• Guru dari Syekh Muda Waly.

Syekh Abdul Ghani Kampari merupakan tokoh kunci Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera selain dari Syekh Abdul Wahab Rokan yang juga ulama Tarekat Naqsyabandiyah yang diperhitungkan. Syekh Abdul Ghani Kampari diperkirakan lahir di tahun 1811, dan beliau wafat pada tahun 1961 dalam usia 150 tahun. Sebagai salah satu ulama yang mumpuni dalam ilmu syariat dan tarekat, tentulah mengawali masa remajanya belajar dari surau ke surau yang bertebaran di Minangkabau, apalagi pada masa itu banyak para ulama di Padang yang mendirikan surau mereka masing-masing seperti Tuanku Kisai atau Syekh Haji Amrullah yang juga ulama pemuka Tarekat Naqsyabandiyah di Padang kakek dari Buya Hamka teman sepengajian Syekh Ahmad Khatib Minangkabau.

Demikian halnya dengan Syekh Abdul Ghani Kampari walaupun tidak diketahui persis dimana beliau belajar, namun dapat dipastikan beliau belajar dari surau ke surau yang ada di Kampar, karena awalnya Kampar masuk wilayah Minangkabau, namun setelah pemecahan wilayah masuklah Kampar ke wilayah Riau. Setelah bertahun-tahun belajar di kampung halamannya kepada para ulama setempat, maka berangkatlah Syekh Abdul Ghani Kampari ke Mekkah untuk memperdalam ilmunya.

Bila melihat tanggal lahirnya Syekh Abdul Ghani Kampari, maka beliau hidup sezaman dengan Syekh Nawawi al-Bantani ulama penulis dari nusantara yang karya tulisnya banyak dicetak di Timur Tengah.Syekh Nawawi al-Bantani berguru kepada ulama dan Mufti Mazhab Syafi’i yaitu Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang juga merupakan guru dari Syekh Sayyid Bakri Syatta pengarang I’anatutthalibin yang merupakan guru utama dari Syekh Ahmad Khatib Minangkabau. Disebutkan pula bahwa salah seorang ulama besar tarekat yaitu Syekh Abdul Wahab Basilam juga berguru kepada Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Maka kemungkinan Syekh Abdul Ghani Kampari juga berguru ke Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan selain guru utama beliau dalam ilmu tarekat yaitu Syekh Sulaiman Zuhdi yang dikenal pula dengan Syekh Sulaiman Efendi, seorang mursyid ternama dalam Tarekat Naqsyabandiyah yang berada di Jabal Abi Qubais. 

Sedangkan di Aceh pada tahun-tahun Syekh Nawawi al-Bantani dan Syekh Abdul Ghani Kampari juga hidup seorang ulama yang berasal dari Tanoh Abee yang menjadi Qadhi Rabbul Jalil atau penasehat para pemimpin Aceh selain Sultan beliau adalah Teungku Chik Tanoh Abee. Karena penasehat Sultan adalah Qadhi Malikul Adli atau Syeikul Islam dalam istilah yang masyhur adalah mufti. Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee yang berasal dari Aceh juga ulama dan memiliki banyak kelebihan, beliau merupakan tokoh perjuangan Aceh dalam perang Belanda bersama dengan Teungku Chik Di Tiro dan para ulama lainnya.

Setelah beberapa tahun beliau belajar di Mekkah, dan telah pula diangkat menjadi mursyid dalam Tarekat Naqsyabandiah, pulanglah Syekh Abdul Ghani Kampari ke tempat yang kemudian dikenal dengan Batu Basurek Bangkinan Riau, maka dengan segenap pengabdian beliau mendarmabaktikan ilmunya kepada masyarakat Riau dan sekitarnya. Beliau membangun tempat-tempat suluk untuk mereka yang ingin memperdalam kajian tasauf terutama aspek Tarekat Naqsyabandiyah. Dan datanglah dari berbagai tempat para murid yang ingin belajar kepada beliau dan di antara murid beliau adalah ulama terpandang dari Aceh Teungku Syekh Muda Waly al-Khalidy.

Selain Syekh Abdul Ghani ada dua ulama lainnya yang juga terkenal dengan sebagai tokoh Tarekat Naqsyabandiah Sumatera di antaranya Syekh Abdul Wahab Basilam yang terkenal di wilayah Langkat, Medan dan sekitarnya dan Syekh Ja’far Pulau Gadang yang juga mursyid yang menjadi guru bagi ulama terkenal Malalo Syekh Zakaria Labaisati Malalo. 

Syekh Abdul Ghani Kampari dikenal sebagai seorang ulama besar yang memiliki murid-murid yang bersuluk padanya, umumnya para ulama, sebut saja sebagian dari mereka adalah: Abuya Syekh Muhammad Waly al-Khalidy, dimana beliau bersuluk kepada Syekh Abdul Ghani sepulangnya beliau dari melaksanakan ibadah haji di Mekkah. Syekh Muda Waly kemudian menjadi tokoh sentral jaringan para ulama dayah kontemporer serta mursyid yang menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah seluruh Aceh. Murid lainnya dari Syekh Abdul Ghani Kampari adalah anaknya yaitu Syekh Aidarus Kampari yang merupakan murid dari Syekh Muda Waly ketika belajar di Darussalam Labuhan Haji Aceh. Syekh Aidarus kemudian menjadi pelanjut kemursyidan di Kampar Riau setelah wafat ayahnya Syekh Abdul Ghani Kampari.

Ada yang menyebutkan bahwa dua orang ulama Padang seperti Syekh Jamil Sa’di anak dari Syekh Sa’ad Mungka dan Syekh Zakaria Malalo juga merupakan murid dari Syekh Abdul Ghani Kampari, berdasarkan keterangan para murid-muridnya. Sedangkan nama lainya yang berasal dari Aceh adalah Abuya Doktor yang merupakan anak Syekh Muda Waly yaitu Abuya Muhibbuddin Waly al-Khalidy. Selain ulama-ulama yang telah disebutkan, banyak pula ulama lainnya yang menjadi murid dari Syekh Abdul Ghani Kampari. 

Secara khusus di Aceh masyhurnya nama Syekh Abdul Ghani Kampari tidak terlepas dari pengaruh dan ketokohan Syekh Muda Waly al-Khalidy. Selain Tarekat Naqsyabandiyah yang dikenal di Aceh, tarekat lainnya ialah tarekat Syattariah yang dikenalkan pada masa yang lalu oleh ulama dan mufti Aceh pada masanya Syekh Abdurrauf Singkil. Adapun Abu Kruengkalee merupakan Mursyid Tarekat Haddadiyah yang beliau terima di Mekkah. 

Syekh Abdul Ghani Kampari memiliki seorang anak yang alim dan meneruskan perjuangan beliau di Kampar yaitu Syekh Aidarus Kampari. Syekh Aidarus adalah lulusan Darussalam Labuhan Haji. Beliau belajar dan mengajar di pesantrennya Syekh Muda Waly selama 11 tahun. Syekh Aidarus mulai belajar di Darussalam pada tahun 1945 dalam usianya 19 tahun, hingga mencapai tahun 1965, sekitar 11 tahun beliau berada di Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan. Syekh Aidarus termasuk generasi awal dari murid-murid yang belajar kepada Abuya Syekh Muda Waly. Beliau segenerasi dengan Abu Yusuf ‘Alamy, Teungku Syekh Adnan Mahmud, Teungku Syekh Jailani Kota Fajar, Teungku Syekh Imam Syamsuddin dan para ulama lainnya.

Melalui usaha yang sungguh-sungguh Syekh Aidarus, beliau telah berhasil melanjutkan dan mengembangkan usaha sebelumnya yang diupayakan oleh ayahnya Syekh Abdul Ghani Kampari. Syekh Aidarus juga telah membangun lembaga pendidikan baik pada tingkatan tsanawiyah dan aliyah yang kemudian dikembangkan oleh anaknya sampai sekarang oleh anaknya Ustadz Haji Alaidin al-Athory, lulusan dari Kairo Mesir. Selain dikenal sebagai seorang mursyid, pendidik handal, Syekh Aidarus dikenal sebagai ulama yang abid dan tekun dalam ibadah, sehingga diberikan banyak kelebihan, menurut para murid yang belajar kepadanya menyebutkan ilmu yang didapat mudah dipahami dan lama melekat.

Setelah mendidik generasi para ulama, dan setelah perjuangan yang besar terhadap masyarakatnya, pada tahun 1961 wafatlah ulama ahli tarekat ini dalam usia yang sangat sepuh 150 tahun. Dan bertepatan pada tahun 1961 wafat pula ulama besar Aceh yang merupakan muridnya dalam tarekat yaitu Abuya Syekh Muda Waly al-Khalidy.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *