Umumnya, sedekah itu dilakukan oleh orang kaya terhadap orang miskin. Karena, wajarnya saja, orang berharta melimpah itulah yang bisa bersedekah. Ini hal biasa dan lumrah. Lalu, bagaimana dengan orang miskin dan tak berkecukupan, tetapi bersedekah? Tentu, ini nilainya berbeda, sebab perbedaan tingkat kepayahan dan kesusahannya.
Orang kaya dan berlimpah harta tentu bersedekah dengan Kelebihan dari yg sekedar yg dibutuhkannya. Tetapi, orang miskin itu bersedekah dengan Mengorbankan apa yg amat dibutuhkannya, demi orang lain. Sehingga, orang miskin yang bersedekah lebih istimewa dan lebih keren.
Berikut ini sebuah hadis Sahih dalam kitab Sahih Al Bukhari mencatatkan si miskin yang bersedekah, dan ini terbilang begitu istimewa hingga diabadikan di dalam Al Qur’an;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ؛ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَعَثَ إِلَى نِسَائِهِ، فَقُلْنَ: “مَا مَعَنَا إِلاَّ الْمَاءُ!”
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ يَضُمُّ أَوْ يُضِيفُ هَذَا؟” فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الأَنْصَارِ: “أَنَا”
فَانْطَلَقَ بِهِ إِلَى امْرَأَتِهِ، فَقَالَ: “أَكْرِمِي ضَيْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ” فَقَالَتْ: “مَا عِنْدَنَا إِلاَّ قُوتُ صِبْيَانِي”فَقَالَ: “هَيِّئِي طَعَامَكِ، وَأَصْبِحِي سِرَاجَكِ، وَنَوِّمِي صِبْيَانَكِ إِذَا أَرَادُوا عَشَاءً”.
فَهَيَّأَتْ طَعَامَهَا، وَأَصْبَحَتْ سِرَاجَهَا، وَنَوَّمَتْ صِبْيَانَهَا، ثُمَّ قَامَتْ كَأَنَّهَا تُصْلِحُ سِرَاجَهَا؛ فَأَطْفَأَتْهُ، فَجَعَلا يُرِيَانِهِ أَنَّهُمَا يَأْكُلانِ، فَبَاتَا طَاوِيَيْنِ.
فَلَمَّا أَصْبَحَ غَدَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: “ضَحِكَ اللَّهُ اللَّيْلَةَ أَوْ عَجِبَ مِنْ فَعَالِكُمَا” فَأَنْزَلَ اللَّهُ: ﴿ وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ ﴾ [الحشر: 9]
Dari Abu Hurairah ( W. 59 H. ) berkata :
Bahwasanya ada Seseorang datang kepada Nabi Shallallohu ‘alaihi wa sallam, maka Rasulullah pun menghubungi istri-istrinya, lalu istri-istrinya berkata:
“Tidak ada pada kami sesuatu kecuali hanya air saja.”
Lalu Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam berkata (kepada para shahabatnya): “Siapa yang mau mengambil atau menjamu (tamuku) ini?”
Maka berkatalah seseorang (konon, namanya Tsabit ibn Qays) dari kalangan Anshar (pribumi Madinah): “Saya”.
Kemudian dia pergi bersamanya ke istrinya lalu berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam!”
Istrinya berkata: “Tidak ada apa-apa pada kita, kecuali hanya makanan untuk anak-anak kecil kita”.
Sang suami berkata: “Siapkan makananmu, nyalakan lampumu, tidurkan anak-anakmu jika mereka ingin makan malam.”
Maka, Sang istri pun bergegas menyiapkan makanannya, menyalakan lampunya dan menidurkan anak-anaknya. Kemudian ia berdiri seakan-akan sedang memperbaiki lampunya; lalu ia pun mematikan lampu tersebut, keduanya berbuat seakan-akan terlihat sedang makan. Maka, akhirnya Suami-Istri itu pun tidur dalam keadaan lapar yang amat sangat.
Maka tatkala pagi harinya, sang Suami pun pergi menghadap ke Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam. Lalu, Rasulullah Shallallohu ‘alaihi wa sallam berkata: “Allah senang (dengan yang dilakukan) pada malam itu, atau Allah ridho terhadap apa yang kalian berdua kerjakan (malam itu)”.
Maka, perbuatan istimewa ini pun diabadikan dalam Al-Qur’an; (yang maknanya;) “Dan mereka (Anshar/Muslim pribumi) mengutamakan orang-orang muhajirin/muslim pendatang yang miskin, (mengalahkan) atas diri mereka sendiri, Meskipun mereka sendiri dalam kesusahan. Dan, siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S: Al-Hasyr: 9).
Subhanallah, semoga Allah ta’ala meneguhkan hati kita dan meringankan tangan serta langkah kita untuk berderma, berbagi keberuntungan dan kenikmatan, dan memperekah lebar senyum sesama.
Wallahu a’lam bis shawab.
No responses yet