Tak dipungkuri lagi korban Covid 19 di negeri yang kita cintai ini makin hari makin bertambah dan memprihatinkan, tetapi satu hal yang pasti, kita semua harus optimis, dengan kerjasama melawan dan atas izin Allah, insyaallah wabah ini akan segera berlalu. Amin.

Kenapa kita harus optimis? Karena Rasullah bersabda ﷺ:

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya.” (HR Bukhari).

Rasulullah ﷺ, juga bersabda,

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءُ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ

“Setiap penyakit pasti ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah ‘Azza wa Jalla.”

Tentu saja selain kita harus yakin, bahwa semua penyakit/wabah akan ada solusinya/obatnya, karena memang kita dilarang berputus asa, tentu saja, juga karena sudah ada janji dari Rasulallah Saw., orang yang dipilih Allah untuk memberi petunjuk, sebagaiman bunyi hadis di atas.

Selain itu, kita juga perlu membumikan petunjuk-petunjuk itu melalui fatwa ulama dan anjuran medis. Diantaranya harus menjaga kebersihan, menghindari kerumunan, selalu menggunakan masker, dan lain sebagainya.

Dalam kondisi seperti ini, sekiranya penting kita menilik pada sejarah umat islam ketika dilanda wabah dan mencari solusinya. Paling tidak ada dua judul buku yang mengkisahkan prihal itu. Pertama al-Wafi bi al-Wafayat karya al-Shafady, dan kedua buku Nihayah al-Arab fil Funun al-Adab karya al-Nuwairi.

Dua judul buku di atas, menjelaskan secara rinci kondisi geografi dan antropologi masyarakat arab zaman Khalifah, terutama zaman Khalifah Umar bin Khatab, yang mendapat ujian berat, yaitu sekitar dua puluh lima ribu lebih umat islam di Syam meninggal akibat wabah thaun, sampai-sampai sahabat senior Nabi, gubernur Syam Abu Ubaydah bin Jarrahpun meninggal, serta penggantinya, yaitu sahabat Muadz bin Jabal.

Estafet kepemimpinan kemudian diambil alih oleh Amru bin Ash, yaitu gubernur Mesir, dan apa yang telah diupayakan oleh bin Ash ternyata sangat efektif dengan membuat kebijakan seluruh masyarakat wajib uzlah atau mengisolasi diri ke bukit-bukit, pegununungan dan lembah-lembah. Bagi yang tak punya bekal, Negara saat itu memberi jaminan akan kebutuhan pokoknya.

Saat itu bin Ash langsung berpidato: “…tidak bisa tidak, wabah ini seperti api, yang terus menjalar jika kita berkerumun, maka segera saja kalian semua harus memencar, uzlah, menjauh ke bukit-bukit, kalau tidak segera api-wabah ini melalap kita semua…” Lalu apa selanjutnya yang diminta bin Ash ketika masyarakat sudah uzlah? Tentu saja tiada hari selain lebih mendekatkan diri kepada Allah, dengan berbagai amalan. Ternyata kebijakan ini bisa mempengaruhi psikis yang buruk, setelah berbulan-bulan dilanda wabah.

Cara ini ternyata juga sejalan dengan teori medis, sebagaimana yang disampaikan oleh para dokter, bahwa psikis yang buruk (semakin cemas dan panik) organ tubuh akan melepas berbagai hormon stress (steroid group) yang itu justru akan mensupresi semua sel imun manusia, terutama NK sel dan CD8 Citotoksik.(baca: sel kekebalan tubuh) artinya dengan panik, dan cemas yang terlalu, maka tubuh akan kehilangan daya imunitasnya, akhirnya jagankan virus corona, virus flu aja akan menjadi susah bagi tubuh untuk melawannya.

Selain itu ketika psikis terkendali, maka secara spiritual, hubungan manusia dengan Allah akan semakin dekat dan nyata. Mereka akan menyadari kelemahan dan keterbatasan-keterbatasannya, sehingga ia akan bisa lebih berharap dan memasrahkan semua urusan duniawi hanya kepadaNya.

Ketika posisi itu terjadi dalam hati, maka orang akan mendapatkan keseimbangan antara hati dan pikiran, antara kemampuan dan kebijaksanaan, antara aktifitas dan istirahat, sehingga membuat orang semakin tegar dan bisa mengendalikan emosinya.

Jika seseorang mampu mengendalikan emosinya, atau perasaannya, mereka otomatis bisa juga menghadapi segala sesuatu dengan positif, maka otak akan mengeluarkan hormon Beta-endorfin, sebagai daya imun yang dibutuhkan oleh tubuh. Karena perasaan adalah detak jantung yang lain, yang butuh ritme agar terjadi keseimbangan.

Ternyata kebijakan yang telah dibuat oleh Amru bin Ash ini, tak membutuhkan waktu lama, begitu efektif menghentikan wabah yang sangat mencekam. Itu diantaranya, menurut al-Shafady, karena Amru bin Ash selain sebagai gubernur, juga seorang yang dikenal mengetahui ilmu thib (medis).

Karena itu, belajar dari sejarah islam ini, sudah seyogyanya semua pihak harus mengikuti saran pemerintah, dengan mengikuti langkah-langkah medis, diantaranya dengan social distancing, karantina atau uzlah di rumah, mengkonsumsi bahan-bahan yang bisa memperkuat imunitas tubuh, diantaranya dengan jahe, temu lawak, sirih, kunyit, buah-buahan, sayur-sayuran, dan tentu saja harus mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kerjasama secara kompak, insyaallah wabah ini akan segera berlalu. Amin. Wallahu’alam bishawab.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *