• Cerdas, Cermat dan Tangkas menghadapi dinamika kehidupan
    (Telaah Surat an-Nisa’: Ayat 9)

بسم الله الرحمن الرحيم
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا قولا سديدا (٩)

Ayat ini sesungguhnya memberikan gambaran bahwa kehidupan itu bukan untuk generasi saat ini namun kehidupan yang berkelanjutan untuk generasi-generasi selanjutnya.

Ayat ini juga masih ada korelasinya dengan ayat tentang poligami dan monogami ayat 3-4.

Mungkin bisa jadi gara-gara poligami anak-anak tak terurus baik secara fisik atau psikis. Atau juga ayat monogami yang tak terjalin harmoni pada keluarga. Sehingga akibat tak harmoni itu menyebabkan anak-anak tak terurus pendidikan dan karakternya.

Kemudian kekhawatiran itu harus dijaga dan dicarikan upaya preventif yang kemudian Allah swt memberikan peringatan sekaligus solusi untuk mengatasinya.

Pada ayat ini ada beberapa hikmah,intisari dan inspirasi yang dapat kita petik dari khazanah ilmiah ilahiyyah dari ayat sembilan surat annisa ini.

Pertama: وليخش

Hendaklah Takut, wajiblah khawatir, Harus ada tindakan antisipatif, mesti bersikap preventif.

Kata Khasyyah: adalah sikap kehati-hatian yang ada pada setiap orang. Tinggkatan kehati-hatian itu tentu berjenjang sesuai dengan level dan substansi yang dikhawatirkan.

Karena pentingnya sesuatu yang dikhawatirkan itu, Allah swt menggunakan redaksi lam al-amr, lam al-amr yang masuk pada fiil mudharik:

Redaksi ini mengandung dua makna sekaligus,

  1. Intruksi agar ada sikap yang sigap dan ada sikap kekhawatiran.
  2. Sikap sigap dan kekhawatiran itu tidak boleh hanya sesaat harus terus menurus setiap moment sebab perubahan prilaku dan sikap anak sering berubah seiring perkembangan zaman, inilah makna fiil mudhore’nya liistifaadatil istimrar. (لاستفادة الاستمرار)

Kedua: Perintah untuk terus waspada ini adalah perintah untuk personal. Baik personal ayah, personal ibu atau personal keluarga yang bertanggung jawab atas keselamatan keluarganya. Artinya menjaga keluarga adalah tugas setiap masing-masing individual keluarga-tugas saling menjaga dan memelihara.

Ketiga: Allah menggunakan redaksi Khasyah, tidak menggunakan redaksi yang semakna karena manusia memiliki sifat sangat menyesali diri jika tidak mampu melakukan sesuatu yang diinginkan, begitu juga khasyah adalah sikap kekhawatiran dan kecemasan yang tinggi nantinya jika generasi yang ditinggalkan berupa generasi yang lemah dan malas. Khasyah adalah bagian dari sikap takut yang berefek penyesalan.

Keempat: Lau (لو), adalah ungkapan untuk menggambarkan perbuatan yang bisa mungkin terjadi atau bisa terjadi. Ibarat lauu menjelaskan suatu kondisi seseorang untuk bisa melakukan sesuatu beda hal kalau menggunakan kata lau laa (لولا). Bermakna liimtinaail wujud (لامتناع الوجود) Nah laau dalam ayat ini menjelaskan tentang posisi kondisi generasi yang akan datang yang sekiranya, seandainya itu terjadi bagaimana diatasi dan dijadikan solusi agar manusia sigap dan antisipatif.

Kelima: تركوا
Tarikah: Meninggalkan. Meninggalkan itu dalam makna meninggalkan materi/harta benda sehingga harta warisan itu disebut تركة : harta warisan yang ditinggalkan mati oleh muwarris-yang meninggalkan harta warisan.
Tarikah: juga bisa bermakna warisan anak dan cucu keturunan.

Makanya kekhawatiran akan meninggalkan harta dan anak anak ke depan atau sepeninggalnya nanti, mesti dipersiapkan hal-hal yang dianjurkan oleh Allah swt yang dijelaskan dalam ayat ini.

Keenam: Zurriyatan Dhiaafan: Anak keturunan yang lemah. Lemah dalam aspek ilmu pengetahuan,maupun lemah secara ekonomi, sosial,budaya dan teknologi.

Zurriyatan bisa saja bermakna anak kandung, bisa juga bermakna cucu, cicit dan keturunannya baik jalur laki maupun jalur perempuan.

Zurriyatan yang akan dicapai adalah:

  1. zurriyatan thoyyibatan (ذرية طيبة) anak cucu yang baik fisik maupun baik materinya.
  2. Zurriyatan bararatan (ذرية بررة) anak keturunan yang baik moral dan intelektualnya.
  3. Zurriyatan solihatan (ذرية صالحة) anak keturunan yang selalu adaptif dengan situasi dan kondisi sosial masyarakat yang mengitarinya.

Upaya ke arah itu, Allah swt menjelaskan tiga tips dalam upaya mewujudkan generasi unggul:

Pertama: خافوا عليهم

Sikap kesigapan dan kehati-hatian merupakan salah satu cara Allah memberikan edukasi dan kesempatan bagi setiap insan untuk mencari cara dan strategi dalam memperjuangkan dan mempertahankan eksistensi generasi yang kuat dan sehat.

Strategi ini penting guna untuk memetakan potensi dan kemampuan bertindak dalam mengatasi masalah anak sebagai generasi pelanjut (من خلفهم)

Kedua: فليتقوا الله

Strategi kedua untuk mempersiapkan generasi masa depan yang unggul dengan memperkuat aspek kecerdasan spiritualitas dan transendental mereka. Ketaqwaan kepada Allah swt sebagai zat penentu kehidupan masa depan menjadi pijakan utama dan materi utama yang harus ditanamkan kepada anak cucu yang menjadi generasi mendatang. Dengan kekuatan intelektual dan spiritualitas inilah pondasi dasar bagi anak anak agar terpatri karakter yang cemerlang.

Ketiga: وليقولوا قولا سديدا

Steps ketiga adalah mempersiapkan dan memperkuat aspek internal dan eksternal anak.
Faktor internalnya dengan peneguhan ketaqwaan. Sementara faktor eksternal adalah kemampuan berkominikasi, berinteraksi, bertuturkata, berdiplomasi dan kemampuan membangun jaringan kemitraan dan jaring silaturrahim yang produktif.

Dengan tiga steps itulah dapat dipastikan anak dan cucu keturunan akan menjadi generasi yang memiliki komitmen keagamaan yang kuat, memiliki kapasitas sebagai generasi yang cerdas secara spritual, sosial, intelektual, dan emosional.

Semoga kita mampu mempersiapkan generasi masa depan yang siap dan tangguh dalam menghadapi segala dinamika kehidupan peradaban kemanusiaan. Amin

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *