Setelah Maulana menemui Syekh Ghulam beliau menyuruh saya menemani Syekh. Beliau memberi tahu akan menemui syarifah dan tamu lain sebentar.

Setelah menemui tamu, beliau kembali ketempat Syekh Gulam duduk. Namun melihat kami asyik mengobrol dengan tamu, urung duduk, kemudian beliau ke ruang bawah. Kurang dari satu jam, dengan baju rapi beliau ke tempat kami duduk.

Beliau memakai baju sangat bagus. Kalau rapih, necis, memang ciri khas beliau sejak belia. Lihat saja dari foto-foto lawas. Tapi beliau memakai baju yang biasa beliau gunakan ke acara resmi. Rupanya beliau akan membaca ijazah al-Quran, Kutub Sitah, Syarah, doa-doa dan ijazah lainnya dari Syekh Ilyas al-Qadiriy dari Pakistan, yang disampaikan melalui muridnya Syekh Gulam.

Setelah membaca beliau melafalkan, قبلنا الاجازة, saya menerima Ijazah. Kemudian menyampaikan ucapan terimakasih sekitar 1 menit yang direkam untuk kemudian dikirim kepada Syekh Ilyas Atar al-Qadiri di Pakistan.

Beliau nampak gembira menerima kedatangan Syekh Gulam. Sependek pengamatan al-faqir (saya), beliau senang ada generasi baru yang siap melanjutkan dakwah untuk menyeru kecintaan kepada Nabi saw, kepada aulia dan ulama serta menyeru umat untuk giat membaca sholawat Nabi.

Selain menyampaikan ijazah, kedatangan Syekh Ghulam juga memohon bimbingan, dan arahan beliau Maulana Habib dalam berdakwah. Syekh Ghulam juga menyampaikan terjadi penolakan dimasjid-masjid kepada beliau. Karena dicurigai Wahabi. Kemudian Syekh Ghulam meminta surat pengantar dari Habib untuk menghindari penolakan.

Maulana menjawab, pakaian yang digunakan Syekh Ghulam, sebenarnya pakaian adat dibeberapa negara, seperti Pakistan, Afganistan, India dan beberapa daerah lain. Tapi baju itu dan jenggot, di Indonesia menjadi ciri khas Wahabi. Kata beliau, tidak perlu surat pengantar, cukup sampaikan saja bahwa “saya pengamal thariqat Qadiriyah atau Jistiyah. Bila masih sangsi silahkan tanya kepada Habib Luthfi”. Syekh Ghulam nampak gembira mendengar suport dari Maulana.

Salah satu murid Syekh Ghulam berasal dari Aceh. Kemudian Maulana bercerita tentang sejarah Aceh. Menurut Maulana, Aceh adalah daerah pertama penyebaran Islam, wali 9 di Jawa tidak terlepas dari silsilah ulama yang menyebarkan Islam di Aceh. Sayang kemudian ada ribuan kuburan ulama yang hilang tertimbun karena lamanya masa dan tidak dipelihara. Akhirnya menjadi masuk sebagian kelompok non ahli sunah wal jamaah.

Beliau berkisah penyebaran Islam dari Yaman ke India, Champa sampai Wali songo dengan sangat detail. Bahkan di India, ada daerah yang bernama Mutan, kota Tarimnya di India. Disana ada ribuan wali. Kata beliau, “saya pernah ziarah kesana”. Beliau juga menyebut banyak kota di Pakistan dan India.

Kata Maulana, sebagai umat Islam, apalagi umat Nabi saw. Seharusnya membuat orang Cinta terhadap Islam. Beliau menganalogikan, sebuah pernikahan tanpa dilandasi saling Cinta tidak akan membuat pasangan saling memberi dan saling menerima. Pasti ada jarak. Melalui simpati dan cinta orang tidak akan keberatan untuk masuk dalam naungan Islam. Kata Maulana, itu semua bisa dilakukan dengan memasukan rasa senang terhadap jiwa setiap orang.

Kemudian Syekh Ghulam bertanta, bagaimana membuat orang cinta pada Islam? Bagaimana memasukan rasa senang kepada setiap orang?

Maulana menjawab, لكل انسان تاج, Setiap orang mempunyai mahkota, dan mahkota paling hebat adalah akhlak. Keramah tamahan, senyum, wajah cerah. Walaupun kepada orang yang tidak kita kenal. Ini menjadi pintu masuk dari perjumpaan pertama antara dua hati.

تاج هو الاخلاق والادب النبوية. تنظر الامة بعين الرحمة لا بعين العدواة.

“Mahkota itu adalah akhlak, dan etika kenabian. Kemudiam melihat setiap individu umat dengan kasih sayang bukan dengan pandangan permusuhan”.

