• Oosterhout, 8 Februari 1857 – Leiden, 26 Juni 1936

Ia adalah seorang Orientalis Belanda paling terkemuka pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ia memperoleh gelar doktor pada usia 23 tahun dengan disertasi tentang haji yang dipertahankannya pada tanggal 24 November 1880 di Universitas Leiden. Kurang dari lima tahun kemudian, ia pergi ke Mekah dengan tujuan untuk memahami kehidupan sehari-hari di Mekah dan ribuan Muslim dari seluruh penjuru dunia yang tinggal di Mekah, baik untuk tujuan material ataupun spiritual. Setelah 17 tahun mengabdi sebagai penasihat urusan kolonial di Hindia Belanda, ia kemudian menjadi guru besar dalam bidang Arabic Studies di Universitas Leiden pada tahun 1906. Pada tahun 1922 ia menjadi Rektor Universitas Leiden, dan meninggal pada tahun 1936.

Dalam kariernya yang panjang sebagai seorang Orientalis, ia sering dianggap sebagai orang yang lebih paham tentang Islam daripada Muslim itu sendiri dan juga dianggap lebih paham tentang pemerintahan kolonial daripada Pemerintah Kolonial itu sendiri. Dalam sudut pandang modern, ambiguitasnya menjadikannya sebagai karakternya yang paling menarik, di antaranya adalah konversinya ke Islam pada saat ia mengkritik Islam secara mendetil, dan juga dukungannya kepada Jenderal Joannes Benedictus (Jo) van Heutsz dalam Perang Aceh pada saat ia berkeras menyerukan pendidikan yang lebih baik dan pemerintahan yang lebih mandiri bagi warga Hindia Belanda.

Pilihannya untuk mempelajari Mekah mungkin dipengaruhi oleh gurunya di Leiden, Michael Jan de Goeje (1836 – 1909) yang menjalankan “pabrik” manuskrip dari naskah-naskah klasik untuk diterbitkan, biasanya oleh penerbit Brill. Pada awalnya, Snouck tertarik dengan ide meneliti naskah-naskah tersebut. Namun, ia akhirnya memiliki ide “gila” untuk mengunjungi Mekah secara langsung dan belajar tentang Islam dari tempat asalnya. Publikasinya tentang sejarah dan masyarakat Mekah pada tahun 1888 – 1889 membuatnya menjadi sangat terkenal bahkan sebelum usianya mencapai paruh baya. Dunia modern akhirnya mengakui bahwa Snouck tidak hanya tertarik dengan naskah-naskah klasik, tetapi juga bahkan etnografi.

Ketertarikannya mengkaji Mekah melalui penelitian etnografi mungkin terinspirasi oleh E.W. Lane (1801 – 1876) yang menerbitkan buku yang berjudul ‘An account of the manners and customs of the modern Egyptians’ (1836) setelah Lane tinggal di Kairo selama kurang lebih enam tahun dalam dua periode, masing-masing selama tiga tahun. Dengan menggunakan nama Mansur, Lane hidup sebagai seorang Muslim di sana dan menikah dengan perempuan Mesir yang bernama Nafisa (yang kemudian ia bawa ke Inggris hingga akhir hayatnya). Namun, Mekah jelas berbeda dengan Kairo. Alasan utamanya adalah bahwa Mekah adalah kota yang terlarang bagi non-Muslim.

Justru karena terlarangnya itulah, dalam sejarah Mekah kita mengetahui ada banyak petualang non-Muslim yang tertarik untuk mengetahui Mekah lebih dalam. Pihak yang berwenang dan warga Mekah tentu saja tidak tinggal diam. Mereka berupaya untuk mengungkap identitas orang-orang ini yang nyawanya terancam jika ketahuan. Namun, Snouck bukanlah seorang petualang. Ia datang ke Mekah dengan pengawalan. Setelah selama kurang lebih lima setengah bulan berada di Mekah, hidupnya terancam karena Wakil Konsul Prancis di Jedah, De Lostalot membuat rumor bahwa Snouck berada di Mekah sebagai seorang arkeolog dan pedagang barang-barang antik. Snouck akhirnya harus meninggalkan Mekah pada bulan Agustus 1885, setelah tiba di sana pada bulan Februari 1885, dan sebelumnya tiba di Jedah pada tanggal 28 Agustus 1884. Seperti Lane, Snouck juga menjadi seorang Muslim dan hidup bersama-sama Muslim. Namun, tidak seperti Lane, ia meninggalkan perempuan yang dinikahinya di Mekah, yang hingga kini identitasnya tidak diketahui.

 

Snouck bukanlah orang yang religius (tetapi tidak lantas ia tidak beragama). Dari karyanya tentang Mekah, kita mengetahui bahwa ia hanya sedikit memiliki pandangan normatif tentang masalah religiusitas. Namun, ia memiliki ketertarikan yang sangat kuat terhadap agama sebagai sebuah fenomena sosial. Ia berusaha sekuat tenaga menjawab pertanyaan tentang bagaimana dan sampai sejauh mana orang mau membentuk kehidupan pribadi dan sosial mereka berdasarkan apa yang mereka anggap sebagai perintah Tuhan.

