Peringatan Nuzulul Qur’an identik dengan tanggal 17 Ramadhan. Penanggalan ini merujuk pada turunnya ayat Al-Qur’an yang pertama yakni ayat 1-5 surat Al-‘Alaq. Dalam kitab Tibyan fi Ulum Al-Qur’an dijelaskan bahwa hari ke-17 Ramadhan saat Nabi Muhammad berumur 40 tahun adalah awal mula turunnya Al-Qur’an.
Di Indonesia, peringatan Nuzulul Qur’an secara nasional telah ada sejak era Soekarno. Ada beberapa dokumen pidato Soekarno yang berhasil terarsip, setidaknya ada lima pidato yang terangkum dalam buku Bung Karno dan Wacana Islam (Kenangan 100 Tahun Bung Karno). Masing-masing berjudul; “Islam, Agama Amal” (15 Maret 1960), “Al-Qur’an Membentuk Manusia Baru” (6 Maret 1961), “Mencari dan Menemukan Tuhan” (12 Pebruari 1963), “Api Islam, Motor Terbesar Umat Manusia” (1 Pebruari 1964) dan “Islam Adalah Agama Perbuatan” (10 Januari 1966).
Meski begitu, Aboebakar Atjeh melalui bukunya Sedjarah Al-Qur’an mencatat pada tahun 1948 Soekarno dan Moh.Hatta telah menyelenggarakan peringatan Nuzulul Qur’an, tepatnya pada 17 Ramadhan 1367 H. Saat itu, peringatan Nuzulul Qur’an juga sebagai upacara penulisan Mushaf Pusaka, sebuah mushaf resmi kenegaraan yang pertama kali ada di Indonesia. Bukan hanya sekedar upacara biasa, Soekarno dan Moh.Hatta turut menggoreskan beberapa huruf pada basmalah ayat pertama surat Al-Fatihah.
Dalam artikel ini, mari kita menengok kembali pidato Nuzulul Qur’an Soekarno pada tahun 1960 dengan judul “Islam, Agama Amal”. Di awal pembukaan, Soekarno mengucapkan terima kasih atas penyerahan Mushaf Pusaka, terkhusus pada Aboebakar Atjeh yang turut mengawal penulisan Mushaf Pusaka dari awal penulisan tahun 1948 hingga penyerahan tahun 1960.

Sumber gambar: rosodaras.wordpress.com
Kemudian Soekarno mengutip pendapat Thomas Carlyle, seorang penulis, filsuf sekaligus sejarawan Inggris yang berbicara tentang Al-Qur’an:
“Bahwa djustru makna daripada kata-kata, aksara-aksara yang tertulis didalam kitab Qur’an itu, membuat padang pasir jang tadinya sekedar pasir, meledak dan api ledakannja itu dilihat oleh kemanusiaan ditudjuh pendjuru daripada dunia.”
Setelah itu Soekarno menjelaskan makna surat Al-Fatihah, yang disebut sebagai simpulan isi Al-Qur’an. Ia mengajak kepada seluruh audiens untuk memuji Allah yang merajai hari akhir seperti dalam ayat Maliki Yaumi al-din, untuk memohon petunjuk di jalan yang benar, bukan jalan yang dimurkai, seperti ayat Ihdina as-Shiratal Mustaqiim, Shirata al-ladzina an ‘amta ‘alaihim ghairi al-Maghdhubi ‘alaihim wa la al-Dhallin.
Soekarno kemudian mengucapkan;
“Perhatikan Saudara-saudara, kita didalam surat Al-Fatehah itu, dengan mengutjapkan kalimat-kalimat daripada surat Al- Fatehah itu memuhun petundujuk, memuhun diberitahu oleh Allah SWT akan djalan jang benar, bukan djalan jang dimurkai. Dan Tuhan memberitahu djalan, Tuhan memberitahu djalan itu, antara lain diseluruh Al-Qur’an itu tiap-tiap surat, tiap-tiap kalimat, tiap-tiap kata daripada Qur’an itu adalah petundjuk, ini adalah djalan jang benar, itu adalah djalan jang salah.”
“Tetapi kita, apakah kita tjukup dengan kita mendapat petundjuk: itulah djalan jang baik? Itulah djalan jang salah? Tidak! Saudara-saudara kita harus berdjalan diatas djalan itu, sesudah kita mendapat petundjuk dari Allah SWT, akan djalan jang benar, kita tidak hanja tjukup dengan (itu), sekarang kitaakan mendapat pahala, sekarang kita akan mendapat kenimatan hidup duniawi dan achirah. Kita harus berdjalan melalui djalan jang benar itu. Djangan melalui djalan jang tidak benar. Dus kita harus berdjalan, dus harus berbuat, dus kita beramal, tidak tjukup kita hanja mengetahui mana djalan jang benar.”
Lantas Soekarno menyebut bahwa Islam adalah agama amal (Islam is the Gospel of action). Tak luput juga, untuk menjelaskan agama amal ini, Soekarno kembali pada surat Al-Fatihah. Khususnya pada sifat Allah yang Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Ia pun menjelaskan perbedaan istilah Ar-Rahman dan Ar-Rahim.
Ar-Rahman dimaknai sebagai sifat Tuhan yang memberi kenikmatan kepada manusia sebagai wujud cinta Tuhan kepada hamba, tanpa perlu beramal apa-apa. Seperti halnya bayi yang baru lahir, ia lahir mendapatkan rahmaniyah dari Allah SWT. Oleh karena itu bisa menghirup udara dan mendapatkan berbegai asupan makanan tanpa perlu beramal dahulu.
Sedangkan Ar-Rahim dimaknai sebagai ganjaran atas amal-amal hamba-Nya. Seperti contoh seseorang yang memiliki sawah padi, kemudian ia menanaminya, merawat tanahnya, memanennya, kemudian dijadikan beras untuk dikonsumsi oleh istri, anak dan keluarga, bahkan padi tadi bisa dijual untuk mendapatkan uang dan membelikan pakaian. Demikian Soekarno memaknai Al-Fatihah sebagai basis paham agama amal. Ia pun menyeru pada audiens untuk saling menolong dan beramal.
Wallahu a’lam bi al-Shawab
No responses yet