Saya dijapri orang yang menunjukkan video potongan pidato KH Marzuki Mustamar. Lalu orang ini menulis,

“Assalamualaikum Yai, kulo salah setunggale follower panjenengan, nyuwun pencerahanipun menapa leres video meniko ingkang nembe beredar ingkang nyebataken bilih Panjenenganipun Romo Yai Wahab Hasbulloh damel udeng-udeng serban ananging ing salebetipun wonten logo utawi lambang/pin nasakom palu arit demi keutuhan NKRI, kados menapa sing disampek aken Yai Marzuki Mustamar, menapa wonten judul bukunipun kagem referensi.”

Agar tidak terjadi pemahaman yang keliru lalu tersebar, maka perlu dijelaskan. Dalam buku “Tambakberas: Menelisik Sejarah, Memetik Uswah” dikutip kisah bahwa Masyumi membenci dan memusuhi NU, terutama Kiai Wahab karena tidak bisa mereka tundukkan, ketika NU mau melepaskan diri dari Masyumi dan menjadi partai tersendiri pada tahun 1952.

Salah satu tokoh Masyumi Jusuf Wibisono pernah berkata, “Kalau NU dibiarkan memegang peranan dalam politik, maka berarti politik akan jatuh ke tangan kaum ortodok.” Apalagi setelah NU menjadi partai politik sendiri dan mampu melampaui pengaruh Masyumi, bahkan berani mengambil kebijakan yang tegas soal berbagai pemberontakan dari DI/TIl, PRRI Permesta. Termasuk NU mendukung kuat upaya pembebasan Irian Barat yang digerakkan Bung Karno, maka NU dituduh oportunis bahkan dituduh PKI. 

Seperti dikatakan pimpinan Masyumi, Fakih Usman ketika berkunjung ke gedung NU di Kramat Raya, “Oh, ternyata NU sangat dekat dengan PKI.” Bahkan pimpinan Masyumi yang lain dengan sarkastik mengatakan, “Kalau kepala Kiai Wahab Chasbullah dicukur dengan beling (pecahan kaca) dan kemudian dikucur dengan air jeruk, maka akan keluarlah dari kepala Kiai Wahab itu palu arit.’ 

Padahal langkah NU yang dikomandoi Kiai Wahab ini sebagai langkah taktis. Beliau sebenarnya tidak sreg dengan kebijakan Bung Karno tentang Nasakom, tetapi sebagaimana elemen politik yang lain baik partai politik, ormas keagamaan, kaum cendekiawan termasuk TNI semuanya menerima 

Nasakom. 

Sebagaimana dikeluhkan Kiai Wahab bahwa Bung Karno kelewat gandrung dengan persatuan, sehingga termakan oleh ambisinya sendiri untuk mempersatukan partai partai yang sejak semula mempunyai unsur unsur yang berbeda dan mustahil disatukan. Bagaimana politik Nasakom hendak diwujudkan?, padahal secara prinsipil nasionalisme bertentangan dengan komunisme, apalagi dengan agama, karena itu sulit dipersatukan. Ini kita terima yang penting kita tidak melakukan politik konfrontatif dengan Bung Karno.

Salah memandang NU ini berkembang menjadi kesalahpahaman yang turun temurun terhadap NU dan sepak terjang para pemimpinnya. Sekalipun kebijakan Nahdlatul Ulama’ merupakan hasil Ijtihad bersama dan menjadi tanggung jawab bersama di antara para pemimpinnya, namun tokoh Kiai Wahab selalu saja menjadi pusat sasaran kebencian bahkan caci makian. Di mata kaum pembenci, Kiai Wahab selalu saja dipandang sebagai profile (wajah pemimpin) “Ulama Orla” atau “Ulama Nasakom’, Kiai Wahab cuma ketawa saja bila mendengar cemoohan demikian. 

Ucapannya yang terkenal ialah, “Kalau saya cuma sekedar anggota biasa Nahdlatul Ulama; tentu saya tak akan dijadikan sasaran kritik dan cacian. Tetapi saya adalah termasuk pimpinan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama’. Biasa, pohon tertinggi menjadi sasaran tiupan angin bahkan angin badai. Kalau saya cuma sekedar “rumput” tak akan menjadi sasaran angin badai.” 

***

Jadi palu arit itu sindiran Masyumi bukan di dalam serban Mbah Kiai Wahab ada pin atau logo palu arit. Jadi ceramah Kiai Marzuki bukan bermaksud menjelaskan bahwa serban Mbah Wahab ada logo PKI.

Nampaknya saat haul Mbah Kiai Wahab itu ada yang disalahpahami. Saya tidak menyalahkan yang menyalahpahami yang penting mau tabayun. Dalam acara tersebut juga ada pidato dari salah seorang tokoh yang menjelaskan asal usul kisah tulisan huruf (ح ر ت م) di menara masjid  Bahrul Ulum dengan berbeda dari kisah yang ditulis di buku Tambakberas.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *