Buku ini mencoba mengangkat beberapa kisah menarik terkait cara berdakwah KHR. Abdur Razzaq al-Tarmasi yang out of The book dan tak lazim, sebagaimana laku kesehariannya yang multidimensi.
Pendekatan dakwahnya yang menabrak hukum formal/syariat, seperti memberi tahu dan mengajarkan tentang dimensi lain yang tak terjangkau oleh mata hati dan mata batin orang awam. Sesuatu yang terhijab dan hanya orang-orang tertentu yang mampu melihat dengan mata batinnya atas izin Allah.
Sebagai seorang mursyid tarekat, ia tak nampak sebagaimana para mursyid pada umumnya dengan ritual maupun suluk pada zawiyah atau majlis-majlis khusussiahnya.
Den Dur, demikian masyarakat Pacitan memanggilnya, adalah pengecualian. Ia lebih memilih berkeliling mendatangi sesiapa yang diinginkan. Dari pejabat hingga masyarakat biasa, dari para kiai sufi hingga para pelaku maksiat keji. Semua ditemui dengan cara sama sebagai hamba Allah. Tak jarang dirinya mengorbankan diri menjadi bagian dari mereka demi bisa memberi jalan hidayah bagi siapapun yang Allah kehendaki.
Fenomena perjalanan hidup dan laku KHR Abdur Rozzaq bin Abdullah al-Tarmasi ini, atau pada dekade setelahnya kita mengenal para wali majdzub, seperti Mbah Jogo Gunungpring, Gus Miek Ploso, Wan Sehan, Bib Jakfar Kudus atau Ra Lilur dan ulama-ulama berperilaku nyleneh lainnya, Maha Guru Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pernah mengatakan,
“Mereka (para wali majdzub), yang akan ada di setiap generasi berfungsi memberikan keseimbangan agar syariat tidak berubah menjadi hukum yang rigid dan mengekang. Karena itu, Allah “mengutus” para waliNya, yang terkadang berperilaku nyleneh diluar kelaziman, tak lain untuk menjaga keseimbangan antara Islam dan Ihsan.”
Pilihan dakwah yang tidak populer dan dianggap menyalahi hukum syariat yang berlaku tidaklah mudah. Berbagai stigma miring dan prasangka buruk akan melekat pada diri orang-orang yang sesungguhnya punya peran penting dalam memberikan keseimbangan bagi harmoni kehidupan di tengah masyarakat. Metode dakwahnya justru menjadi jalan keluar bagi persoalan keumatan, yang tak bisa diselesaikan dengan hukum formal.
Pendekatannya yang ngayomi dan humanis, mampu memberi keteduhan bagi orang-orang yang kehilangan perlindungan. Dan pada akhirnya, segala pengorbanannya terbukti mampu mengembalikan rasa percaya diri dan memberi jalan bagi mereka kembali kepada hidayah.
Di tengah maraknya formalisasi hukum syariat yang hanya melihat hukum secara hitam- putih, hingga satu sama lain saling menghakimi demi pembenaran atas apa yang diyakini, perspektif dakwah dengan pendekatan hakikat, yang merupakan instrumen penting dalam menjalankan tugas dakwah, sudah seharusnya diapresiasi sebagai unsur penting yang bisa menjadi solusi bagi kebuntuan persoalan keumatan, tanpa menafikan hukum syariat yang menjadi pedoman hidup dalam beribadah demi memperoleh ridho dari Allah Azza wa Jalla.
Buku ini akan mengajak pembaca bertualang, sebagaimana kisah legendaris perjalanan spiritual Nabi Musa as bersama Khidhir as. Semua misteri yang di temukan Nabi Musa as, saat berguru kepada hamba Allah bernama Khidhir alaihissalam, akhirnya membuka mata kita tentang adanya realitas kehidupan berdimensi lain yang tak cukup dijangkau dengan pendekatan syariat.
Kisah indah yang diabadikan oleh Al-Qur’an itu telah memberi perspektif baru bagi para pendakwah dalam menjalankan tugas mulianya, untuk tidak melihat hukum syariat secara hitam putih dan menjadikannya sebagai hukum tunggal yang absolut.
Pastikan Anda akan sangat menikmati di bawa ke dunia lain melalui kisah-kisah ringan namun penuh hikmah dalam buku ini.
No responses yet