Pembahasan tentang studi politik Islam di zaman modern cenderung diarahkan untuk mengenal konsep pemerintahan negara-negara yang mayoritas penduduknya Muslim. Selanjutnya perjalanan sejarah menunjukkan adanya perkembangan dalam hal pranata hukum dan politik di dunia Muslim, baik yang mayoritas penduduknya Muslim maupun yang minoritas. Fokus pembahasan di sini terkait masalah nasionalisme, trias politika, aliran atau ideologi umat Islam, konstitusi, sejarah politik, dan lainnya.

Pengetahuan  ilmu  politik  membuka  pintu  bagi  pendalaman  ilmu-ilmu  yang  lain, seperti ilmu sosiologi, sejarah, ekonomi, antropologi, dan sebagainya. Miriam Budiarjo dalam bukunya berkata, “Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus, dan ruang lingkup yang jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya karena baru lahir pada abad  ke-19.  Pada  tahap  itu  ilmu  politik  berkembang  secara  pesat  berdampingan  dengan cabang-cabang ilmu sosisal lainnya, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi dan dalam perkembangan ini mereka saling mempengaruhi” (Miriam Budiardjo 2008: 5).

Hubungan  antara  politik  dan  Islam  tidak  boleh  terpisah  dalam  mengkaji  sejarah sosiologi,  ekonomi  dan  sebagainya.  Masykur  Hakim  di  dalam  bukunya  yang  berjudul Pemikiran   Politik   Islam   Modern   mengatakan   bahwa   Islam   merupakan   wahyu   yang disampaikan Tuhan kepada Rasul-Nya yang berbeda-beda dan diperuntukkan bagi umat yang berbeda pula, dan wahyu ini sebagai pedoman hidup yang sempurna dan mengandung teori teori yang tepat, norma-norma perilaku yang praktis yang mencukup semua aspek kehidupan baik kehidupan individual maupun kehidupan kolektif (Masykur Hakim 2002: 2).

Dengan penjelasan di atas, ilmu yang berkaitan dengan sejarah merupakan ilmu yang penting untuk mengetahui perjalanan politik dalam sebuah negara, terutama sejarah politi Islam. Perkembangan sejarah Islam modern membentuk cabang ilmu yang formal dan penting lagi setiap pusat kajian tinggi Islam saat ini.

Terdapat beberapa istilah penting yang perlu dijelaskan definisinya dan pengertiannya. Pertama, nasionalisme dari sudut etimologi adalah kebangsaan, cinta akan tanah air, kata dasar  dari  nasional,  yaitu  mencakup  bangsa  dan  sentral  pada  pemerintah  pusat,  dan nasionalisme    bercorak    jiwa    kebangsaan    (Tim    Prima    Pena    2006:    332).    Kedua, konstitusionalisme kata dasar dari konstitusi, yaitu undang-undang dasar, dan konstitusional memberi makna berdasarkan undang-undang, adapun konstitusionalisme adalah paham suatu negara atau pemerintah yang berdasarkan undang-undang dasar.

Ketiga, trias politika adalah pembagian kekuasaan secara horizontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya yang berhubungan dengan doktrin trias politika dengan 3 pembagian: a. kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (rule making function), b. kekuasaan legislatif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application fuction), c. kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang-undang (rule adjudication). Trias politika adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan (functions) ini sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian, diharapkan  hak-hak  asasi  warga  negara  lebih  terjamin  (Miriam  Budiardjo  2008:  282).

Keempat, ideologi atau aliran politik Islam menurut Ahmad Vaezi di dalam bukunya Agama Politik  Nalar  Politik  Islam  menjelaskan  politik  yang  berlandaskan  aliran  agama  serta hubungan  antara  Islam  dan  politik.  Bagi  pendukung  filsafat  politik,  ideologi  politik merupakan dukungan terhadap suatu bentuk sistem politik tertentu (Ahmed Vaezi 2006: 36).

Suatu bangsa merupakan sebuah kelompok atau kolektivitas sosial yang terdiri atas para individu yang menerima pendidikan yang sama, memiliki bahasa, emosi, ide-ide, agama, moralitas, dan rasa estetika yang sama. Dari sini diperoleh pemahaman bahwa kondisi sosial budaya suatu masyarakat berbeda satu sama yang lainnya, sehingga aspirasi politik pun berbeda. Untuk itu, sangat dapat dimaklumi perjuangan politik yang beragam dari wilayah ke wilayah dan dari waktu ke waktu. Jika dilihat dari sudut pandang ilmu sosiologi, khususnya teori fungsionalisme, semua struktur pemerintahan dan aliran politik akan dapat tumbuh- berkembang biak didukung penuh oleh rakyat dan semua pemangku kepentingan di dalam negara. Jika terjadi gejolak, maka terjadi ulur tarik di dalam penyelesaiannya.

Gagasan kebangsaan beberapa negeri Muslim yang modern seperti Turki diperkua leh sekularisme dan moderitas sebab gagasan tersebut membuka kesempatan bagi bangsa angsa untuk melepaskan diri dari Islam tanpa harus bersikap kompromi terhadap identita barat mereka. Konsep nasionalisme akhirnya memberi peluang gagasan bagi negara-negar ntuk menetapkan kewarganegaraan yang baru dan menciptakan identitas baru yang buka dentitas  kesejarahan  masyarakat  Muslim  pendahulunya.  Dengan  demikian,  nasionalism yang ada di Dunia Muslim merupakan identitas modern dan bukan identitas Barat.

Teras Khusus kali ini akan menayangkan tulisan-tulisan Prof. Dr. Amany Lubis yang diajarkan kepada para mahasiswa tentang tarikh atau sejarah perjalanan politik Islam di masa modern. Tulisan-tulisan beliau akan memperjelas kaitan antara masyarakat dan negara, dinamika di dalam kinerja pranata sosial, agama, budaya, politik, hukum, dan lainnya sebagai informasi awal bagi untuk semua kalangan. Ada beberapa negara yang menjadi sorotan beliau melihat perkembanan politik Islam di era modern ini. Semoga menjadi pelajaran dan bagi berjalannya politik kaum muslimin saat ini utamanya muslin di Indonesia. Selamat membaca

Sumber: Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, Sejarah Islam Politik Modern, Jakarta: Pusat Penelitian dan Penerbitan (Puslitpen) LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *