Bersama Kyai Mujib Hasyim Jamhari, Pengasuh Pondok Pesantren Dzikrul Ghofilin Al-Hasyimiyyah Danawarih Balapulang Tegal dan Rais Syu’biyah Kabupaten Jamiyyah Ahlu Thoriqoh Al-Mu’tabaroh an-Nahdliyah (JATMAN) Kabupaten Tegal.
Kyai Mujib adalah Alumni Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, Pondok Pesantren Ad-Dalhariyyah Gunungpring Magelang. Selain mengasuh pesantren, beliau menggeluti dunia pengobatan tradisional yang berbahan baku rempah-rempah. Hasil dari penjualan ini ditasarufkan untuk kemaslahatan pesantren yang namanya dinisbatkan kepada Majelis Dzikir yang didirikan KH. Hamim Jazuli (Gus Miek) dan ayahanda Gus Mujib, KH. Hasyim Jamhari.
Diskusi ini berjalan cukup seru sampai tak terasa adzan subuh berkumandang. Banyak sekali khasanah keilmuan dan mutiara hikmah yang kami dapatkan dengan bermulazamah dengan santri kesayangan Nyai Hj. Rodliyah Jazuli (Istri KH. Djazuli Usman, Pendiri Pondok Pesantren Al-Falah, Ploso, Mojo, Kediri) dan Nyai Hj. Nur bin Nahrowi Dalhar (Putra KH. Mbah Dalhar Watucongol, Muntilan, Magelang) ini.
Pada kesempatan ini kami memaparkan tentang jejaring keilmuan masyayikh Nusantara khususnya dalam Tahfidz Al-Qur’an. Khususnya KH. Arwani Amin yang menjadi guru dari istri Gus Mujib. KH. Arwani Amin adalah sosok yang luar biasa adalah sosok yang luar biasa yang mampu memadukan tiga keilmuan yang dianggap hal yang terpisah, yakni Tahfidz Al-Qur’an, Pemahaman Kitab Salaf, dan Tarekat.
Al-Qur’an dipelajarinya dari KH. Munawwir Krapyak Jogjakarta (sampai tahapan Qiro’ah Sab’ah) dan Syekh Abu Suud Polanharjo Klaten. Pemahaman Kitab Salaf didalami dari Ulama Kudus seperti KH. Asnawi Kudus (Pengarang Fasholatan), KH. Idris Jamsaren Surakarta, KH. Hasyim Asy’ari Tebuireng, Jombang. Sementara dunia tarekat diselaminya selama 10 tahun dibawah bimbingan KH. Manshur Popongan Klaten, Mursyid Thariqah Naqsabandiyyah Kholidiyyah.
KH. Arwani Amin dikenal sebagai Kyai Lokal berlevel Internasional. Karena sampai saat ini belum tercatat beliau belajar di Timur Tengah, namun karyanya diakui ulama dunia. Putra KH. Amin Sa’id adalah sosok teladan yang karyanya mendunia lewat Faidh Barokat fi Sab’i Qiroat yang telah diakui oleh ulama sekaliber masyayikh Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir. Karya KH. Amin Sa’id Faidh Barokat fi Sab’i Qiroat yang mengundang decak ulama sekaliber masyayikh Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir, ketika Ustadz Agus Salim, MA mengajukan kitab yang ditulis Kyai Arwani ketika nyantri di Krapyak ini sebagai tesis di kampus islam terbaik dunia ini.
Tak cukup itu, secara nasab Kyai Arwan masih terhitung trah Tokoh Utama Perang Jawa (1825-1830) Pangeran Diponegoro lewat jalur ibunya yakni Hj. Wanifah binti Rasimah binti Sawijah binti Pangeran Diponegoro. Dengan gurunya KH. Munawwir nasabnya bertemu pada Sunan Amangkurat IV (Jawa) yang selain memiliki putra Sultan Hamengkubuwono I (Pangeran Mangkubumi) yang menurunkan Raden Mas Mustahar (Nama Lain Pangeran Diponegoro), juga memiliki putra lain yang menjadi ulama yakni Mbah Nur Iman Mlangi Jogjakarta (Pendiri Masjid Pathok Negoro) yang berputra Kyai Hasan Besari berputra KH. Abdullah Rosyid yang merupakan ayahanda KH. Munawwir.
Tak jauh dari pesantren Kyai Mujib, terdapat makam Mbah Sayyidurrohman, Ulama yang hidup pada zaman Raden Patah, Raja Pertama Kerajaan Demak yang berada di atas bukit. Turun ke bawah terdapat makam Ki Gede Sebayu, Pendiri Kabupaten Tegal. Beliau adalah keturunan darah bangsawan dari Batoro Katong atau Syech Sekar Delima (Adipati Wengker Ponorogo). Ayahnya bernama Pangeran Onje (Adipati Purbalinga). Sejak kecil, Ki Gede Sebayu diasuh oleh eyangnya yaitu Ki Ageng Wunut yang selama hidupnya menekuni Agama Islam.
