Categories:

Oleh: Nayla Savira Azahra Setiawan

Salah satu perjalanan manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup adalah dengan menikah. Pernikahan sendiri ialah salah satu bentuk beribadah terpanjang seorang hamba, di sisi lain pernikahan juga merupakan peristiwa hukum yang penting dalam kehidupan manusia dengan berbagai konsep hukumnya.

Yang dimaksud dengan perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa, yang harus juga dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu pada pasal 1 dan pasal 2 undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.2

Perkawinan dalam Islam sering disebut sebagai perjanjian suci antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Salah satu tujuan syariah Islam (Maqasid Al-Syari‟ah) sekaligus tujuan perkawinan adalah hifz an-nasl yaitu memelihara kesucian keturunan manusia sebagai pemegang amanah khalifah fi al-ard. Tujuan syariah ini dapat dicapai melalui jalan perkawinan yang sah menurut agama, diakui oleh undang-undang dan diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat.

Dalam rumah tangga, suami mempunyai hak dan begitu pula istri mempunyai hak. Dibalik itu suami mempunyai beberapa kewajiban dan begitu pula si istri mempunyai beberapa kewajiban. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 228. Salah satu kewajiban suami adalah mencari nafkah. Mekanisme nafkah dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) terdapat dalam pasal 77 dan 78. Pasal-pasal tersebut menguraikan bahwa suami sebagai kepala rumah tangga adalah nahkoda dalam menjalankan rumah tangganya. Suami memiliki hak dan kewajiban, dan begitu pula istri. Masing-masing suami istri jika menjalankan kewajibanya dan memperhatikan tanggung jawabnya, akan terwujud ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan suami-istri tersebut.

Menurut fitrah, laki-laki wajib menanggung semua urusan diluar rumah. Ini berlaku pada semua umat peradaban. Sedangkan wanita, menurut fitrahnya bertugas untuk mengandung anak, menyusui, mengasuh dan mendidik mereka, serta mengurus perkara-perkara rumah tangga. Oleh karena itu, laki-laki diwajibkan memberikan nafkah kepada istri mereka.

Nafkah artinya mengelurkan belanja. Menurut istilah syara, nafkah berarti sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang untuk keperluan dirinya atau keluarganya yang berupa makanan, minuman, pakaian dan sebagainya. Yang menyebabkan wajib nafkah ialah sebab perkawinan yang sah, sebab kerabat, dan sebab milik.

Kewajiban memberikan nafqah oleh suami kepada istrinya yang berlaku dalam fiqih didasarkan kepada prinsip pemisahan harta antara suami dan istri, prinsip ini mengikuti alur fikir bahwa suami itu adalah pencari rezeki, rezeki yang telah diperoleh itu menjadi haknya secara penuh dan untuk selanjutnya suami berkedudukan sebagai pemberi nafaqah. Sebaliknya istri bukan pencari rezeki dan untuk memenuhi keperluanya ia berkedudukan sebagai penerima nafaqah.

Jumhur ulama termasuk ulama Syi’ah imamiyah berpendapat bahwa nafaqah itu mulai diwajibkan semenjak dimulainya kehidupan rumah tangga, yaitu semenjak suami telah bergaul dengan istrinya dalam arti istri telah memberikan kemungkinan kepada suaminya untuk menggaulinya, yang dalam fiqih disebut dengan tamkin. Dengan semata terjadinya akan nikah belum ada kewajiban membayar nafaqah. Berdasarkan pendapat ini bila telah berlangsunya akad nikah istri belum melakukan tamkin karena keadaanya ia belum berhak menerima nafaqah. (al-Thusy, VI:11).15

Para ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwa pernikahhan mewajibkan seorang suami memberikan nafkah, bahkan jika istri tersebut kafir, jika melalui pernikahan yang sah. Tetapi jika pernikahan itu fasid, maka suami berhak meminta nafkah yang telah diambil oleh istrinya. Menurut imam Asy-Safi‟i, suami wajib memberikan nafkah harian, sebagai konsekuensi penyerahan istri kepada suami, kewajiban nafkan karena perkawinan ada tujuh macam, yaitu membeikan makan, memberikan pakaian, memberikan laukpauk, memberikan alat perawatan tubuh, memberikan rumah, memberikan perhiasan rumah, dan menyediakan pembantu jika memang istri membutuhkanya.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *