استغفر الله ربّ البرايا # استتغفر الله من الخطا ياربّي زدني علما نافعا # ووفّقني عملا صالحا
يا رسول الله سلام عليك # يا رفيع الشان و الدرجعطفة يا جيرة العالم # يا أهَيل الجود والكرم
Ngawiti ingsun nglarar syiiran#kelawan muji maring pengeran
kang paring rohmat lan kenikmatan#rino wengine tanpa pidungan 2x
…
Sayup-sayup syiir ini terdengar di pedalaman Kota Udang ini. Mendengarnya begitu memanjakan telinga akan tembang islam jawa dan menghayatinya membuat hati tenang temaram. Sebuah syiir yang mengajarkan akan pentingnya toleransi antar umat manusa. Syiir yang mengajak kepada manusia untuk menjadi insan seutuhnya dengan mensucikan diri dari segala yang dilarang-Nya. Dan pembacaan syiir ini dibacakan oleh seorang kyai muda yang begitu bersinar wajahnya bagus akhlaknya damai hatinya, beliaulah KH. Muhammad Nizam As-Shofa, Pengasuh Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa, Simoketang, Wonoayu, Sidoarjo.
Syiir Tanpo Wathon ini menjadi salah satu masterpiece-nya sebagai media menyebarkan islam rahmatan lil Alamin. Syiir ini sebenarnya sudah disusunnya sejak 1987, tetapi baru dikenalkan pada masyarakat umum pada tahun 2004 . Syiir ini dikumandangkan setelah pengajian kitab Jamiul Ushul fil Auliya karya Syekh Ahmad Dhiyauddin Mustafa Al-Kamisykhowani, (kitab pedoman bagi pengamal thariqah Naqsabandiyyah Kholidiyah) dan kitab Fathur Robbani wa Faidu Rohmani karya Sulthonul Auliya Syekh Abdul Qodir Jailani yang dipimpin oleh beliau yang juga Mursyid Thariqah Naqsabandiyah wa Kholidiyah ini.
Beliau berbaiat langsung pada Abah Hasan, Kholifah dan al-Mursyid Syekh Khadirun Yahya.
Syiir ini disusun setelah Kyai yang saat ini berusia 43 tahun ini, menjalani khalwat dengan puasa mutih serta membisu di kamar sambil merenungi atas problematika umat islam yang kian memperihatinkan, dimana di era ini umat islam sendiri banyak yang bermusuhan satu sama lain yang menimbulkan perpecahan di kalangan mereka sendiri. Hal ini diabadikannya dalam bait syiirnya
Akeh kang apal quran hadise#seneng ngafirke marang liyane
kafire dewe dak digatekke#yen isih kotor ati akale 2x
(Banyak yang hafal Al-Qur’an Hadist#Suka mengkafirkan orang lain)
(Kafirnya sendiri tak diperhatikan#jika masih kotor hati pikirannya)
Syiir ini disusun oleh Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir selama 2 minggu dengan 17 bait yang kemudian disederhanakan menjadi 13 bait kemudian ditembangkan dalam pengajian setiap hari Rabu dengan mengkaji dua kitab diatas. Pengajian ini dikenal dengan istilah rebonan atau selapanan karena diselenggarakan hari Rabu setiap 35 hari sekali. Disebut Syiir Tanpo Wathon karena, jika dimaknai secara harfiah maka mengandung makna tanpa batas, ibarat laut tak bertepi dan tak terukur kedalamannya.
Syiir ini kemudian semakin tersebar luas ketika suatu Ketika Dr. (HC) Imam Nahrawi (sekarang Menteri Pemuda dan Olahraga) dan Dr. (HC) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa sowan untuk meminta dukungan untuk maju sebagai DPR Pusat dan meminta syiir tersebut untuk digandakan dan disebarkan di Jakarta.
Syiir ini kemudian semakin menggema bebarengan dengan wafatnya Almaghfurlahu KH. Abdurrahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur pada tanggal 30 Desember 2009. Saat itu Masjid Jami’ Malang mengumandangkan syiir yang di kota ini dipopulerkan oleh KH. Marzuki Mustamar, Pengasuh Pondok Pesantren Sabilur Rosyad, Gasek Karangbesuki, Kota Malang yang mana beliau bahkan mewajibkan sebelum pengajian rutin Jum’at di pesantrennya dan pengajian bulanan Cangkrukan Gus Dur ini kepada jamaah untuk menembangkan syiir ini, sehingga masyarakat kemudian lebih mengenalnya dengan Syiir Gus Dur, karena mendengar suaranya yang begitu mirip dengan cucu Hadrotus Syekh KH. Hasyim Asyari ini. Selain itu bait-bait di dalamnya mencerminkan ajaran-ajaran yang disebarkan selama hidupnya yang mengajarkan islam yang tasamuh dan menjunjungi tinggi toleransi dalam menghadapi keberagaman bangsa ini.
Sebenarnya Gus Nizam yang merupakan Cucu dari KH. Sahlan Thalib, Krian, Sidoarjo, guru dari KH. Mas’ud (Mbah Ud) Pagerwojo, Sidoarjo dan KH. Ahmad Bagur Mafadlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam, dari Sanan Turen, Malang (Pendiri Masjid Tiban Sanan Turen) ini, tak mempermasalahkan jika syiir karyanya dinisbatkan pada sosok Gus Dur yang terkenal dengan nada santainya “Gitu aja kok repot” ini.
Bahkan beliau begitu bersyukur karena dikaitkan dengan idola Gus Nizam sejak dulu, bahkan kyai kelahiran 23 Oktober 1973 ini pernah berjumpa Gus Dur saat menempuh studi di Bumi Kinanah, Mesir, tempatnya di Universitas Al-Azhar, Kairo yang juga menjadi alamamater Gus Dur di masa mudanya ini. Dan hal ini berbuah manis, dengan semakin populernya syiir ini bahkan suara beliau hampir bisa menirukan persis Suara Guru Bangsa ini. Habib Syekh bin Abdul Qodir As-Segaff pun dalam setiap majelis sholawatnya selalu melantunkan syiir ini dimanapun.
Tetapi kemudian salah satu jamaah pengajian yang diasuhnya dengan jumlah kisaran 3000-an orang dari berbagai kota di Jawa Timur ini termasuk dari Malang dimana setiap Ahad Legi beliau memberikan pengajian di Pondok AWS, Bumiayu, Kedungkandang Kota Malang ini yang kemudian mendaftarkan mahakaryanya beliau ini ke Kementrian Hukum dan HAM, dan terdaftar dengan no registrasi C002011011997 atas Nama KH. Muhammad Nizam As-Shofa. Meski secara terbuka beliau mengatakan bahwa syiir ini digunakan siapa saja untuk bisa memahami betapa damainya islam ini yang menghargai perbedaan dengan memegang teguh keimanan.
Semoga dengan menghayati syiir ini, kita mampu menjadi pribadi yang lebih baik. Belajar menjadi sosok yang menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi toleransi umat beragama. Agar kita kelak dapat diangkat derajat kemuliaan di sisi-Nya meski dengan amal ibadah yang tak seberapa banyak, namun Insya Allah lewat rahmat Allah lah kelak kita menemukan kebahagiaan abadi di akhirat kelak. Sebagaimana Gus Nizam menutup syiir monumentalnya ini.
Ayo nglakoni sekabehane#Alloh kang bakal ngangkat drajate
Senadjan asor toto dzohire #Ananging mulyo maqom drajate
(Mari jalani semuanya#Allah yang akan mengangkat derajatnya)
(Meskipun rendah secara lahiriah # Namun mulia kedudukan derajatnya disisi Allah)
Lamun palastro ing pungkasane #Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Alloh swargo manggone#Utuh mayite ugo ulese
Utuh mayite ugo ulese…
Ketika ajal telah datang di Akhir #Tidak tersesat jiwa raganya
Disanjung Allah surga tempatnya#Utuh jasadnya juga kain kafannya
Disarikan dari berbagai sumber dan pengamatan langsung di Pondok Pesantren Ahlus Sofa wal-Wafa, Simoketawang, Wonoayu, Sidoarjo
No responses yet