Jama’ah : “Jo benarkah setiap akan mengalami sesuatu kita selalu diberi peringatan terlebih dahulu oleh Allah?”

Paijo : “Begitulah kang.  Kata Yuk Tin, semua manusia yang menggunakan nalarnya akan tahu. Nggak peduli orang beriman atau tidak , semua diberi anugerah kemampuan itu. Seperti  kita sadar bahwa mendung sebagai tanda adanya potensi akan turun hujan. Tapi sedikit sekali orang yang berpikir lebih dalam soal itu. Apalagi jika tanda-tanda itu adalah tanda yang tidak empiris. Semakin manusia lengah dan bahkan tidak peduli, meskipun itu berhubungan dengan tanda empiris.”

Jama’ah : “Waduh Jo, awalnya aku paham. Tetapi yang selanjutnya aku malah makin bingung. Apa maksudnya Yuk Tin itu.”

Paijo : “Aku sendiri sampai sekarang belum paham kang. Tapi konon kata Yuk Tin kita ini kurang mengasah kemampuan membaca tanda-tanda itu tersebut dengan dasar iman. Baru sebatas rasio semata, itupun tidak mendalam sehingga tidak bisa melahirkan pengetahuan ilmiah. Akibatnya kita lebih menikmati sebagai pemakai ilmu ketimbang produsen ilmu pengetahuan.”

Jama’ah : “Oh begitu ya Jo, betul juga kata Yuk Tin. Lantas kira-kira selain kemampuan membaca secara empiris apa ada lagi yang perlu kita asah Jo?” 

Paijo : “Nah itulah kang saya sendiri kurang tahu. Yuk Tin memang pernah mengajari kami para pelayan warungnya tentang bagaimana kita harus belajar mengaitkan tanda empiris dengan nalar keimanan yang tidak empiris.”

Jama’ah : “Contohnya apa Jo?” 

Paijo : “He he he jangan keburu nafsu kang. Dulu kami hanya diberi contoh bahwa tidak semua yang datang ke warung itu orang yang lapar. Bisa jadi mereka sedang disuruh bosnya untuk membeli sesuatu. Atau sedang ingin ngamen atau meminta sesuatu kepada pemilik warung ataupun pengunjungnya. Bahkan ada juga konsumen yang ingin menjalani gaya hidup semata.” 

Jama’ah : “Ya Allah betul sekali Jo. Seperti aku ini yang datang ke sini bukan karena lapar perut. Tapi aku benar-benar lapar nasehat karena selama ini aku  hidup dalam tanda-tanda  yang aku sendiri tak paham. Sekarang aku baru mengerti bahwa iman itu adalah pondasi. Dan setiap orang beriman akan dikaruniai kemampuan membaca tanda. Tapi tidak semua menyadarinya karena potensi nalar imannya tidak dimaksimalkan dalam kehidupannya. Bahkan aku baru sadar bahwa sebenarnya kita bisa  tahu nasib kita sendiri seperti apa. Yaitu dengan melihat cara kita merespon setiap cobaan dan nikmat  hidup yang diamanahkan Allah kepada kita. Terimakasih Jo telah memberikan pencerahan pagi ini. Oh iya Jo pecel Yuk Tin dan teh pahitnya benar-benar mantaps. Alhamdulillah. #SeriPajo

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *