Selama saya buka sesi tanya-jawab ( Q&A ) di Instagram, pertanyaan yang paling banyak ditanyakan khususnya oleh ciwi-ciwi adalah : “ apakah wanita haid wajib mengumpulkan rambutnya yang rontok ? “
Saya sendiri kurang paham, darimana sebenarnya pemahaman dan pemikiran “wanita haid harus mengumpulkan rambutnya yang rontok” itu muncul, selama saya mendalami literatur fiqh para ulama kita, tak satupun saya menemukan ibarot yang menganjurkan ( apalagi mewajibkan ) wanita haid untuk mengumpulkan rambutnya yang rontok untuk kemudian ikut dibasuh dan disucikan juga. Ada juga pemahaman salah kaprah yang “mewajibkan” para wanita haid ekstra hati-hati dalam menjaga rambutnya, tidak boleh disisir apalagi sampai dicukur atau dipotong ( wah udah seakan-akan masuk kategori dosa besar )
Namun saya bisa menerka, bahwa pemahaman seperti itu adalah asumsi yang timbul akibat kesalahpahaman terkait ibarot-ibarot yang berkaitan dengan rambut wanita haid, salah satunya adalah ibarot dalam Fathul Muin ini :
و ينبغي أن لا يزيلوا قبل الغسل شعرا أو ظفرا و كذا دما لأن ذلك يرد في الآخرة جنبا
“ dan sebaiknya orang junub, wanita haid dan wanita nifas tidak menghilangkan – sebelum mandi – rambutnya atau kukunya, begitu pula darahnya, karena anggota-anggota itu akan dikembalikan kelak di akhirat dalam keadaan junub “
Nah dari ibarot inilah muncul setidaknya 2 kesalah pahaman :
1. Menjaga rambut bagi wanita haid adalah kewajiban, wanita haid nggak boleh “menggugurkan” rambutnya, menyisir apalagi sampai mencukur ( padahal itu “hanya” anjuran )
2. Menyimpulkan solusi sendiri yaitu rambut yang sudah rontok harus dikumpulkan untuk kemudian disucikan juga ( padahal sepengetahuan saya tidak ada satupun ibarot yang menyebut solusi tsb )
Para Muallif yang menyinggung hal ini ( Shohib Fathul Muin, Nihayatuzzain maupun al- Bajuri ) semuanya merujuk kepada ibaroh Imam Ghozali dalam kitab Ihya’nya yang menjelaskan bahwa rambut yang dipotong dalam keadaan tidak suci akan dibangkitkan kelak dalam keadaan tidak suci juga dan akan menuntut pemiliknya di akhirat nanti. Namun banyak juga para ulama yang mengkritisi pendapat Beliau ini, termasuk Imam Qulyubi, Al-Bujairimi dll. Al-Qulyubi berkomentar :
وفي عود نحو الدم نظر و كذا في غيره لأن العائد هو الأجزاء التي مات عليها
“ pendapat Imam Ghozali ini perlu dikaji kembali, karena yang dikembalikan kelak dihari kiamat bukan semua anggota badan yang pernah ada pada kita, tapi anggota badan yang ada dalam keadaan kita mati “
Sementara ini, inilah kesimpulan saya dari data-data yang bisa saya kumpulkan, sangat tidak menutup kemungkinan ada ilmu “lain” yang belum saya ketahui. mungkin para kiai mau mengoreksi dan menambahi ? Ma’ruf KhozinAbdul Wahab AhmadZainur Rahman van HammeM Musleh Adnan atau mungkin mbak-mbak disini bisa sharing darimana mendapatkan pemahaman seperti itu ?
* Ismael Amin Kholil, Bangkalan, 9 Juli, 2021
No responses yet