Kemudian Maulana menjelaskan perangai Nabi yang ramah, selalu ceria, tidak pernah muram atau kecut. Setiap orang yang melihat wajah dan berjumpa beliau saw pasti terkesan. Wajah Nabi meninggalkan kesan mendalam pada setiap orang yang beliau jumpai.

Katau beliau bagaimana tidak, Nabi saw

أول من نظر وجه الله نظرا كاملا.

“Beliau saw adalah manusia pertama yang melihat ‘wajah’ Allah dengan penglihatan sempurna”. Kemudian beliau mengeksplorasi kisaj Mikraj Nabi saw.

Murid Syekh Ghulam bertanya mengenai ajaran Wahdatul Wujud. Ajaran ini diajarkan beberapa kelompok di Aceh.

Maulana menjawab: “Wahdatul wujud ini kelas tinggi, bukan lagi s3, kalau ada mungkin s7 atau diatasnya. Itu jika ada. Kemudian beliau menjawab lebih jelas dengan mengajukan pertanyaan.

هل كلمة أنا قائم بنفسه؟ لا . اما كلمة انا غير الله وجوده بعد العدم والفناء ولكن من خلق كلمة أنا أبدي الوجود.

“Apakah kata ‘Aku’ berdiri sendiri? Tentu tidak. Karena kata ‘Aku’ selain Allah, ada setelah tiada. Akan tetapi sang pencipta ‘Aku’ ada tidak bermula dan tidak berakhir”.

Beliau juga menjawab kelompok di Aceh yang menerjemahkan kata هو dalam ayat قل هو الله أحد, dengan Muhammad. Kata beliau bagaimana mungkin, bukannya Nabi menjadi Mukhatab istihdhar (komunikan) dari perintah قل, “katakan”. Jadi tidak mungkin هو adalah Muhammad, هو sudah pasti adalah الله.

Syekh Ghulam menanyakan mendengar cerita saya kalau Abah makan 1 kali sehari.

Maulana menjawab:

الاول النفس يسال هذا وهذا وهذا واجاب هذه السؤال مرة.

والثاني سرعا لتنجانب الحرام والشبهة

والثالث ياكل مرة واحدة لكمل الشكر.

Ada tiga jawaban, pertama secara manusiawi. Nafsu selalu mendikte ingin makan ini, minum itu dan seterusnya. Saya menjawab permintaan nafsu itu dengan sekali makan. Tidak menuruti sampai 3 kali makan.

Kedua, menurut syariat. Dengan makan satu kali, saya sudah berusaha menjauhi haram dan syubhat. (Karena jika yang dimakan syubhat Allah mengampuni karena makan satu kali bersifat darurat libhifdz nafs. Dalam kurung uraian saya).

Ketiga, satu kali makan agar bisa bersyukur. Ucapan alhamdulillah setelah makan lebih bermakna. Mengucapkan alhamdulillah setelah sendawa makan tiga kali seperti bergurau kepada Allah.

Lalu Syekh Ghulam bertanya. Bagaimana bisa bersabar menahan lapar, sedangkan kami makan sampai 3 kali sehari.

Maulana menjawab:

وكيف نصبر على الجوع؟ وربنا يعطينا الجنة .وهل شبع اكبر من الجنة.

لذا نحب جدا بمولد النبي صلى الله عليه وسلم. ونحب الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم. من لم يشكر الناس لم يشكر الله.

“Bagaimana bersabar atas lapar? Bukankah Allah memberi kita surga? Apakah kenyang lebih berharga dari surga? Ini sebagai rasa syukur. Oleh sebab itu saya sangat suka maulid Nabi dan membaca sholawat bukankah barang siapa yang tidak bisa bersyukur kepada manusia ia tidak bisa bersyukur kepada Allah”.

Kemudian Maulana juga mengingatkan cinta tanah air dan menjaga persatuan dan kesatuan. Kata Maualana, “Itu daerah yang menuntut merdeka-merdeka, itu kalau betul merdeka, lalu apa sudah punya tank dan kapal-kapal untuk pertahanan. Jadi sebenarnya dibelakang mereka itu siapa (beliau menyebut daerah dan negara).

Syekh Ghulam mengucapkan terimakasih atas waktunya yang berharga. Dan tokoh besar seperti Anda berkenan melayani orang kecil seperti saya, كلامكم ثمين وجميل, perkataan Anda sungguh berharga dan indah, kata syekh Ghulam.

Maulana menjawab:

لا يوجد كبار الا من صغار. .

“Tidak ada orang besar kecuali mulai dari kecil dahulu.

Percakapan menggunakan bahasa Arab. Apa yang saya tulis merupakan terjemah dari redaksi asli. Demikian nasihat yang bisa saya rangkum. Semoga bermanfaat. Copas mohon sertakan nama agar tulisan tetap bertuan.

Ahmad Tsauri

Pekalongan, 16 Februari 2019.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *