Tangsel, jaringansantri.com – Ulama Nusantara di Haramain berperan menanamkan semangat kebangsaan. Berdirinya Darul Ulum juga karena proses semangat kebangsaan yang digawangi oleh ulama-ulama Nusantara. Zainul Milal menceritakan “ketika di Madrasah Syaulatiyah, ekspresi kebangsaan santri dari Nusantara diremehkan oleh orang-orang di Syaulatiyah”, katanya dalam kajian Turats di Islam Nusantara Center (INC), Sabtu (26/8).

Ini yang kemudian menjadi salah satu yang memicu berdirinya Darul Ulum. Syaikh Abdul Haq, meskipun berada di Haramain, tapi ternyata masih memiliki hubungan dengan ulama-ulama di Nusantara yang ditunjukkan dengan surat menyurat. “keluarga beliau juga menampung ulama-ulama Nusantara yang belajar di Haramain”, terang Milal.

Milal menuturkan bahwa konteks Islam di Nusantara masa Syaikh Abdul Haq tidak langsung perjuangan fisik, tapi yang dibutuhkan saat itu adalah penguatan hubungan dengan kekuatan Islam saat itu yaiu Turki Usmani”, tandasnya.

Banyak ulama Nusantara di Haramain yang menyambungkan pesan ulama-ulama Aceh dan daerah lain dengan Turki Usmani. Bahkan Mufti Syaikh Ahmad Zaini Dahlan itu perwakilan atau mufti dari Turki Usmani untuk membina Ulama Nusantara di Haramain.

Tidak heran jika ulama-ulama di wilayah yang dulu menjadi kekuasaan Turki Usmani mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia yang digelorakan Hadratussyaikh Hasyim Asyari, karena mereka kolega atau gurunya.

“Sehingga Ulama-Ulama yang pertama memberi dukungan kemerdekaan Indonesia adalah ulama-ulama di Palestina, Mesir dan lainnya yang merupakan hasil dari jaringan kuat di Timur Tengah, temasuk di Madrasah di Syaulatiyah dan Darul Ulum” jelasnya.

Sementara A. Ginanjar Sya’ban, menambahkan pada sekitar tahun 1884, Snouck Horgronje berada di Mekkah dan dalam laporannya menyatakan ulama Nusantara di Mekkah selalu memberikan provokasi semangat perlawanan kepada murid Syekh Nawawi yang berhaji dan berhasil berkunjung di rumah beliau.

Ia mengatakan “sebelumnya, Syaikh Abdul Shomad di Haramain pernah menuliskan surat kepada Sultan Jogja yang dititipkan kepada dua orang peserta haji dari Jogja. Surat tersebut ditemukan oleh pihak pemerintah kolonial Belanda di Semarang.

Surat itu isinya berkaitan dengan kitab Syaikh Abdul Shomad berjudul “Nasihatul Muslimin” tentang anjuran berjihad. Jadi jika melihat dari jaringan global ulama Nusantara, perannya sangat besar sekali.”

Ginanjar melanjutkan peran perjuangan ulama-ulama di Timur Tengah juga dilanjutkan di Mesir. Pada tahun 1925 santri-santri dari Nusantara menerbitkan majalah “seruan Al-Azhar” dalam bahasa Pegon dan pemimpin redaksinya dari Tuban. Menggelorakan kemerdekaan terhadap bumi putra.

Mereka juga menerbitkan buletin “Merdeka” ditulis dalam bahasa melayu. Dua majalah ini berkorespondensi dengan majalah persatuan pelajar Indonesia di Belanda bernama majalah “Bintang Timur” yang digerakkan oleh Jinan Toyib.

Mereka pula yang mendekati para pemimpin Liga Arab sehingga turut memperjuangkan kedaulatan RI di sidang PBB saat itu. Dukungan Liga Arab ini turut mendesak Belanda hengkang dari RI dan mengakui Kedaulatan RI pada 1948. ( Damar S)

One response

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *