Kita semua telah mengetahui bahwa kasih sayang adalah sebuah rasa yang melebihi dari pada bentuk simpati antara dua orang atau makhluk hidup dalam hubungan kejiwaan yang disebabkan oleh pengaruh eksternal.
Kita sebagai makhluk paling sempurna dibanding dengan makhluk lainnya tentu memiliki keiistimewaan tersendiri yang terdapat pada sisi jiwa baik dan buruknya termasuk perihal kasih sayang, yang memang harus ditanamkan dan di berikan kepada sesama makhluk .
Maka dari itu kita harus menanamkan rsa kasih sayang kepada siapa saja yang kita jumpai baik dari golongan manusia ataupun makhluk lainnya yang mana dari kasih sayang tersebut tercipta kepedulian, kedamaian dan rasa empati kepada makhluk lainnya. Tidak hanya itu, kasih sayang bisa mendorong manusia untuk membantu meringankan penderitaan yang dialami oleh manusia lainnya.
Akhlak kasih sayang merupakan akhlak terpuji lagi utama yang harus kita miliki. Keutamaan akhlak kasih sayang ini dapat kita pahami dari firman Allah SWT. Allah SWT berfirman:
“Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka ( orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan.” ( Q.S Al-Balad [90] : 17-18 ).
Sifat kasih sayang terlahir dari hati yang tipis (sensitif) dan kelembutan jiwa. Hatinya sangat peka terhadap perasaan yang dikehendaki oleh orang lain dan kelembutan jiwanya mendorongnya untuk memberikan sesuatu yang ia miliki kepada orang lain.
Inilah yang menjadikan orang memiliki sifat kasih sayang selalu memaafkan kesalahan orang lain, menolong orang yang mendapatkan musibah, membantu orang lemah, memberi makan kepada orang yang lapar, menghibur orang yang sedih, dan sifat baik lainnya.
Musalsal bil awwaliyyah (Penyampaian dengan Kasih Sayang)
Di zaman yang serba modern ini kita jarang menemui seorang guru atau seorang ahli ilmu yang benar-benar menyayangi muridnya dalam perihal mengajar ataupun mendidik, walaupun ada tentunya sudah sangat jarang kita temui, banyak kita temui murid yang melawan gurunya karna banyak sebab dan salah satu penyebabnya mungkin karna kurangnya perhatian seorang guru terhadap muridnya dalam perihal penyampain ilmu tersebut, kebanyakan guru hanya mengedepankan dalam hal menyampaikan ilmu saja tetapi dalam hal perhatian terhadap muridnya masih kurang, tidak sesuai dengan yang telah diajarkan ulama-ulama terdahulu kepada kita semua.
Maka dari itu dalam tulisan ini kita akan mengulas ulang pengajaran tentang Musalsal dengan kasih sayang menurut Abi Al Asybal Salim Ibn Ahmad Ibn Jindan dalam kitabnya yang berjudul Balabil Al-Akhbar Fi Salasili Al-Akhyar:
Beliau menjelaskan beberapa adab dalam musalsal (penyampain ilmu), yaitu mulai dari menanyakan nama, mengetuk pintu, mendoakan agar menjadi pelita yang menerangi, melihat dengan mata secara langsung, tersenyum, dan pertemuan. Beliau juga menjelaskan bahwa seorang guru bukan hanya untuk menyampaikan ilmu saja, akan tetapi lebih dari itu seorang guru juga harus mencontohkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang agar terjalin hubungan batin antar guru dan murid, seorang guru juga harus bersemangat dalam mengajar dan juga mengajarkan segala sesuatu yang penting dan bermanfaat, dan sewaktu-waktu membuat humor ketika mengajar dan tentunya tidak membedakan antara murid yang satu dengan yang lainya, dan bersabar dalam mengajarkan murid yang kurang dalam masalah pemahaman dan tidak terburu-buru.
Abi al-Asybal Salim Ibn Ahmad Ibn Jindan juga menjelaskan ada lima adab yang harus istiqomah diamalkan guru sebagai pengajar maupun pendidik.
Pertama, mengajar bukan karena tujuan ingin mendapatkan imbalan dan bukan pula karena mengharapkan ucapan terima kasih.
Kedua, mengingatkan murid akan akhlak yang buruk dengan ungkapan kasih sayang tidak secara terang-terangan, dan dengan ungkapan yang lemah lembut bukan celaan.
Ketiga, dianjurkan saat memberikan pelajaran, seorang guru menjelaskan secara gamblang agar bisa dipahami oleh semua murid, bahkan oleh murid dengan kemampuan daya tangkap rendah sekali pun.
Keempat, guru menyayangi murid-muridnya seperti mereka menyayangi anak-anaknya sendiri.
Kelima, hendaknya seorang guru berbuat sesuai dengan ilmunya, tidak mendustakan antara perkataan dan perbuatan.
Wallahu a’lam bi shawab.
No responses yet