Peradaban Islam adalah peradaban yang memiliki warisan karya tulis terbesar jika dibandingkan dengan peradaban lain yang pernah hadir di pentas dunia. Diantara warisan tulis itu adalah karya-karya di bidang astronomi atau ilmu falak. Seiring penelaahan dan pengkajian atas karya-karya astronomi ini, ditemukan beragam corak (tipe) karya dimana antara satu dengan lainnya saling terkait. Melalui penelusuran atas karya-karya astronomi sebagai ditulis para astronom Muslim, ditemukan setidaknya 5 tipe karya-karya astronomi, yaitu: (1) karya tulis dalam bentuk zij (tabel astronomi), (2) karya tulis yang mengkaji satu atau beberapa instrumen astronomi, (3) karya tulis bergenre mikat (al-miqat), (4) karya tulis astrologi (nujum atau tanjim), dan (5) karya tulis berbentuk ensiklopedi (mausu’ah).
Karya tulis dalam bentuk zij (tabel) adalah karya-karya yang dalam konstruksinya berupa tabel-tabel dan atau angka-angaka dengan menggunakan kode-kode (rumus-rumus) tertentu, seperti ‘alamah, khassah, ta’dil, buht, wasth, dan lain-lain. Zij sendiri adalah tabel-tabel astronomi hasil pengkajian dan pengamatan para astronom Muslim terhadap benda-benda langit, khususnya bulan dan matahari. Diantara karya tulis dalam bentuk zij adalah “Zij al-Hakimy al-Kabir” karya Ibn Yunus (w. 399 H/1009 M), “Zij Ilkhany” karya Ulugh Bek (w. 853 M/1449 M), “Zij al-Mumtahin” karya Yahya bin Abi Masur (w. 320 H/854 M), “Zij as-Shabi’” karya Jabir al-Battany (w. 317 H/929 M), “Zij Ibn asy-Syaṭir” karya Ibn Syaṭir (w. 777 H/1375 M), “ad-Durr al-Yatim fi Sina’ah at-Taqwim” karya Ibn Majdy (w. 850 H/1447 M), dan lain-lain.
Selanjutnya karya tulis instrumen astronomi, adalah karya-karya yang memokuskan bahasannya pada satu instrumen astronomi tertentu atau lebih, baik secara teori maupun praktik. Sejatianya, instrumen astronomi di peradaban Islam sangat banyak, namun yang paling populer adalah Rubu Mujayyab, Astrolabe, dan Mizwala. Di peradaban Islam, instrumen astronomi merupakan sarana observasi utama untuk mengungkap fenomena langit. Ia juga merupakan unsur penting untuk berdiri dan beroperasinya sebuah observatorium.
Di peradaban Islam, instrumen astronomi lebih berfungsi pada kepentingan-kepentingan praktis terkait penentuan waktu-waktu ibadah, khususnya salat dan puasa. Diantara karya tulis dalam bidang ini adalah: “Kitab al-‘Amal bi al-Usthurlab” karya Al-Khawarizmy (w. 232 H/848 M), “al-Kamil fi Shina’ah al-Usthurlab” karya Al-Farghany (w. 347 H/958 M), “Alah Shunduq al-Yawaqit” dan “an-Naf’ al-‘Am fi al-‘Amal bi ar-Rub’ at-Tamm li Mawaqit al-Islam” karya Ibn Syathir (w. 777 H/1375 M).
Selanjutnya karya tulis mikat (al-miqat), yaitu karya-karya astronomi yang membahas aspek-aspek matematika dan astronomi terkait waktu dan lokasi ibadah dalam Islam, khususnya salat dan puasa. Diantaranya meliputi pembahasan waktu salat, arah kiblat, gerhana, dan awal bulan. Terminologi miqat telah populer dikalangan astronom Muslim silam, bahkan ia menjadi disiplin ilmu mandiri yang berbeda dengan ilmu zij dan observasi, meskipun tetap berada dibawah rumpun astronomi.
Di era modern cabang ilmu ini dapat diasosiasikan sebagi ilmu falak atau ilmu hisab yang membahas persoalan-persoalan ibadah umat Muslim seperti masalah arah kiblat, awal bulan, dan waktu-waktu salat. Diantara karya-karya dalam bidang ini adalah: “Qaul fi Samt al-Qiblah bi al-Hisab” karya Ibn Haitsam (w. 433 H/1041 M), “Fa’idah fi Ma’rifah Ru’yah al-Ahillah” karya Abu Ma’syar al-Falaky (w. 886 M), “Tashil al-Maqal fi Ma’rifah al-‘Amal bi al-Qamar wa Ru’yah al-Hilal” karya Utsman bin Salim al-Wardani (w. 1210 H/1795 M), dan lain-lain.
Lalu karya-karya dalam bidang astrologi (nujum atau tanjim), yaitu karya tulis yang menggabungkan pembahasan astrologi dan astronomi secara bersamaan. Dalam konteks peradaban Islam, astrologi sebagai berkembang sejak era pra-Islam merupakan embrio berkembangnya astronomi di dunia Islam. Terminologi astrologi telah populer dalam khazanah klasik yang tidak hanya terbatas digunakan pada astrologi semata namun juga pada astronomi observasional secara bersamaan. Astrologi sangat berkaitan dengan astronomi karena keduanya sama-sama menerjemahkan benda langit meski dalam perspektif dan tujuan yang berbeda.
Di peradaban Islam, astrologi pernah memainkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat Muslim. Para astronom Muslim, betapapun menguasai astronomi, mereka juga tertarik pada astrologi. Ketertarikan itu dilatari karena kedua ilmu ini memiliki obyek kajian yang sama yaitu langit. Diantara karya-karya yang bergenre astrologi yang banyak beredar di dunia Islam adalah: “at-Tafhim li Awa’il Shina’ah at-Tanjim” dan “Tamhid al-Mustaqarr li Tahqiq Ma’na al-Mamarr” karya Al-Biruni (w. 440 H/1048 M), “Kitab Asrar Ahkam an-Nujum” karya Abu Ma’syar (w?), dan lain-lain.
Sedangkan karya-karya astronomi dalam bentuk ensiklopedi (mausu’ah), adalah karya-karya yang dalam uraiannya bersifat menyeluruh dan dikemukakan secara panjang lebar dan dengan argumen yang kuat dan rumit. Diantara ciri karya astronomi berbentuk ensiklopedi adalah tampak pada ketebalan jumlah halamannya. Diantara karya-karya yang dikategorikan sebagai karya ensiklopedia astronomi adalah: “Jami’ al-Mabady’ wa al-Ghayat fi ‘Ilm al-Miqat” karya Al-Marrakusyi (w. setelah 680 H/1281 M), “al-Qanun al-Mas’udy” karya Al-Biruni (w. 440 H/1048 M), dan lain-lain.[]
No responses yet