ketua pondok, beliau banyak tahu tentang kondisi santri, padahal dari kepengurusan kadang-kadang belum mengetahuinya. Hal itu karena beliau sering mengorek keterangan dari santri-santri yang lain.
- Kesederhanaan beliau sudah banyak diketahui. Para pengurus pondok yang saat itu mempunyai juru masak sendiri, setiap kali menunya pake sambal terong dan ikan pindang, beliau seringkali ikut makan bersama dengan satu nampan atau istilah kami “Nampanan”.
- Beliau tidak suka bila nama beliau dibalik menjadi Kamil Majid, padahal yang mestinya adalah Majid Kamil. Suatu saat ada pengurus yang menulis nama beliau pada papan pengumuman ngaji, tetapi nulisnya terbalik, beliau langsung menegur lewat saya. “Aku gak seneng kok pak jeneng diwalik, opo maneh keliru, mestinya Ahmad dirubah Muhammad, wong jeneng iku kemulyaan. Mulane Aku ora cocok ono jeneng ditulis neng sandal kanggo tenger, wong jeneng kok diidak-idak.” (Saya tidak suka nama ditulis terbalik, apalagi jika penulisannya keliru. Semisal namanya Ahmad dirubah menjadi Muhammad, karena nama adalah suatu kemuliaan. Oleh karena itu, saya tidak cocok bila nama ditulis atau diukir pada sandal sebagai tanda milik. Nama seseorang kok diinjak-injak). Itu beliau dawuhkan saat saya sedang bertugas sebagai pengurus jaga di depan gerbang masuk pondok, tepap di depan Ndalem Mbah Maimoen. Beliau ikut menemani saya jaga. Seperti diketahui, bahwa nama Majid adalah pemberian Sayyid Muhammad Al-Maliki, sedangkan nama Kamil adalah pemberian dari Abah beliau, Syaikhona Maimoen Zubair.
- Ketawadlu’an beliau juga luar biasa. Beliau tidak segan-segan untuk bertanya jika memang kurang paham dengan masalah fiqih maupun Nahwu. Tidak gengsi untuk bertanya kepada pengurus tentang sesuatu.
- Saat ini sebenarnya beliau sudah masuk fase usia dan pengalaman ber-organisasi yang sangat ideal. Terakhir saat kemarin tanggal 12 Syawwal beliau memimpin rapat Madrasah Ghozaliyyah, beliau selaku sekretaris Dewan Masyayikh untuk menentukan awal masuk pelajaran. Dengan bijak beliau menjembatani seluruh Masyayikh di Pondok Pesantren Sarang. Hal itu, karena struktur pengurus Dewan Masyayikh Madrasah Ghozaliyyah terdiri dari semua Masyayikh pondok pesantren Sarang. Dewan inilah yang mempunyai wewenang tentang aturan proses belajar di Madrasah. (Begitu komentar Agus Abdullah Mubarok bin KH. Abdul Wahid, cucu Mbah Zubair).
- Beliau selalu memberi support dan energi kepada pengurus dalam menjalankan amanah di pondok. Beliau selalu rawuh untuk mengikuti rapat pondok untuk membahas kondisi santri dan kegiatannya. Termasuk kemarin, saat terakhir beliau mengikuti rapat LPJ dan reformasi pengurus yang tertunda dan baru terlaksana di awal tahun, seminggu sebelum beliau gerah. Saat itulah moment terakhir saya bisa berkumpul dan makan bersama beliau setelah rapat.
Dan mestinya masih banyak kenangan dan kebaikan beliau yang tidak mungkin saya tulis semuanya.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اذْكُرُوا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ.
Semoga Allah selalu menyiramkan rahmat-Nya kepada beliau dan mengumpulkan beliau bersama kekasih-kekasih beliau, termasuk berkumpul bersama Abah Beliau, Syaikhina wa Mursyidina Maimoen Zubair.
سبحانك يا من تعزّزْتَ بالكبرياء والبقاء،
وتنزّهْتَ عن النقص والفناء، فإنك أعلم بما قدّم شيخنا ماجد كامل من الأعمال الصالحات منا، فارحمه برحمتك يا أرحم الراحمين
No responses yet