Materi ini merupakan bagian dari pembahasan pada Pengajian Hadis Rutin Ahad malam di Masjid Raya Mujahidin Pontianak (15/8-2021). 

Nabi SAW. marah atau tidak suka apabila apa? 

Jawabannya ada pada hadis berikut ini, maka bacalah secara tuntas. 

Kali ini sampai pada pembahasan hadis yang bersumber dari Anas bin Malik, 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى نُخَامَةً فِي القِبْلَةِ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيْهِ حَتَّى رُئِيَ فِي وَجْهِهِ، فَقَامَ فَحَكَّهُ بِيَدِهِ فَقَالَ: إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ القِبْلَةِ فَلاَ يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ ثُمَّ أَخَذَ طَرَفَ رِدَائِهِ فَبَصَقَ فِيهِ ثُمَّ رَدَّ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَقَالَ: أَوْ يَفْعَلُ هَكَذَا

Sesungguhnya Nabi SAW. melihat dahak di arah kiblat, lalu Beliau tidak suka dengan kejadian itu sehingga tampak (marah)  kelihatan di raut wajahnya, maka Beliau mengorek (menghilangkan) dahak dengan tangannya sendiri. Lalu Beliau bersabda: “Sesungguhnya di antara kalian apabila berdiri dalam shalatnya, maka sesungguhnya ia sedang bermunajat (berdialog) dengan Tuhannya (Yakni Allah), atau sesungguhnya Tuhannya (Allah) berada d antara dirinya dengan kiblat itu, maka janganlah ia meludah ke arah kiblatnya. Akan tetapi, boleh meludah ke arah sebelah kirinya atau ke bawah kedua telapak kakinya. Atau ia mengambil ujung kain pakaiannya, lalu meludah di pakaiannya itu, kemudian melipatnya. Lalu Beliau bersabda: “atau melakukan begini”. (HR. Bukhari). 

Hadis ini masih bagian dari pembahasan sebelumnya mengenai Hal-hal yang dibolehkan marah ketika kehormatan agama dilecehkan. 

Secara umum hadis ini menjelaskan bahwa Nabi SAW. marah karena kehormatan agama dilecehkan, salah satunya adalah akhlak. Beliau marah karena sangat menjunjung tinggi akhlak, adab, tatakrama atau etika. Termasuk akhlak atau adab ketika meludah. Islam sangat peduli bahkan mengaturnya bagaimana seharusnya ketika meludah, tidak boleh sembarangan meludah, semaunya. 

Apalagi, ludah, air liur, dahak atau ingus adalah sesuatu yang kotor, walau bukan najis.

Dalam ilmu medis, barang ini mengandung bakteri yang bisa membawa virus dan penyakit, baik penyakit fisik maupun penyakit lingkungan. 

Nabi SAW. marah apabila ada orang yang cuek, tidak peduli atau mengabaikan akhlak, mengabaikan kebersihan dan kesehatan, serta mengabaikan kebersihan lingkungan. 

Secara khusus, beberapa hikmah dan pelajaran yang dapat diambil dari Hadis tersebut, antara lain: 

1. Nabi SAW. marah apabila meludah ke arah kiblat ketika sedang shalat. 

2. Tidak boleh meludah ke arah kiblat, karena arah kiblat adalah tempat kemuliaan. Sesungguhnya Allah berada di antara orang yang sedang shalat dan kiblat itu sendiri. 

3. Termasuk akhlak yang baik adalah memberikan perhatian dan penghargaan terhadap arah kiblat sebagai arah kemuliaan, arah ketika kita sedang shalat semuanya harus menghadap ke arah kiblat. Membuang ludah atau dahak kea rah kiblat berarti membuang kotoran ke arah kiblat, perbuatan ini termasuk pelecehan terhadap kemuliaannya, maka Nabi SAW. marah. 

Arah kiblat itu adalah salah satu sumber aura dan energi positif.  

Ketika menyembelih hewan saja, disunatkan menghadap ke arah kiblat. Apalagi ketika sedang berwudhu juga disunatkan menghadap ke arah kiblat. 

