Beliau adalah KH. Yasin Mansur yang lahir antara tahun 1920-1924 di Mayangan Jogoroto. Ayahnya adalah KH Mansur dan ibunya Nyai Sobihah.
KH. Mansur yang silsilahnya sambung ke Aryo Penangsang ini adalah pengasuh PP Midanatut Talim Mayangan (periode 1902-1936). Beliau ini adalah guru dari KH. Hasyim Asy’ari, baca https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=421637525300344&id=100023623007183
KH. Yasin menikah dengan Nyai Barokah dari Tapen, Kudu, Jombang dan mempunyai 13 anak. Bapak Modin Agus Ali Fauzi menyampaikan nama 13 putra/putri KH. Yasin, yaitu Kiai. Ahmad Baidlawi, Kiai. M Munif, Kiai A. Mustain, Niswatin, Is’adah, Masrur, Siti Ma’rifah, Yusmiati, Masruroh, M. Agus Ali Fauzi, Habib Wijaya, Maria Ulfah, dan Gus Yon Machmudi.
Beliau nyantri di Pondok Pesantren Rojoso Peterongan pada zaman KH. Romli. Mondoknya seangkatan dengan KH. Syaubari (pendiri Pondok Pesantren Darul Ulum Kepohdoko, Tembelang, Jombang), juga seangkatan dengan KH. Siddiq Abbas (tokoh Muhammadiyah Jombang).
Selepas mondok, awalnya diminta mengajar agama di desa Tapen.Tetapi karena desa Jatipandak masih minim agama, penduduknya banyak yang ruwet seperti pemabuk maupun penjudi, akhirnya beliau diminta untuk menetap di Jatipandak. Selain menjadi guru, beliau pernah menjadi kepala KUA di Kecamatan Peterongan 1975-1980.
Kiai yang ahli falak seangkatan dengan Kiai Mahfudz Diwek ini mempunyai kebiasaan menyuci pakaian anak-anaknya, termasuk pakaian istri beliau. Memang beberapa kiai kuno punya lelakon seperti itu. Dikabarkan, Kiai Roziqon, Prambon, Nganjuk (ayah rais Syuriyah NU Nganjuk) juga membantu membereskan urusan dapur. Setiap kami sowan, beliaulah yang mengambilkan teh (menumpahkan ke gelas dan menyuguhkan).
KH. Yasin menjadi salah satu khalifah tarekat saat Mursyidnya Kiai Rifai Romly dan Kiai Dimyathy Romly, Rejoso, Peterongan. Suatu saat, Dr. Anis Bachtiar diajak kakeknya ini ke Peterongan karena dipanggil oleh Mursyid, KH. Rifai Romly. Beberapa Khalifah datang termasuk Kiai Yasin.
Sepulang dari Rejoso, Kiai Yasin berkata bahwa dari para Khalifah yang datang tersebut semua mempunyai pesantren, hanya dirinya saja yang tidak punya pesantren. Walau bagi Kiai Yasin hal itu bukan masalah, tapi hal ini membuat Dr. Anis trenyuh dan bercita-cita merintis pondok kecil-kecilan.
Dr. Anis yang santri kalong dan dengan berbekal pengalaman menjadi anak jalanan yang terbisa bertarung di jalanan, akhirnya mendekati pemuda-pemuda desa Jatiduwur untuk dilatih beladiri di mushola Muhajirin. Ada beberapa anak-anak muda yang datang dan dalam waktu yang tidak begitu lama. Akhirnya banyak yang mengikuti latihan beladiri.
Sang ayah, yakni KH. Ahmad Baidlowi (putra tertua Kiai Yasin) memberi materi pengajian kitab sebelum latihan dimulai. Beberapa anak yang ingin belajar Pagar Nusa juga ada yang menginap. Untuk pendalaman agama, anak-anak disuruh mengaji kepada Mbah Yasin.
Kiai Yasin memang dekat dengan keluarga Rejoso. Beliau total mengabdi kepada Mursyid tarekat. Hingga ada putranya yang menikah dengan keluarga Rejoso. Putra bungsunya, Gus Yon Machmudi diambil menantu oleh KH. Dimyati Romly, Abahnya Gus M Afifudin Dimyathi.
Hal yang tidak kalah menarik adalah kisah PKI. Setelah menikah dengan mbah Barokah, Kiai Yasin mengajak istrinya untuk tinggal di desa Jatiduwur. Seperti dikutip sebelumnya, setelah beberapa hari tinggal di desa tersebut terasa bahwa desa Jatiduwur tidak ada kegiatan keagamaan.
Hal itu memang didasarkan kenyataan bahwa di desa Jatiduwur tidak memiliki tokoh agama. Sejak saat itulah Kiai Yasin beserta istrinya berniat untuk merubah desa Jatidiwur menjadi desa agamis. Perjuangan dakwah yang tidak mengenal putus asa dan kesabaran dibuktikan oleh Kiai Yasin.
Sekitar tahun 1950-an, gerakan PKI begitu masif. Penggalangan masa PKI termasuk di desa Jatiduwur juga terbilang kuat, banyak masyarakat yang bergabung dengan organisasi PKI, baik BTI, Gerwani dan lainnya.
Kuatnya PKI di desa itu karena ada seorang tokoh PKI yang sangat terkenal bernama Mat Ali. tidak ada orang yang berani sama dia karena dipercaya memiliki beberapa kesaktian.
Ketika terjadi konflik terbuka antara kelompok PKI dengan masyarakat yang menentangnya, Kiai Yasin juga mendapat ancaman pembunuhan. Kiai Yasin didampingi beberapa tokoh masyarakar seperti, Pak Mastur, Mat Toyib, sodikon dan lainnya termasuk seorang tentara yang bernama Bapak Mat Rosyad.
Setelah terjadi kudeta Jenderal pada tahun 1965, banyak anggota PKI yang ditangkap Banser lalu dikumpulkan untuk diekskusi. Kiai Yasin dengan perasaan sedih bahkan menangis meminta kepada komandan Banser untuk membebaskan tawanan PKI tersebut dan berjanji akan membimbingnya.
Akhirnya komandan Banser menjadi luluh dan menyerahkan tawanan PKI tersebut kepada Kiai Yasin untuk dibina. Sebagai rasa terimakasih anggota tawanan PKI tersebut kepada Kiai Yasin karena telah diselamatkan, mereka memberikan beberapa bidang sawah kepada Kiai Yasin. Kiai Yasin menerimanya, tetapi tidak dimiliki secara pribadi namun dihibahkan untuk membangun lembaga pendidikan Madrasah Nurul Hidayah dan sebagian diserahkan desa untuk menjadi lapangan dan balai desa Jatiduwur.
Kiai Yasin meninggal pada tahun 1996 saat itu beliau adalah anggota syuriah PCNU Jombang.
Sumber
Bapak Modin M. Agus Ali Fauzi (putra)
Dr. Gus Yon Mahmudi (putra)
Dr. Anis Bachtiar (cucu)
Masukan koreksi saya harapkan.
****
Foto Kiai Yasin dengan Nyai
No responses yet