Ramadhan bulan penuh berkah, bulan pendidikan dan media metamarfosis manusia menjadi insan kamil dengan jalan taqwa, banyak hikmah yang dapat dipetik dengan momentum ramadhan, baik untuk pribadi masyarakat dan organisasi. Akhir Ramadhan, semuanya diharapkan menjadi lebih baik dan kebaikan tersebut hendaknya menyeluruh dalam segala sendi kehidupan dan langgeng meskipun Ramadhan berlalu. Kehidupan ini dapat diperbaiki dengan benar-benar menjadikan puasa sebagai bulan evaluasi dalam menata ulang kehidupan menjadi lebih baik, termasuk dunia birokrasi. Tulisan singkat ini mencoba mencari relevansi puasa Ramadhan dan kesalehan birokrasi.
Birokrasi yang dalam bahasa Inggris disebut bureaucracy berasal dari kata bureau (berarti: meja) dan cratein (berarti: kekuasaan), maksudnya adalah kekuasaan berada pada orang-orang yang berada di belakang meja. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1984), birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Menurutnya, tujuan dari adanya birokrasi adalah agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan cepat dan terorganisir. Bagaimana suatu pekerjaan yang banyak jumlahnya harus diselesaikan oleh banyak orang sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam penyelesaiannya, itulah sebenarnya tugas birokrasi. Lalu, apa pula makna dari kesalehan birokrasi? Dalam kamus bahasa Indonesia, kesalehan diartikan sebagai ketaatan (kepatuhan) dalam menjalankan ibadah dan kesungguhan menunaikan ajaran agama yang tercermin pada sikap hidupnya, kesalehan birokrasi dapat dipahami sebagai sikap ketaatan penyelenggara birokrasi (birokrat) dalam melaksanakan aturan-aturan yang telah ditetapkan, tidak melakukan penyelewengan dan berkomitmen melayani.
Puasa merupakan media untuk mendidik manusia menjadi hamba-hamba yang bertaqwa (Q. S Al-Baqarah; 183), ini adalah harapan tertinggi yang selalu didambakan dalam menjalankan ibadah puasa. Jika aparat birokrasi berhasil melaksanakan puasa dengan sempurna serta menjadi orang-orang yang bertaqwa, maka kesan birokrasi yang selama ini belum maksimal berperan akan berubah sesuai dengan yang diharapkan, serta amaran Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik akan dapat dilaksanakan dengan maksimal. Singkatnya, kesalehan birokrasi merupakan sebuah keniscayaan dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat, kesalehan birokrasi tidak akan terwujud jika para birokratnya bukan orang-orang taqwa. Sejarah telah mencatat bahwa orang-orang taqwa-lah yang mampu menciptakan kesalehan birokrasi.
Rasulullah SAW pernah mengirim Abdullah bin Rawahah ke Khaibar (daerah Yahudi yang tunduk kepada kekuasaan Islam) untuk memungut kharaj dari hasil tanaman kurma mereka. Rasulullah SAW telah memutuskan hasil bumi Khaibar dibagi dua; separuh untuk kaum Yahudi sendiri yang mengolahnya dan separuh lagi diserahkan kepada kaum Muslim. Ketika Abdullah bin Rawahah sedang menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi datang kepadanya, mereka mengumpulkan perhiasan isteri-isteri mereka untuk menyuap Abdullah bin Rawahah. Mereka berkata,”Ini untukmu dan ringankanlah pungutan yang menjadi beban kami, bagilah kami lebih dari separuh”. Abdullah bin Rawahah menjawab, ”Hai orang-orang Yahudi, dengarkanlah! Bagiku, kalian adalah makhluk yang paling dimurkai Allah. Aku tidak akan membawa perhiasan itu dengan harapan aku akan meringankan pungutan yang menjadi kewajiban kalian, suap yang akan kalian berikan ini sesungguhnya merupakan harta haram, sungguh kami tidak akan memakannnya. ”Mereka kemudian berkomentar, ”karena sikap seperti inilah langit dan bumi ini akan tetap tegak”.
Sejarah juga mencatat bahwa khalifah Umar bin Khattab membuat keputusan yang mengharuskan para pejabat negara menghitung dulu jumlah harta kekayannya tatkala mulai menjabat, kemudian pada akhir masa jabatan harta kekayaan dihitung kembali. Jika terdapat selisih setelah dikurangi dengan gaji atau tunjangan selama kurun waktu jabatannya, maka Umar bin Khattab merampas paksa kelebihannya dan diserahkan ke Baitul Mal. Khalifah Umar bin Khattab melarang seluruh pejabat negara untuk berbisnis dan sejenisnya, serta memerintahkan mereka mencurahkan seluruh kemampuan melayani masyarakat. Khalifah Umar bin Khattab pernah merampas separuh keuntungan dari penjualan kambing gembalaan anaknya yang bernama Abdullah, kemudian beliau menyerahkannya kepada Baitul Mal. Beliau berpendapat bahwa anaknya telah mengembalakan kambingnya di padang gembalaan milik negara yang subur, sehingga kambingnya menjadi gemuk. Dua kisah ini cukup memberikan pelajaran bahwa hanya orang-orang taqwa yang mampu menjalankan birokrasi sesuai dengan ketentuan dan tidak bertentangan dengan aturan Agama, iklim kesalehan birokrasi akan tercipta jika semua perangkat birokrasi diisi oleh orang-orang yang bertaqwa.
Puasa merupakan ibadah sirriah (rahasia), ibadah yang hanya diketahui oleh Allah dan hamba yang melaksanakan puasa, puasa hanya mampu dilaksanakan dengan sempurna oleh orang-orang yang beriman, orang yang menumbuhkan sikap ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seolah-olah melihat Allah, jika tidak mampu melihat Allah, yakinlah bahwa Allah melihatnya. Puasa diserukan kepada orang-orang beriman yang berkomitmen melaksanakan segala perintah Allah, menjauhi setiap larangan baik dalam berbagai kondisi dan situasi (sirran wa ‘alaniyah). Orang yang mampu menjalankan ibadah sirriah dengan sempurna merupakan orang yang telah mampu mengendalikan diri dan terbebas dari keterkaitan pengawasan luar. Dalam birokrasi pernah digagas sebuah sistem pengawasan internal yang dinamakan dengan Pengawasan dengan Pendekatan Agama (PPA), PPA dimaksudkan menjadi sarana kontrol diri (self control) dan menjadi prilaku yang melekat, membudaya serta menjadi kebutuhan dalam kehidupan bangsa. PPA merupakan pengawasan internal yang mengedepan pendekatan Agama, mengedepankan pendekatan imani dan ketaqwaan, sebab orang yang beriman dan bertaqwa memiliki prinsip bahwa kemanapun dan dimanapun berada akan tetap dalam pengawasan Allah yang Maha melihat dan Maha mengetahui.
Diharapkan spirit ibadah puasa sebagai ibadah rahasia akan menumbuhkan semangat birokrasi dalam mengendalikan diri, tidak berbuat curang dan tetap dalam aturan dan ketentuan yang berlaku. Di samping itu, puasa juga diharapkan mampu memotivasi setiap awak birokrasi menjadi manusia yang mampu berprilaku hemat dan efisien dalam membelanjakan setiap uang Negara (money follow fuction) serta peduli dalam melayani masyarakat. Semoga spirit ramadhan menjadi obat bagi penyakit “homo arbaicus”, penyakit yang memiliki kepribadian ganda dalam satu jiwa. Begitu boros dan tidak peduli (jika mempergunakan fasilitas Negara), begitu hemat dan memiliki kepedulian sangat tinggi, bersemangat dan tidak bemalas-malasan (hanya untuk urusan pribadi dan keluarga).
Hal penting lain dari nilai puasa yang dapat dijadikan spirit menuju kesalehan birokrasi adalah disiplin, ibadah puasa melatih kita untuk berdisiplin, baik saat waktu imsak tiba, berbuka dan menjaga puasa hal-hal yang dapat membatalkannya, baik batal puasa maupun batal pahalanya. Kedisiplinan merupakan syarat mutlak birokrasi dalam mengoptimalkan pelayana prima kepada masyarakat, disiplin tidak hanya dipahami dalam hal datang tepat waktu serta pulang tepat waktu, tetapi juga harus diterjemahkan dalam memberikan pelayanan dan melaksanakan tugas-tugas Negara. Jangan pernah mempergunakan jam kantor untuk kepentingan keluarga, sebab kita tidak pernah bersedia waktu keluarga dipergunakan untuk kegiatan kantor.
Indikator kesalehan birokrasi dapat dilihat dari beberapa sikap yang ditunjukkan oleh pelaku birokrasi baik pada tataran pejabat maupun bawahan, diantaranya adalah tanpa pamrih dan tulus dalam melayani. Sebelum reformasi birokrasi digulirkan kesan terhadap lembaga pemerintah dan orang-orang yang bekerja didalamnya adalah “selalu mempersulit”, bahkan ada anekdot yang mengatakan “jika ingin ber-urusan lama, maka ber-urusanlah dengan Instansi Pemerintah”. Akhirnya, semua berharap bahwa dunia birokrasi di Negeri ini dapat diperbaiki dengan spirit puasa Ramadhan, tidak ada lagi patologi birokrasi, hilang ketimpangan, bersih dan tulusa dalam melayani.
No responses yet