Dunia pesantren, sampai kapanpun tidak akan habis untuk di perbincangkan. Karena pesantren merupakan lembaga yang paling unik, dan bahkan memiliki sejarah yang begitu panjang, yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyrakat Nusantara. Oleh karenanya, hal yang sangat wajar kalau misalnya sekarang pesantren diberi kesempatan, sebagaimana layaknya lembaga ya lain.
Pesantren tentunya memberikan sumbangsih yang begitu besar untuk negara dan bangsa, maka oleh karenanya, santri sangat begitu dikenal oleh kalangan lapisangan masyarakat, apalagi dikalangan Islam Tradisional.
Santri tentunya dalam hal ini sebagai penggerak sosial, yang bergerak dalam bidang intelktual, baik secara kultural maupun organik. Oleh karenanya santri dan pesantren tidak dapat dipisahkan begitu saja, karena ia sebagai dualitas struktur. Seperti halnya dua sisi mata uang.
Pesantren memiliki banyak fungsi diantaranya adalah: sebagai sarana untuk membentuk prilaku manusia, yang menjurus ke dalam prilaku-prilaku yang baik. Selama di Pesantren Santri diberi pemahaman yang sangat mulia salah satunya adalah menjaga hubungan baik antar sesama manusia. Sehingga santri dapat menerima perbedaan: suku, agama, budaya juga bahasa.
Dengan adanya perbedaan itu, tidak melemahkan santri untuk melaksanakan tugasnya sebagai agen tranformasi sosial, dalam upaya untuk mencapai kebenaran-kebenaran dan realitas terciptanya kebahagian dunia akhirat. Tentunya banyak sekali gelar yang di sematkan terhadap santri diantaranya adalah sebagai panglima. Tentunya pemberian ini tidak sangat berlebihan karena pada dasarnya santri ikut andil dalam hal menjaga keutuhan negara dan bangsa.
Kehidupan Pesantren
Pesantren adalah lembaga islam yang bergerak dalam bidang pendidikan, yang mana dalam dunia pesantren, santri diajarkan berbagai macam dinamika-dinamika pemikiran, sosial, budaya, politik dan ekonomi. Tentunya dalam dunia pesantren santri di perlakukan sama, tidak ada perlakuan beda sedikitpun sehingga dalam dunia pesantren tidak megenal santri miskin, dan santri kaya, tidak mengenal muda dan tua.
Dalam tradisi pesantren, santri selalu ditekankan untuk mempertahankan ingatannya, diantaranya dengan ngaji sorogan, bandungan, hapalan, dan bahtsul masail. Sehingga dengan seperti itu santri bisa mampu mengusai pelajaran-pelajaran yang sudah diajarkan kepadanya.
Akan tetapi santri baru akhir-akhir ini di ingat dan diperhatikan oleh pemerintah, dengan adanya keputusan presiden nomor 22 tahun 2015 tentang penetapan 22 oktober sebagai hari santri. Pada masa penjajahan, sampai saat ini santri sudah banyak memberikan kontribusi yang begitu besar, yang tidak bisa diabaikan begitu saja, namun di sisi lain hanya ada sebagian kelompok lain yang diuntungkan.
Tentunya pada masa pemerintahan sekarag ini, santri diperlakukan sangat istimewa,berbeda dengan pemerintahan terdahulu. Tentunya ini tidak muncul secara tiba-tiba dan tidak beralasan. Tentunya ini harus perlu adanya ingatan sosial, menghidupkan ingatan sosial berarti bersama membangun proyek perdamaian dan tidak mengulangi kekeliruan masa lalu yang tragis.
Ingatan sosial bukan untuk balas dendam, tetapi upaya klarifikasi hukum dan sejarah untuk mencari keadilan. Tentunya ingatan sosial ini bukan hanya ditujukan saja kepada kaum santri yang sudah memberikan begitu berharga akan negara dan bangsa. Akan tetapi di lain hal ingatan sosial juga penting untuk mengingat bagaimana pola atau sikap pemerintah selama berkuasa, tentunya memiliki sejarah masing-masing yang perlu diingat.
Pada masa orde baru, banyak pihak yang berupaya menghambat proses hukum, mereka mau membungkam ingatan sosial. Ingatan sosial bangsa indonesia mau dikontrol diarahkan untuk melupakan kejahatan negara masa lalu. Banyak sisi gelap yang belum diangkat ke permukaan, orang berharap para penguasa yang terlibat akan menyikap selubung yang melingkupi masalah HAM. Tanpa ada proses hukum, telah mengaburkan ingatan sosial.
Adapun bentuk mengaburkan ingatan sosial ada tiga diantaranya adalah: pertama, pemaknaan sejarah versi penguasa waktu itu akan tetap dominan dengan mengabaikan penderitaan korban. Kedua, kesaksian korban tidak bisa dikonfrontasikan dengan para pelaku dan arsitek kejahatan HAM, tiadanya konfrontasi ini akan melemahkan bobot proses hukum. Ketiga, tiadanya pengakuan hukum terhadap korban sebagai korban
Ingatan seseorang lenyap bersama dengan kematiannya, ingatan sosial akan tetap hidup meskipun orang-orangnya sudah meninggal. Tindakan seseorang, terutama bila memiliki posisi penting, terpatri di dalam sejarah dan meninggalkan prasasti sosial. Prasasti sosial membentuk ingatan sosial di mana pelaku, korban dan makna tindakan meninggalkan jejaknya. Ingatan sosial bukan sekedar sejarah, ia adalah ingatan yang menagih agar kejahatan masa lalu diselesaikan secara adil. Maka ingatan sosial mempertanyakan impunity (tiada sanksi hukum) karena menohok rasa keadilan.
No responses yet