Categories:

Oleh Fauzan Hakim, Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma

Kemunculan Islam moderat sebagai salah satu alternatif cara hidup kerukunan Islam masa kini yang diminati banyak kalangan. Dialog-dialog keagamaan yang mengarah pada tatanan yang damai, toleran, dan berkeadilan merupakan indikasi bahwa model berislam secara moderat sebagai pilihan. Moderatisme juga dinilai paling kondusif di masa kini.

Konsep “Islam moderat” merujuk pada makna ummatan wasathan (QS al-Baqarah [2]: 143). Kata wasath dalam ayat tersebut berarti khiyâr (terbaik, paling sempurna) dan ‘âdil (adil). Dengan demikian, makna ungkapan ummatan wasathan berarti umat terbaik dan adil dalam koridor syariah. Inilah yang membuat Islam pantas menjadi alternatif dan solusi.

Dalam praktiknya, Islam moderat selalu mencari jalan tengah dalam menyelesaikan persoalan. “Perbedaan” dalam bentuk apa pun dengan sesama umat beragama diselesaikan lewat kompromi yang menjunjung tinggi toleransi dan keadilan sehingga dapat diterima oleh kedua belah pihak. Melalui cara itu pula, masalah yang dihadapi dapat dipecahkan tanpa jalan kekerasan.

Penguatan moderasi beragama menjadi salah satu indikator utama sebagai upaya membangun kebudayaan dan karakter bangsa. Dalam konteks keIndonesiaan, moderasi beragama dapat dijadikan sebagai strategi kebudayaan untuk merawat Indonesia yang damai, toleran dan menghargai keragamaan. Moderasi Beragama adalah cara hidup untuk rukun, saling menghormati, menjaga dan bertoleransi tanpa harus menimbulkan konflik karena perbedaan yang ada. Dengan penguatan moderasi beragama diharapkan agar umat beragama dapat memposisikan diri secara tepat dalam masyarakat multireligius, sehingga terjadi harmonisasi sosial dan keseimbangan kehidupan sosial.

Keberhasilan Moderasi Beragama dalam kehidupan masyarakat Indonesia dapat terlihat dari tingginya empat indikator utama berikut ini serta beberapa indikator lain yang selaras dan saling bertautan:

Pertama, Komitmen kebangsaan. Penerimaan terhadap prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi: Pancasila, UUD 1945 dan regulasi di bawahnya.

Kedua,  Toleransi. Menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama.

Ketiga,  Anti kekerasan. Menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkan.

Keempat,  Penerimaan terhadap tradisi. Ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.

Urgensi moderasi beragama dalam kehidupan beragama dan berbangsa antara lain: memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, mengelola keragaman tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan, merawat Keindonesiaan dalam bingkai NKRI.

Pancasila menunjukan bahwa Indonesia selalu mengedepankan Tuhan dalam kehidupan bernegara. Dengan kata lain bukanlah negara sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan bernegara. Keberadaan sila pertama ini juga mengisyaratkan agar manusia melaksanakan berbagai kewajiban dan menjauhi larangan dari ajaran agamanya. Namun penting disadari bahwa pada konteks keyakinan beragama, masyarakat memiliki otoritas hak untuk dapat mengikuti dan mengimplementasikan kewajiban ajaran agama tanpa disertai paksaan. Nilai toleransi sangat dibutuhkan dalam membina tatanan kehidupan masyarakat yang demokratis di Indonesia.

Keberadaan nilai kemanusiaan yang termuat dalam sila kedua Pancasila paralel dengan nilai moderasi beragama berupa anti radikalisme (kekerasan). Hal demikian disebabkan dalam konteks moderasi beragama di Indonesia khususnya, term radikalisme dipahami sebagai ideologi yang berorientasi untuk mewujudkan perubahan sistem sosial dan politik melalui pelbagai bentuk kekerasan atas nama agama, baik kekerasan verbal, fisik, dan pikiran.

Ajaran islam yang moderat juga sesuai dengan sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” sebagai kesadaran umat beragama untuk menjaga semangat persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Muatan nilai persatuan dalam sila ketiga Pancasila dapat dikatakan memiliki titik temu dengan sikap komitmen kebangsaan yang menjadi bagian dari indikator moderasi beragama di Indonesia. Dimana komitmen kebangsaan merupakan salah satu indikator yang sangat urgen untuk dapat digunakan dalam melihat dan mengidentifikasi pola pikir dan sikap keberagamaan moderat seseorang atas loyalitasnya terhadap konsensus dasar kebangsaan, terutama penerimaannya terhadap eksistensi Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia. Tidak berhenti di sini, juga terkait semangat nasioanalisme dalam menerima pelbagai prinsip berbangsa yang termuat pada Konstitusi UUD 1945  dan pelbagai bentuk regulasi lainnya yang berlaku di Indonesia. Apalagi ditengah arus era globalisasi yang semakin berkembang pesat menjadikan arus paham dari luar negeri (internasional) berpotensi masuk ke Indonesia, baik  berupa paham yang positif maupun sebaliknya yang justru berseberangan dengan semangat nilai-nilai kebangsaan atau ideologi negara Indonesia sendiri. Pada konteks inilah, kesadaran paham dan sikap komitmen kebangsaan menjadi sebuah keniscayaan dalam rangka merealisasikan semangat kesatuan dan persatuan dalam bingkai kehidupan bernegara dan berbangsa di Indonesia.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *