Diantara syarat sah shalat Jumat dalam mazhab Syafi’i menurut pendapat yang dipedomani (muktamad) adalah terpenuhinya jumlah jamaah minimal 40 dengan ketentuan mustautin (penduduk setempat; tidak dalam melakukan perjalanan jauh yang membolehkan menjamak shalat). Dengan pengertian bahwa menurut pendapat yang muktamad, tidak sahnya shalat Jumat apabila tidak mencapai jumlah jamaah tersebut. Namun, di Nusantara shalat Jumat yang kurang dari 40 orang sudah dilaksanakan oleh penduduk negeri ini sebelum abad 17 masehi.

Bukti yang mengungkap hal tersebut adalah sebuah kitab berjudul Qurrah al-Ain bi Fatawa Ulama al-Haramain yang merupakan kumpulan 2 fatwa ulama Mekkah dahulu yang salah satunya adalah fatwa Syaikh Muhammad Saleh Rais, ulama mazhab Syafi’i yang menjabat sebagai mufti mazhab tersebut. Menarik untuk diungkapkan bahwa ulama ini adalah guru dari ulama Nusantara, seperti Syaikh Ahmad Khatib Sambas dan Syaikh Muhammad Marhaban asal Aceh.

Dalam kitab fatwa tersebut sebagaimana yang ditampilkan dalam foto kitab di bawah ini, tertulis pertanyaan seputar hukum fikih yang dilontarkan kepada Syaikh Muhammad Saleh al-Rais yang tidak disebutkan dari siapa dan daerah mana asal penanya tersebut. Namun, dalam pertanyaan tersebut disebutkan bahwa dalam risalah karya Syaikh Ahmad Qusyasyi (w. 1071 H/ 1660 M) berjudul Miftah min Mafatih al-Rahmah fi Iza’ah Karamah min Karamat al-Ummah bahwa shalat Jumat kurang dari 40 jamaah sudah dilakukan oleh masyarakat Nusantara. Menarik disini bahwa Syaikh Ahmad Qusyasyi sendiri adalah ulama Madinah yang meninggal pada abad ke-17 masehi dan menjadi guru ulama Nusantara yang bernama Syaikh Abdul Rauf al-Fanshuri yang berasal dari Aceh. Dari gurunya tersebut amaliyah bacaan zikir setelah shalat wajib 5 waktu yang dikenal dengan wirid-wirid Imam Qusyashi (aurad Qusyashiyah) berasal.

Terjemahan teks fatwa tersebut adalah sebagai berikut (tidak semua diterjemahkan):

“pertanyaan: beliau (Syaikh Muhammad Saleh al-Rais) ditanya terkait penduduk yang melakukan shalat Jumat kurang dari 40 jamaah dengan taklid kepada pendapat yang membolehkan shalat Jumat dengan 4 jamaah sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Ahmad Qusyashi al-Madani dalam risalahnya yang bernama Miftah min Mafatih al-Rahmah fi Iza’ah Karamah min Karamat al-Ummah bahwa dalam pendapat qaul qadim Imam Syafi’i disebutkan shalat Jumah sah dengan 4 jamaah…”

“Apakah dibolehkan mereka bertaklid kepada qaul qadim sebagaimana yang disebutkan dalam risalah tersebut sehingga mereka shalat Jumat kurang dari 40 jamaah kemudian dilanjutkan setelahnya dengan shalat Zuhur sebagai jalan tengah atas perbedaan dalam qaul jaded yang tidak membolehkan kecuali minimal 40 jamaah, atau tidak boleh melakukan shalat, sehingga mereka hanya wajib shalat Zuhur saja. Mohon penjelasan yang memuaskan dan sanah yang sahih dengan dalil dan nash-nash, karena telah masyhur dan tersebar bagi masyarakat awam dan ulama di penduduk tersebut sebagaimana yang disebutkan Syaikh Ahmad Qusyashi dalam risalah bahwa sah shalat Jumat kurang 40 di sebagian besar wilayah Nusantara.

Walaupun jumlahnya mencapai 40 mereka tetap mengulanginya dengan shalat Zuhur, sebab mereka berkeyakinan bahwa di antara jamaah yang sudah terpenuhi syaratnya secara jumlah, kemungkinan ada yang masih awam (ummi) yang tidak mengetahui syarat dan rukun shalat dan khutbah, sehingga kemungkinan jumlah yang mengetahui tidak mencapai 40 jamaah, sebagaimana yang dimaklumi bagi banyak orang awam yang lalai dan tidak terlalu memperhatikan agama, mereka hadir shalat Jumat karena takut akan sanksi dan hukuman penguasa.”

Jawaban yang diberikan Syaikh Muhammad Saleh al-Rais bahwa shalat Jumat hanya boleh dilakukan apabila memenuhi rukun dan syaratnya, diantaranya adalah memenuhi jumlah jamaah minimal 40 dengan ketentuan yang berlaku dalam mazhab Imam Syafi’i

Medan, 9 Januari 2020

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *