“Kemauan akal itu anakku, menghalangi terhadap Ilmu yang kau punya, dipenuhi bukan tanpa makna, menjadikan semakin hilang rasa kepasrahanmu.”
Ki Ageng Sela
Mijil
- Pesan Ki Ageng Sela Terhadap Sultan Pajang memberi gambaran bahwa akal akan menjadi piranti terhadap kedewasaan, pun sebaliknya. Benar memang Pesan Susuhunan Giri, bahwa kelak memang berasal dari Pajanglah penerus dan pemegang tanah Jawa. Tetapi Langkah yang buru-buru, kemrungsung, juga dapat mengubah tujuan substansi dari apa yang disampaikan oleh Susuhan Giri.
- Ki Ageng Sela yang lebih memilih bertapa, memilih kerajaan Akhirat ketimbang kerajaan dunia, memiliki pandangan yang jauh ke depan. Kawaskitan. Hal inilah yang kemudian menjadikan beliau lebih hati-hati atas rahasia Tuhan yang akan dan sedang terjadi.
- Di satu sisi Sultan Pajang memang sudah ditakdirkan untuk menjadi penumbuh bibit-bibit yang akan menguasai Jawa, Nuswantara. Tetapi, proses menjadi sangat penting dalam mengarungi sebuah perjalanan. Sampai, pati akan sampai. Karena setiap perjalanan memilki pemberhentiannya.
- Sangkan paraning dumadi, adalah sebuah tradisi berpikir yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia. Mancapai rat, pastinya membutuhkan kesadaran bahwa segala gerak, pun diamnya adalah milikNya. Maka dariNya, Kembali pun kepadaNya. Dengan demikian, kepasrahan menjadi wujud proses yang harus selalu diasah – matangkan. Hal ini butuh mulat sarira (Introspeksi diri) yang syarat dan lekat.
- Semoga Tuhan selalu memberi kemudahan kepada kita semua. Kepada segala rasa dan rahsa. Kepada segala naungan dan ruang kedap suara. Begitu juga Syafa’at Kanjeng Nabi Muhammad. Semoga senantiasa menjadi pijakan dan kemudahan bagi kita baik di dunia maupun di Akhirat. Ketidak tergesa-gesaan dalam berproses adalah puasa yang berat. Puasa dalam arti sebenarnya adalah ngrekso, menjaga diri.
- Tentu menjaga diri dari apapun. Yang paling penting adalah menjaga diri dari halusinasi, hasutan pikiran diri sendiri. Di mana pondasi tidak lagi jadi pertimbangan, akhirnya rubuh gedang sak bongkote. Roboh pendiriannya. Oleh sebab itu manusia harus punya prinsip.
- Prinsip yang paling utama adalah prinsip spiritualitas dan intelektualitas. Hal ini bukan bermakna agama dan kepintaran. Tetapi kedalaman resapan nilai dan kedalaman berpikir.
- Menyadari laku dan suluk sebagai manusia adalah hamba. Hal ini kerap kali diutarakan dalam ragam seminar dan dakwah-dakwah agama. Oleh karenanya menghamba dan melayani adalah tugas dari manusia. Tuhan menjadi titik utama penghambaan. Manusia lain menjadi penguat dalam proses menuju yang Satu.
- Egoism; kadang lahir dari dua hal; agama dan kepintaran. Dengan rasa sudah beragama, atau dengan rasa sudah pintar, maka yang muncul bukan bijak. Namun masih banyak yang mengatas namakan kebijaksanaan dalam egoismenya.
- Oleh karenanya, bukan akal semata untuk mewujudkan apa yang sudah dicita-citakan, bahkan digariskan. Tetapi kedalaman berpikir dan kedalaman berenung. Sehingga nilai-nilai-nilai dalam kehidupan menjadi sangat bermanfaat. Tidak hanya kepada diri. Melainkan kepada siapapun yang ada di sekitarnya.
- Menjadi manusia yang bermanfaat bagi manusia lain dan alam sekitar adalah salah satu wujud kasih dan saying Tuhan. Mengapa? Karena khairunnas,anfauhum linnas, memiliki arti bahwa yang dikatakan sebaik-baiknya manusia dengan maksud manusia yang memiliki kedalaman nilai dan kedalaman berpikir, adalah ia yang peduli serta memiliki keberpihakan atas manusia yang lain, pun demikiran dengan menjaga alam sekitar.
- Oleh karenanya, bukan menjadi manusia yang paling baik, paling benar, paling ini dan paling itu, melainkan menjadi manusia yang memiliki kedalaman berpikir dan kedalaman nilai dalam setiap proses kehidupan.
- Pesan ini menjadi pesan bagi penulis, karena bagaimanapun, tulisan ini ingin mengajak pembaca semua untuk saling mengisi ruang kosong; kebanyakan orang mengatakan kesadaran. Khususnya penulis sendiri. Hal ini menjadi rekaman yang kemudian menjadi pengingat di kemudian hari.[]
No responses yet