Ia adalah Murid Syaikh Ahmad Khatib Sambas Asal Mindanau (Filipina Selatan)
———————————————————–
Di antara situs historis ulama Kalimantan Barat yang dapat kami ziarahi pada Jum’at (30/10) kemarin adalah makam Syaikh Nuruddin b. Abu Hasan yang wafat pada tahun 1895 dan dimakamkan di Kampung Tekarang, Kabupaten Sambas.
Syaikh Nuruddin b. Abu Hasan Tekarang tercatat sebagai mursyid Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah (TQN) sekaligus murid langsung dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas (w. 1875), seorang ulama besar tasawuf yang mengajar di Makkah yang berasal dari Nusantara sekaligus inisiator TQN.
Leluhur keluarga Syaikh Nuruddin Tekarang berasal dari wilayah Mindanau di Filipina Selatan, yang kemudian berhijrah dan menetap di Sambas.
Di Sambas, tercatat ada dua orang ulama besar yang menjadi murid langsung dari Syaikh Ahmad Khatib Sambas dan menjadi mursyid TQN, yaitu Syaikh Nuruddin yang dimakamkan di Tekarang dan Syaikh Muhammad Sa’ad yang dimakamkan di Selakau (w. 1922).
Keduanya pernah lama bermukim di Makkah dan belajar langsung kepada Syaikh Ahmad Khatib Sambas sekaligus ulama-ulama lain yang se-thabaqat dengan beliau, seperti Syaikh Dawud Pattani, Syaikh Abdul Ghani Bima, Syaikh Ismail al-Khalidi Minangkabau, Syaikh Muhammad Id Aceh, Syaikh Muhammad Arsyad Bugis Wajo, Syaikh Husain Banjar, Syaikh Muhammad Ali Betawi dan lain-lain.
Sepulang dari Makkah, Syaikh Nuruddin lalu kembali ke kampung halamannya di Tekarang dan mengajarkan ilmu agama Islam dan menyebarkan Tarekat Qadiriah Naqsyabadiah di pondok yang didirikannya di tepi sungai kecil Tekarang.
Keberadaan dua ulama di atas yang di kemudian hari menurunkan genealogi keilmuan atau silsilah TQN “jalur Sambas” (Selakau dan Tekarang). Silsilah “jalur Sambas” ini yang nanti bertemu dengan silsilah murid-murid Syaikh Ahmad Khatib Sambas lainnya, seperti jalur Syaikh Abdul Karim Banten, jalur Syaikh Thalhah Kalisapu Cirebon, jalur Syaikh Ahmad Hasbullah Madura, jalur Syaikh Abdurrahman Bali dan jalur Syaikh Marzuqi Banten.
Untuk menjangkau makam Syaikh Nuruddin di Tekarang, kita harus melewati medan perjalanan yang tidak mudah. Kita harus menyeberang sungai Sambas Besar dengan perahu sampan, setelah itu dilanjut dengan perjalanan sepeda motor melewati jalan pedalaman sekira 5 KM.
Dalam nisan kayu makam Syaikh Nuruddin Tekarang, terdapat epitaf yang menginformasikan waktu kewafatan beliau, yaitu Malam Rabu, 27 Dzulqaedah tahun 1312 Hijri (1895).
Melihat tahun kewafatan beliau, maka dekat sekali juga dengan tahun kewafatan Syaikh Mahmud b. Abdul Hamid al-Syarwani al-Daghastani (w. 1896), seorang ulama fikih Syafi’iyah di Makkah yang kemudian menjadi mufti di Kesultanan Pontianak dan wafat di Pontianak. Beliau juga adalah putra dari Syaikh Abdul Hamid al-Syarwani al-Daghastani, ulama besar Syafi’iyh di Makkah yang juga pengarang kitab “Hasyiah al-Syarwani ‘ala Tuhfah al-Muhtaj”.
Selain itu, tahun kewafatan Syaikh Nuruddin Tekarang dekat juga dengan tahun kewafatan Syaikh Nawawi Banten (w. 1897), seorang ulama besar Makkah yang berasal dari Tanara, Banten.
Tak jauh dari lokasi makam Syaikh Nuruddin Tekarang, saat ini sedang mulai dibangun Pesantren TQN al-Khatibiyyah yang dipimpin oleh Dr. KH. Adnan, seorang mursyid Tarekat Qadiriah Naqsyabandiah dari Sambas.
نفعنا الله تعالى بهم وبعلومهم في الدارين
Wallahu A’lam
Sambas, 15 Rabi’ul Awwal 1442 Hijri
No responses yet