Karyanya tentang Mekah juga menimbulkan ribuan pertanyaan tentang bagaimana seorang Barat di usianya yang muda dan dalam waktu yang relatif singkat mampu diterima oleh warga Mekah sebagai bagian dari mereka, dan kemudian menuliskan observasinya yang mendetil tersebut. Tetapi, untuk hal tersebut, Snouck lebih banyak diam, hingga akhirnya banyak rumor yang muncul dalam usahanya menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Karyanya tentang Mekah (1888 – 1889, 2 volume + 1 portofolio) memang sudah menjadi karya klasik, tetapi dalam detil isi dan pendeskripsiannya, ia juga adalah sebuah buku yang modern. Volume pertama buku Mekah tersebut, yang aslinya diterbitkan dalam bahasa Jerman (Die Stadt und ihre Herren – Kota dan Tuannya), adalah sebuah karya sejarah tentang kota Mekah dan para penguasanya. Bagi para sejarawan agama yang kritis, buku tersebut tidak lantas dianggap sebagai anti-Islam, justru sebanding dengan bagaimana, misalnya, orang-orang Katolik menggambarkan rahasia Vatikan, yaitu ada bagian-bagian yang sakral, namun ada juga yang tidak sakral. Tetapi, memang dalam kesempatan yang lain, Snouck terbiasa sangat kritis dalam mempertanyakan tentang Islam, dan juga agama-agama lain yang ia amati.

Volume kedua buku tersebut (Aus dem heutigen Leben – Dari Kehidupan Hari Ini) menggambarkan tentang masyarakat Mekah pada tahun 1880an. Hingga sejauh ini, buku tersebut adalah satu-satunya monograf yang paling komprehensif tentang Mekah karena para sosiolog-antropolog Muslim tidak pernah benar-benar menjelajah Mekah untuk menggambarkan kota itu dengan pendekatan non-normatif. Sisi modern buku tersebut terletak dalam ide Snouck tentang bagaimana kehidupan bersama dengan orang-orang yang memiliki beragam budaya dan agama yang berbeda, dan menggambarkannya. Volume kedua itu berisikan narasi Snouck tentang kehidupan publik dan privat warga Mekah, sistem pendidikan tradisional di al-Masjid al-Ḥarām, dan juga tentang koloni Jãwī (Jawah, moekimer) di sana, yaitu orang-orang Asia Tenggara (mayoritas dari Hindia Belanda) yang tinggal sementara atau permanen di sana untuk belajar, bekerja, atau berdagang.

Salah satu hal yang paling menarik bagi kita pembaca modern dalam melihat karya Snouck tersebut mungkin adalah suplemen dari kedua volume itu, yaitu sebuah portofolio (Bilder-Atlas zu Mekka – Gambar Atlas Mekah) dengan foto-foto Ka’bah, bangunan-bangunan lainnya, warga lokal, warga pendatang, dan benda-benda etnografis lainnya yang beberapa di antaranya diambil oleh Snouck sendiri dan juga oleh seorang tabib lokal yang akhirnya menjadi temannya, yaitu ‘Abd al- Ghaffār (secara kebetulan, nama Muslim Snouck ketika berada di Mekah juga adalah ‘Abd al- Ghaffār). Penggunaan kamera pada saat itu memperlihatkan bahwa Snouck memang terpengaruh oleh E.W. Lane yang menggambarkan Kairo tidak hanya melalui tulisan, tetapi juga foto.

Walaupun salah satu tujuan awal Snouck datang ke Mekah adalah untuk melihat prosesi ibadah haji sebagai sebuah fenomena keagamaan yang dipengaruhi oleh kondisi sosial-politik, pada akhirnya ia tidak pernah menyaksikannya karena ia dipaksa untuk meninggalkan Mekah sebelum musim haji tiba. Ia melihat ibadah haji, walaupun hanya sekilas dibahas di bukunya, sebagai sebuah ritual yang penting hanya bagi warga lokal, tetapi tidak terlalu penting bagi Muslim umumnya dibandingkan dengan, misalnya, puasa di bulan Ramadan yang dilakukan oleh seluruh Muslim di dunia. Oleh karena itu, fokus utama Snouck adalah masyarakat Mekah, bukan ibadah haji. Hal inilah yang membedakan Snouck dengan para petualang Barat yang tertarik dengan Mekah karena di Eropa saat itu Mekah adalah sinonim dari ibadah haji.

Di Jedah dan Mekah, selain dengan sang tabib ‘Abd al- Ghaffār, Snouck juga berteman dengan P.N. van der Chijs (w. 1889), Wakil Konsul Belanda di Jedah. Van der Chijs adalah orang yang antara tahun 1885 – 1889 mengirimkan informasi, foto, dan benda-benda etnografis dari Mekah, via Jedah, ke Leiden untuk kepentingan penelitian Snouck. Sang tabib sendiri adalah orang yang mengambil foto-foto tersebut di Mekah. Ketika foto-foto tersebut terus dikirimkan oleh Van der Chijs, Snouck menerbitkannya sebagai sebuah buku bergambar, Bilder aus Mekka. Mit kurzem erläuterndem (1889) (Gambar dari Mekah. Dengan narasi penjelasan singkat).

Selain dengan keduanya, Snouck juga berteman dengan Raden Aboe Bakar Djajadiningrat (1854 – 1914), seorang bangsawan dari Banten yang pada akhirnya banyak memberikan ‘informasi yang berguna’, selain bagi Snouck, juga bagi konsul Belanda di Jedah tentang kondisi Mekah. Di tanah Arab, Snouck tetap berhubungan melalui surat dengan, di antaranya, ibunya, teman-temannya seperti Pieter van Romburgh dan Jan Goedeljee, gurunya M.J. De Goeje, kolega akademiknya di Strasbourg Theodor Nöldeke (1836 – 1930) dan koleganya di Budapest Ignaz Goldziher (1850 – 1921). Episode Mekah ini di kemudian hari terbukti sebagai salah satu yang paling penting, jika tidak disebut sebagai yang paling penting, dari seluruh kehidupan Snouck.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *