Kontributor: Izzatul Islam Al Hanif (Mahasiswa UIN Jakarta)
K.H. Ahmad Rifa’i adalah seorang ulama kelahiran Kendal, Jawa Tengah, yang tepatnya berada di desa Tempuran pada tanggal 13 November 1785 (versi lain 1786), atau pada 9 Muharam 1200 Hijriah. Sejak kecil Ahmad Rifai selalu belajar agama islam di pesantren. Hingga pergi belajar ke mekah dan mesir selama beberapa tahun dalam niat pulang nanti dapat mendahwahkan ajaran islam. Beliau adalah seorang ulama yang gigih dalam mendakwahkkan ajaran islam di kampung kampung.
Selain tokoh agama K.H Ahmad Rifai juga seorang tokoh sosial, karena selain mendakwahkan agama islam di daerahnya beliau juga membangkitkan semangat kemerdekaan melawan kolonial Belanda dengan menanamkan arti perjuangan dan kemerdekaaan. Karena kegigihan dalam meneyebarkan agama dan perjuangan pergerakan yang di mulainya semakin memebesar hingga membuat pemerintah kolonial khawatir. Kemudian beliau dibuang ke sebuah desa terpencil di Kecamatan Limpung, Batang yang bernama Kalisasak pada tahun 1838. Pada 1841 beliau justru mendirikan Pesantren Al-Qur’an di sana, beliau juga menulis leboh dari 50 kitab. Setelah lebih dari satu abad akhirnya melalui Kepres Nomor: 089/TK/2004 beliau diberi gelar sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ahmad Rifai memiliki ajaran Tauhid yang menekankan lebih kepada syahadat dalam rukun islam yang lima. Dan ini di sebut dengan ajaran rukun islam yang satu. Tetapi hal ini banyak mengundang asumsi asumsi ajaran sesat dalam masyarakat. Tetapi pada dasarnya Pandangannya mengenai rukun Islam satu dapat dipandang sebagai upaya untuk memberikan legitimasi bagi orang-orang Islam di wilayah pedesaan yang karena suatu alasan dapat menjalankan kewajiban Islam lainnya seperti salat, puasa, zakat danhaji. Dengan pandangan ini orang-orang tersebut masih berstatus sebagai orang Islam yang memiliki banyak harapan.
K.H Ahmad Rifai lebih menenkankan kepada paham atas kalimat syahadat yang berisikan bersaksi bahwa Allah itu ESA dan juga Muhammad utusan Allah. Dengan alasam hal itu dapat membedakan mana orang Islam dan mana yang bukan. Dalam kerangkan bangun tauhid terdapat tauhid rububiyah dan juga uluhiyah yang dapat menjadikan seseorang menjadi islam secara lisan maupun perbuatan, pemikiran maupun hati.
Tauhid Rububiyah, yaitu mengakui Allah subhanahu wata‟ala adalah Rabb maha segalanya, maha pencipta, maha memberi ampunan, maha segala sesuatu dan maha Esa. mengakui rububiyah Allah adalah mengakui bahwa Allah itu Dzat yang satu dan dan sebagai pencipta. Tetapi jika hanya mengakuinya dia belumlah dapat disebut muslim. Karena orang non muslim juga ada yang mengakui Allah sebagai Tuhan tetapi hanya mengakui tidak melaksanakan ibadah di dalamnya. Maka dari itu setelah rububiyah harus diikuti dengan uluhiyah dimana meyakini bahwa tidak ada yang berhak atas segala ibadah yang dilakukan kecuali semata untuk Allah, baik itu secara lahir maupun batin. Seperti doa, takut, berserah diri, memohon pertolongan, shalat, zakat, puasa dan lain-lain. Juga Allah menciptakan jin dan manusia tidak lain hanya untuk menyembah dan beribadah kepadanya (QS. Adz Dzariyat [51]: 56) Jadi, seorang hamba yakin bahwa Allah adalah Al Ma‟bud (Dzat yang disembah), yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Karena itu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah subhanahu wata‟ala.
Artinya setelah kita bersyahadat dengan sebenarnya syahadat dengan harus kita melaksanakan rukun islam selanjutnya. Atau dapat disimpulkan bahwa rukun islam kedua hingga kelima adalah konsekuensi dari rukun islam pertama. Setelah kita menetapkan dengan bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan kita dan Muhammad adalah Rasul kita berarti kita harus siap menjalankan ajaran Rasul dan mematuhi perintah Allah. Maka jadilah muslim yang benar.
No responses yet