Hal ini membawa dampak bagi perkembangan Ki Gede Sebayu yang tumbuh menjadi anak yang berperilaku ramah dan santun. Setelah menginjak dewasa, Ki Gede Sebayu oleh ayahnya disuwitakan di Keraton Pajang yaitu Kasultanan Adiwijaya. sebagai prajurit tamtama sehingga Ki Gede Sebayu memperoleh pendidikan keprajuritan dan ilmu kanuragan. Ketika Aryo Pangiri berkuasa menggantikan Kesultanan Pajang, Ki Gede Sebayu pergi meninggalkan Pajang menuju Desa Sedayu. Ki Gede Sebayu mempunyai 2 orang anak yaitu Raden Ayu Rara Giyanti Subhaleksana menikah dengan Ki Jadug (Pangeran Purbaya) dan Raden Mas Hanggawana.
Dikutip dari laman Wikipedia.com, Ketokohan Ki Gede Sebayu mulai tampak ketika terjadi perang antara Kerajaan Pajang dan Jipang. Ki Gede Sebayu bergabung dengan prajurit Mataram bersama Pangeran Benowo untuk menyingkirkan Aryo Pangiri. Ketika itu Ki Gede Sebayu dengan tombak pendeknya menyerang prajurit Pajang sehingga banyak yang tewas dan akhirnya Aryo Pangiri menyerah dan diusir dari Keraton Pajang. Kemudian Keraton pajang diserahkan kepada Pangeran Benowo.
Setelah selesai pertempuran (1587), Ki Gede Sebayu dan pengikutnya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke arah barat dan sampai di Desa Taji (wilayah Bagelan) disambut oleh Demung Ki Gede Karang Lo. Kemudian melanjutkan perjalanan ke Banyumas (Kadipaten Purbalingga) untuk ziarah ke makam ayah Ki Gede Sebayu dan akhirnya sampai di Desa Pelawangan kemudian menyusuri pantai utara ke arah barat dan sampailah di Kali Gung (Padepokan Ki Gede Wonokusumo). Kedatangan Ki Gede Sebayu bersama rombongan yang bermaksud “mbabat alas” membangun masyarakat tlatah Tegal disambut gembira oleh Ki Gede Wonokusumo. Ki Gede Sebayu mulai menyusun rencana dan strategi untuk melakukan pembangunan yaitu :
Mengatur penempatan para pengikutnya sesuai dengan ketrampilan dan keahlian.
- ahli kerajinan dan pertukangan ditempatkan di pusat perniagaan dan perdagangan
- ahli pertanian ditempatkan di daerah pertanian yaitu dataran rendah dan tinggi
- ahli kemasan, ahli tenun (termasuk keluarga Ki Gede Sebayu) .
Mencoba membudidayakan pertanian basah (persawahan irigasi) dengan membuat bendungan Kali Gung untuk mengairi persawahan penduduk dengan nama Bendungan Wangan Jimat, selain itu membuat Kali Jembangan, Kali Bliruk dan Kali Wadas yang terletak di Dukuh Kemanglen dengan sebutan Grujugan Curug Mas.
Untuk memenuhi kebutuhan rohani, Ki Gede Sebayu membangun masjid dan pondok pesantren di Dukuh Pesantren sebagai tempat kegiatan agama. Di sinilah diajarkan cara membaca Al-Qur’an, pengajian yang mengajarkan kewajiban muslim dalam menjalankan agamanya.
Memberikan penamaan terhadap wilayah sesuai dengan kondisi daerah, seperti : Danawarih yang berarti memberi air, Slawi berarti tempat berkumpulnya para satria yang berjumlah selawe atau dua puluh lima yang dalam perkembangannya menjadi pusat kekuasaan (pangreh praja) di Kabupaten Tegal.
Begitu besar jasa Ki Gede Sebayu dalam membangun tlatah Tegal, maka oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng Panembahan Senopati Sayyidin Penata Gama Ratu Bimantoro di negeri Mataram diangkat menjadi Juru Demang setarap dengan Tumenggung di Kadipaten Tegal pada Rabu Kliwon tanggal 18 Mei 1601 Masehi atau tanggal 12 Robiul Awal 1010 Hijriyah atau 1524 Caka.
Sejarah Singkat Ki Gede Sebayu bisa disimak di laman berikut https://www.candrajunie.com/2018/07/ki-gede-sebayu-pendiri-tegal.html?m=1
No responses yet