Parung Bogor. Pada Selasa-Rabu, 25-26 Juni 2019 diadakan Majelis Khatm Al-Qur’an Rutin sekaligus Wetonan (Hari Lahir) KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Walimah Safar di Padepokan Ngasah Roso “Ayatirrahman” Jl. Tulang Kuning RT. 07 RW. 06 Desa Waru Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat yang didirikan oleh KH. M. Mustofa Abd Ghofur dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA.

Dengan mengundang kerabat, para tokoh, para santri, dan teman-teman; khususnya teman-teman dari Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta juga hadir untuk memberikan do’a. Mereka disambut dengan hangat oleh KH. Mustofa Abd Ghofur dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA yang akan berangkat haji pada tanggal 7 Juli 2019.

Selasa, setelah makan siang diadakan dialog kecil tapi formal di musholla padepokan yang dipimpin oleh KH. M. Mustofa Abd Ghofur untuk memberikan kata pengantar, juga serta menyampaikan kata sambutan, Dr. Yusuf Rahman, MA (Dekan), Kusmana, Ph.D (Wakil Dekan I) dan para pejabat lainnya.

“Diadakan Walimah Safar pada 25-26 Juni 2019 karena bertepatan pada weton atau hari lahir Gus Dur pada malam Rabu-Pahing yang bertepatan pada 22 Syawal 1440 H. Setiap hari weton Gus Dur, kami istiqamah mengadakan Majelis Khatm Al-Qur’an.” Terang Lilik Ummi Kaltsum, tuan rumah yang sekaligus menjabat Wakil Dekan II

Pada giliran sambutan disampaikan Dr. Media Zainul Bahri, MA (Wakil Dekan III) menjadi ramai dan seru saat ia menceritakan sosok Gus Dur dan santrinya yakni, M. Mustofa Abd Ghofur. Media Zainul Bahri termasuk Gusdurian sejati yang menyukai pemikiran-pemikiran Gus Dur.

“Sekarang Gus Dur sudah tiada, tidak ada lagi sosok Gus Dur, ketika saya melihat fotonya Gus Dur di dalam rumah Mas Mustofa seolah-olah Gus Dur masih ada. Andai Gus Dur masih ada, beliau pasti sangat bangga, bahwa santri yang dulu dipasrahin untuk menjaga Pesantren Ciganjur kini memiliki pesantren sendiri yang diberi nama Padepokan Ngasah Roso ‘Ayatirrahman’.” Tutur Media

“Saat itu saya datang di Ciganjur ingin menemui Gus Dur, kira-kira pada pukul 03.30 WIB pagi saya sudah datang, selanjutnya ikut berjama’ah subuh. Bagaimana supaya bisa menemui Gus Dur? Melalui bantuan Mas Mustofa dan Bu Lilik Ummi Kaltsum, sebagai santri, pemangku pertama Pesantren Ciganjur dan anak angkat Gus Dur inilah saya dapat menemui Gus Dur. Waktu itu ngobrol bersama Gus Dur kurang lebih 2 jam.” Tambahnya

“Mungkin Mas Mustofa akan menerapkan model di Ciganjur dulu, jadi tamu siapapun yang datang, baik pejabat atau orang yang berkepentingan pun harus mengisi buku tamu untuk mengantri ketika menemui Gus Dur. Dari buku tamu itu, Mas Mustofa memanggil para tamu yang akan menjadi giliran menemui Gus Dur. Pada pukul 05.30 WIB pagi baru menjadi giliran saya. “Media Zainul Bahri dan kawan-kawan masuk…” Terang Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta ketika mencontohkan Mas Mustofa saat memanggil para tamu

Waktu itu saya masuk dan bersalaman dengan Gus Dur, dan waktu itu juga ada tamu yang berambut gondrong mencium tangan Gus Dur berpamitan langsung pulang, kemudian giliran saya duduk, tiba-tiba Gus Dur memulai obrolan; “Kamu tahu gak orang berambut gondrong tadi yang minta do’a? Ia adalah ketua geng motor gedeh di Tulungagung Jawa Timur. Ketua geng tersebut meminta kepada saya agar dapat mengisi pengajian bagi pengguna motor-motor gedeh. Ah, paling berapa orang di Jawa yang punya motor gedeh, paling 10 atau 15 orang. Saya mengatakan; ‘ya insyallah’ datang, tapi saya gak mau datang. Eh akhirnya ketua geng ini datang lagi ke sini menagih saya untuk mengisi pengajian. Karena orang ini merasa mengganggu ketenangan, akhirnya saya pun datang untuk mengisi pengajian di stadiun Tulungagung. Apa yang terjadi di sana? Ternyata jama’ah yang datang ramai sekali, mencapai 50 ribu-an pecinta motor gedeh lintas Jawa. Kata Gus Dur. “Ntah beneran apa tidak, karena Gus Dur tidak melihat.” Ujarnya saat menirukan keterangan Gus Dur sambil disambut gelak tertawa para tamu dari Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta

Dalam cerita Gus Dur, bahwa ketua geng motor gedeh tersebut pekerjaannya adalah masuk ke dalam laut, 3 hari tidak keluar-keluar, setelah 3 hari dari laut ia keluar membawa ikan banyak lalu dibagikan kepada tetangga-tetangganya. Begitulah kerjaannya. Mungkin dari kita tidak akan percaya. “Pikir saya, mungkin ia pakai set scuba alat pernafasan oksigen khusus menyelam, tapi tidak mungkin, namanya juga supranatural.” Tapi ini fakta, kata Gus Dur. Jadi ketua geng motor tersebut memiliki kemampuan masuk ke dalam air.

“Jadi, tamunya Gus Dur itu aneh-aneh dan unik-unik. Inilah panggungnya Gus Dur.”

Malah kata Gus Dur, kamarin ada tamu datang ke sini, pengantin baru, ia ingin membangun rumah masak ya minta duit ke saya. Biasanya kalau ada ibu-ibu datang ke saya minta uang, itu tidak terhitung jumlahnya, datang ke sini meminta uang untuk beli baju anaknya. Lah ini baru nikah, mau bangun rumah datang ke saya, minta uang. Kata Gus Dur, padahal saya sampai umur 45 tahun juga masih ngontrak. “Kayaknya Gus Dur sedang menyindir saya. Memang pada waktu itu saya juga masih pengantin baru, istri saya sedang hamil anak pertama.” Ungkapnya sambil tertawa

“Inilah cerita saya tentang Gus Dur, kenang-kenangan selama bolak-balik ke Ciganjur dan bertemu dengan Pak Mustofa dan Bu Lilik.” Pungkas mantan Ketua Prodi Studi Agama-Agama UIN Jakarta

Dalam akhir sambutanya, Media Zainul Bahri juga mendoakan keluarga KH. M. Mustofa Abd Ghofur dan Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA; “Mudah-mudahan pesantren ini berkembang pesat dan melahirkan santri-santri yang hebat.” Tutupnya

Wallahu a’lam

[1] Penulis: M. Najib Tsauri, alumni Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

One response

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *