Seni budaya Nusantara mengalami pengayaan ketika bersentuhan dengan budaya Islam yang datang dari berbagai penjuru duni, terutama China, India, Persia dan Arab. Beberapa negara tersebut menyebarkan Islam dengan memebawa ragam seni budaya masing-masing.
Berbagai ragam seni Islam dari negara asal ini bertemu dengan kebudayaan Nusantara sesuai pintu masuk kedatangannaya. Sebagaimana dicatat dalam sejarah Islam Nusantara ada berbagai pintu masuk Islam di Nusantara yaitu Sumatra; Sriwijaya di Sumatra Selatan, Aceh, Sumtra Timur dan Sumtra Utara. Pintu masuk Jawa, Ternate dan Tidore serta Sulawesi; Gowa, Bugis, Makassar. Masing-masing pintu masuk memiliki karakter tersendiri dalam penyebaran Islam yang melahirkan seni budaya Islam yang berbeda.
Baca juga : Pintu Masuk Islam ke Nusantara (2) : Sulawesi & Maluku Utara
Pintu Masuk Islam ke Sumatera
Pintu masuk Islam Sumatra ini bisa dilihat dari keterangan Sejarawan Marle Ricklefs (1991) yang mengidentifikasi Islam diperkirakan telah hadir di Asia Ternggara sejak awal era Islam. Dari waktu khalifah ketiga Islam, Utsman bin Affan (644-656) utusan dan pedagang Muslim tiba di China dan harus melewati rute laut Nusantara, melalui Nusantara dari dunia Islam. Melalui hal inilah kontak utusan Arab antara tahun 904 dan pertengahan abad ke-12 diperkirakan telah terlibat dalam negara perdagangan maritim Sriwijaya di Sumatra. Bahkan Raja Sriwijaya pernah mengirim surat pada seorang khalifah di Arab agar mengirim para da’i ke Sriwijaya (Nusantara).
Pada tahun 301H/913M, keluarga Jawani dari Iran datang ke Sumatra dan tinggal di Pasai, Sumatra Utara. Kelompok inilah yang kemudian menyusun “Khat Jawi” artinya tulisan Jawi yang dinisbatkan pada Jawani. Huruf jenis ini juga tertulis di batu nisan dari Minye Tujoh di Sumatra Utara abad ke-14.
Pintu masuk Sumatra ini juga bisa dibuktikan adanya komunitas Syiah yang datang ke Sumatra pada masa pemerintahan Ruknuddaulah bin Hasan bin Buwaih ad-Dailami sekitar tahun 357H/969M. Keluarga Syiah ini tinggal di bagian tengah Sumatra Timur dan mendirikan kampung yang dikenal dengan nama “Siak” yang kemudian didkenal dengan “Negeri Siak”. Selain itu itu, masih ada keluarga Rumai dari puak Subankarah yang tinggal di Utara dan Timur Sumatra. Para penulis Arab abad ke 9 dan 10 M menyebut pulau Sumatra dengan nama Rumi, al-Rumi, Lambri dan Lamuri.
Pintu Masuk Islam ke Jawa
Pintu masuk Jawa bisa dilacak dari kedatangan keluarga Lor yang merupakan bagaian dari keluarga Persia pada zaman raja Nasiruddin bin Badr yang memerintah th. 300H/912M. Keluarga Lor ini tinggal di Jawa dan mendirikan kampung dengan nama Loran atau Leran, yang bermakna orang Lor, yang ada di daerah Gresik.
Data yang lebih tua lagi menyebutkan bahwa Islam masuk ke Nusantara melalui pintu Jawa sudah terjadi sejak pertengahan abad ke-7. Sebagaimana disebutkan P. Wheatley (1961) pada abad ke-7 para saudagar arab yang dikenal dengan sebutan tazhi telah datang di kerajaan Kalingga pada era pemerintahan ratu Simha yang terkenal sangat tegas menjalankan hukum. Kisah ini juga banyak diberitakan oleh sumber-sumber Cina dari Dinasti Tang S.Q.
Bukti-bukti lain masuknya Islam melalui pintu Jawa dapat dilihat pada beberapa makam kuno para penyebar Islam di Jawa, misalnya makam Syaikh Syamsuddin al-Wasil yang dikenal dengan sebutan makam Setana Gedong hidup abad ke-12M, makam Syeukh Jumadil Kubro, Syeikh Ibrahim As-Samarkandi, Syeikh Hasanudin “Quro” Krawang, Syeikh Muhyi, Pamijahan, Syeikh Panjalu dan sebagainya.
Bersambung….
No responses yet