Seseorang tidak akan takabur atau sombong kecuali karena dia mempunyai keyakinan bahwa dalam dirinya terdapat kesempurnaan atau keistimewaan, baik hal duniawi atau agama. Bahkan, orang fasik sekalipun berbangga hati dengan seringnya dia bersama para wanita karena menyangka itu adalah kesempurnaan dirinya walau sesungguhnya dia keliru.
Sebab-sebab sifat takabur, menurut Syaikh Nawawi Banten, ada tujuh:
Pertama, ilmu. Rasulullah bersabda bahwa petaka ilmu adalah kesombongan. Ilmu yang hakiki adalah yang dapat mengenalkan seseorang pada diri dan Tuhannya, kewaspadaan di akhir hidup, hujjah Allah serta besarnya ancaman bagi yang berilmu.
Kedua, amal dan ibadah.
Dalam hal ini, Ulama’ dan ahli ibadah dibagi tiga tingkatan. Pertama, orang yang dalam dirinya terdapat sikap sombongnya, hanya saja dia masih berijtihad, tawadlu’ serta melakukan seperti yang dilakukan orang yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang lain. Dia telah memotong ranting-rantingnya, namun pohon kesombongannya masih tetap berdiri di hatinya.
Tingkatan kedua, dia menampakkannya dalam perilaku, seperti bersikap congkak di majelis, mendahului teman-temannya serta tidak terima pada orang yang tidak memperhatikan haknya. Contoh kecilnya adalah mengernyitkan muka pada yang lain sebagai tanda bahwa dia tidak suka.
Tingkatan ketiga adalah sombong dengan ucapan, mengaku-ngaku dan sok suci. Orang ahli ibadah, misalnya, bilang: Siapa dia ? Apa amal ibadahnya ? Apakah dia zuhud ? Saya berpuasa sejak anu sampai anu, saya tidak tidur malam. Orang yang alim juga bercerita: Saya menguasai dan mendalami banyak ilmu, saya berguru pada kiai fulan dan fulan, Kamu siapa ? Apa keistimewaanmu ? Kamu mengaji pada siapa saja ? Berapa Hadits yang kamu hafal ??
Ketiga, nasab. Yang mempunyai nasab mulia cenderung meremehkan orang yang tidak bernasab mulia, meskipun dia unggul amal ibadahnya dari dirinya.
Keempat, kecantikan atau ketampanan. Ini banyak terjadi saat ini dan menimbulkan ghibah serta membuka aib orang lain.
Kelima, harta. Ini menjadi penyakit bagi para bangsawan, konglomerat, pedagang dan petani yang sukses.
Keenam, kekuatan. Ini dijadikan sikap sombong bagi mereka yang lemah.
Ketujuh, pengikut, murid dan keluarga. Para raja akan takabur dengan banyaknya pendukung dan tentaranya. Sementara Ulama’ bangga dengan banyaknya santri.
Lalu, bagaimana cara mengobati sikap takabur ini ?? Menurut Sayyid Abu Bakar Syatha ad-Dimyathi al-Makki adalah dengan mengenal Allah dan dirinya. Jika telah mengenal Allah maka dia akan tahu bahwa di muka bumi ini tidak ada yang pantas untuk sombong dan mengagungkan diri kecuali Allah semata. Ketika dia kenal dirinya sendiri bahwa dia adalah makhluk yang paling hina dimuka bumi maka tidak jalan lain kecuali dia harus tawadlu’ pada semua makhluk Allah.
Dalam Hidayatul Adzkiya’, Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad al-Malibari as-Syafi’i (12 Sya’ban 871 – 16 Sya’ban 928 H.) bernazham:
و ليحذرن عجبا رياء و الحسد # و الإحتقار لغيره بالإعتلا
Sungguh, jauhilah sifat ujub, riya’, dengki dan meremehkan orang lain dengan sombong.
Wallahu a’lam.
Kambingan Barat
Selasa, 22 Dzul Qa’dah 1441 H. / 14 Juli 2020 M.
No responses yet