“Pohon-pohon memenuhi seruannya sambil bersujud.
Berjalan mendekatinya di atas betis-betis tanpa kaki”
Demikian salah satu bait syair yang ditulis Imam Bushiri dalam Qasidah Burdah. Tidak cukup tinta dan kata-kata untuk melukiskan keagungan dan kemuliaan Baginda Nabi Muhammad SAW. Riwayat kuat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad lahir pada senin malam 12 Rabiul Awal, alam semesta pun tersenyum menyambut kelahirannya. Insan kamil yang kelahirannya berdampak besar dalam tatanan kehidupan manusia, mulai belahan bumi matahari terbit hingga belahan bumi matahari terbenam.
Salah satu bukti sejarah bahwa kelahiran Nabi Muhammad SAW membawa perubahan besar kehidupan adalah kondisi kehidupan perkampungan Bani Sa’d. Perawi sirah sepakat bahwa perkampungan Bani Sa’d pada saat itu dilanda kemarau panjang, menyebabkan rusaknya pertanian dan binasanya binatang ternak. Saat Nabi Muhammad SAW menetap di perkampungan tersebut dan tinggal di rumah Halimahtussakdiah binti Abu Dzu’aib, tanaman di sekitar rumah Beliau tinggal mulai tumbuh subur, binatang binatang ternak pulang kandang dengan perut kenyang dan air susu melimpah. Ini hanya sebahagian dari kisah istimewa kehadiran baginda Nabi Muhamamd SAW, mempelajari sirah kehidupan Nabi akan membuka tabir tabir lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah adalah manusia sempurna utusan Allah.
Mempelajari sirah adalah suatu keniscayaan untuk tumbuh kembang rasa cinta yang mendalam kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, Penghulu alam semesta. Syekh Ramadhan al-Buthi dalam kitab fiqh as-Sirah an-Nabawiyah Ma’a Mujaz Litarikh al-Khulafaur ar-Rasyidin menyebutkan bahwa setidaknya ada lima tujuan khusus mempelajari sirah Nabi.
Pertama, untuk memahami kepribadian Nabi Muhammad SAW dengan cara mempelajari kehidupannya, situasi dan kondisi masa Beliau hidup sehingga dapat menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW bukanlah sosok yang cerdas pada masanya, tetapi menunjukkan bahwa Beliau adalah Rasul yang mendapat dukungan penuh dari Allah dengan wahyu serta taufik-Nya.
Kedua, Agar setiap muslem menemukan potren ideal yang menjadi teladan dalam menjalani seluruh aspek kehidupan, dijadikan pedoman utama dari setiap aktivitas. Tidak diragukan lagi, setiap orang yang mencari contoh ideal dalam salah satu aspek kehidupan, niscaya orang tersebut pasti menemukan Nabi Muhammad SAW sebagai figur ideal.
Ketiga, memahami sirah Nabi merupakan salah satu jalan memahami kitabullah, sehingga kita bisa merasakan semangat dan maknanya. Sebab, banyak al-Qur’an hanya dapat ditafsirkan dan dijelaskan dengan mencermati berbagai kejadian yang dialami Rasulullah, serta bagaimana Beliau bersikap menghadapi peristiwa itu.
Keempat, Agar setiap Muslim dapat menghimpun porsi terbesar wawasan dan pengetahuan Islam yang benar, baik yang terkait dengan akidah, hukum maupun akhlak. Sebab, seluruh kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah gambaran dari seluruh prinsip prinsip hukum Islam.
Kelima, dengan memahami sirah Nabi para pendidik pendakwah memiliki contoh yang hidup tentang bagaimana mendidik dan mengajar. Sebab, Nabi Muhammad SAW adalah pendidik, pemberi nasehat sekaligus pengajar utama yang tidak mengenal lelah dalam menyalankan misi dakwah.
Pentingnya sirah Nabi telah menjadi perhatian serius para Ulama, periode awal ulama yang fokus menuliskan sirah Nabi diantaranya adalah Urwah bin Az-Zubair (w.92 H), Abban bin Usman bin Affan (w.105 H), Wahb bin Munabbih (w.110 H), Syurahbil bin Sa’d (w.123 H) dan Ibnu Syihab Az-Zuhri (w.124H). Seiring perkembangan zaman, penulisan sirah terus berlanjut pada masa modern, bahkan timbul beragama pemahaman dan pendekatan dalam mempelajari sirah Nabi. Syekh Ramadhan al-Buthi dalam kitabnya fiqh as-Sirah an-Nabawiyah Ma’a Mujaz Litarikh al-Khulafaur ar-Rasyidin telah mendokumentasikan keragaman tersebut.
Hasil karya ulama terdahulu telah banyak menghasilkan kitab kitab yang mengisahkan Kehidupan mulia Nabi Muhammad SAW, di Indonesia setidaknya ada beberapa kitab maulid yang sering dibaca yaitu, kitab Maulid Barjanzi yang ditulis oleh Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji. Kitab Maulid Diba’ yang ditulis oleh Wajihuddin ‘Abdur Rahman bin ‘Ali bin Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf bin Ahmad bin ‘Umar ad-Diba`i dari Yaman, kitab maulid Simthud Durar yang ditulis oleh al-Imam al-Arifbillah al-Qutb al-Habib ‘Ali Bin Muhammad Bin Husein Al-Habsyi. Bait syair Qasidah Burdah yang ditulis oleh Imam Bushiri dengan jumlah 160 bait, dan kitab Dhiyau Al-Lami’ yang ditulis oleh al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Syaikh Abubakar bin Salim.
Sirah Nabi sebagai Pelita
Seiring perkembangan zaman serta maraknya tehnologi informasi dengan dinamikanya, telah mereduksi makna dan urgensi sirah Nabi, terutama pada generasi milenial yang lebih mendewakan logika, sehingga kejadian-kejadian luar biasa dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW dipertanyakan. Padahal, kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah cahaya, demikian pertegas oleh Allah dalam surat al-Ahzab ayat 46 “Dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi”.
Salah satu jalan memetik hikmah kehadiran Nabi Muhammad SAW di dunia ini adalah dengan mempelajari sirah kehidupannya. Dalam mempelajari sirah Nabi harus disertai dengan keyakinan mendalam bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang Rasul Allah SWT, keyakinan ini akan melepaskan kita dari sifat bebal dalam memahami rahasia rahasia dan kejadian kejadian luar biasa dalam perjalanan hidup Beliau.
Esensi dari mempelajari sirah Nabi adalah untuk meneladani, terutama meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW. Sebab, misi utama Rasulullah diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana ditegaskan sendiri oleh Beliau dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakana akhlak mulia”. Sekarang, akhlak mulia pelan pelan mulai ditinggalkan, sehingga kehidupan semakin hari semakin carut-marut. Padahal, Rasulullah telah menampilkan akhlak mulia dalam kehidupan, mulai dari hal-hal personal hingga persoalan sosial kemasyarakat.
Allah hadirkan Nabi Muhammad SAW menjadi teladan bagi ummat manusia dalam segala aspek kehidupan. Rasulullah hadir memberikan contoh dari hal hal kecil hingga hal yang paling besar, demikian dijelaskan Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21, “Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah”.
Terlepas dari ragam riwayat mengapa peringatan maulid di Aceh sampai 3 bulan 10 hari, pastinya orang tua tempo dulu berharap bahwa semakin lama maulid diperingati di Aceh, ditambah dengan mendengarkan kembali kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW melalui ceramah dan zikir maulid, kehidupan akan lebih baik dengan meneladani kisah bertuah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Seluruh perjalanan hidup Rasulullah akan menjadi penerang bagi ummat, menjadi penyelamat di dunia dan akhirat.
Sebenarnya, hikmah dari pelaksanaan maulid yang dirayakan selama 100 hari adalah untuk mengubah kehidupan agar sejalan dengan tauladan yang telah ditampilkan Baginda Nabi Muhammad SAW. Jika orang tua mendidik anak dengan tauladan dari Nabi, tidak mungkin anaknya tidak shaleh. Andai pemimpin di Aceh meneladani Rasulullah, tidak mungkin rakyat sengsara, merana dan menderita dalam kemiskinan. Jika rakyat meneladani Nabi Muhammad, tidak mungkin kehidupan carut marut. Mari introspeksi diri, sudah benarkah cara kita meneladani Baginda Nabi Muhammad SAW sebagai uswah dan qudwah?
No responses yet