4. Secara tegas Nabi SAW. menjelaskan kemuliaan arah kiblat sehingga dilarang membuang ludah atau dahak ke arah kiblat, Beliau menjelaskan bahwa orang yang sedang shalat hakekatnya sedang bermunajat, sedang berdialog dengan Allah yang berada di sisi arah kiblat. 

Mengenai dialog antara orang yang sedang shalat dengan Allah dijelaskan dalam hadis Qudsi. Rasulullah SAW. bersabda: 

قَالَ اللهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ (الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ) قَالَ الله مَجَّدَنِي عَبْدِي (وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي) وإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ) قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ وإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ) قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ. 

Allah Ta’ala berfirman: Aku bagi shalat itu antara DiriKU dan hambaKu dua bagian, bagi HambaKu apa yang ia minta. 

Apabila hambaKU membaca: “(الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ). 

Allah Ta’ala menjawab: “HambaKu telah memujiKU.

Apabila hambaKu membaca: (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ)  

Allah Ta’ala menjawab:  HambaKu telah memuji atas diriKU. 

Apabila hambaKu membaca:  (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ)

Allah Ta’ala menjawab:  HambaKu telah memuliakan AKU. 

Apabila hambaKu membaca: (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ) 

Allah Ta’ala menjawab: Inilah antara DiriKU dan hambaKU, bagi hambaKU apa yang ia minta. 

Apabila hambaKu membaca: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ) 

Allah Ta’ala menjawab: Inilah untuk hambaKU, bagi hambaKU apa yang ia minta. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). 

5. Apabila air ludah atau dahak atau ingus menetes tak dapat ditahan akan keluar terus sementara dalam posisi sedang shalat, maka dibolehkan dengan cara meludah ke ujung kain pakaian, lalu dilipat. Lebih baiknya, apabila membawa kain sapu tangan atau tissu, maka boleh meludah dan mengeluarkan dahak atau ingus ke kain sapu tangan atau tissu, lalu dimasukkan ke dalam kantong, sehingga tidak mengenai dan tidak mengganggu orang lain.  Meludah atau membuang ingus dalam masjid yang akan mengenai lantai, dinding atau bagian dari masjid adalah suatu dosa. Rasulullah SAW. bersabda: 

الْبُصَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا

Meludah dalam masjid adalah dosa, penebusnya adalah menimbunnya (membuang). (HR. Nasai dari Anas). 

Apabila posisinya di luar shalat, maka meludah juga tidak boleh ke arah depan, arah kiblat atau ke kanan sebab arah kanan tempat malaikat mulia yang mencatat kebaikan. 

Sebaiknya meludah ke arah kiri, atau ke bawah telapak kaki yang akan ditutupi, atau lalu disemprot pengharum. 

Dalam hadis di atas, pada kalimat terakhir, sabda Nabi SAW.: “atau melakukan begini”. Maksudnya, melakukan semprotan pengharum, setelah meludah di tempat yang selayaknya, seperti di arah sebelah kirinya. 

Apabila di sebelah kiri ada manusa, maka itu pun dilarang meludah ke arah kiri, sebab manusia lebih mulia daripada malaikat. 

Lebih dilarang lagi adalah meludahi manusia, sebab itu adalah pelecehan terhadap manusia dan kemanusiaan. 

Perbuatan seperti ini adalah perbuatan tercela dan hina. 

Sebaiknya mencari tempat yang kosong dan aman lalu meludah ke arah kiri, bawah atau ke belakang. 

Dengan mengikuti adab atau akhlak dalam meludah sebagaimana tuntunan agama tersebut, Rasulullah SAW. pasti senang melihat kelakuan baik kita dan akan mendapatkan pahala dan nilai kebersihan dan kesehatan. 

Semoga Allah selalu menuntun semua gerak langkah kita dalam meneladani akhlak Rasulullah SAW. 

Semoga Bermanfaat

Pontianak, 15 Agustus 2021

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *