Pendidikan nasional hilang visi, untuk apa terus di ikuti — ?
Muhammadiyah menjawab setiap problem keumatan dan kebangsaan dengan karya dan kerja keras.
*^^^*
Seyogyanya sudah tidak lagi ada visi rektor, visi direktur, visi kepala sekolah, visi ketua, visi pengurus atau majelis dan lainnya—semua bergerak dalam satu shaf yang rapat dan se-pemikiran: VISI MUHAMMADIYAH
Tak ada kata-kata kritik untuk kemandirian Perkoempoelan yang digagas Kyai Dahlan lebih 100 tahun ini—semua yang dia gagas dan dilakukan seakan menjadi obor ditengah gelap—Kyai Dahlan seperti hendak menjawab tesis Syaikh Abduh tentang Islam tertutup oleh umatnya—al Islamu mahjubun bil muslimiin. Untuk apa mengekor bukankah sejak awal, Muhammadiyah adalah pelopor dan pembaharu.
Kita juga butuh figur yang berani mendobrak rutinitas monoton untuk menghasilkan lompatan kemajuan dalam pendidikan itu. Dan Kyai Dahlan telah melakukan dengan penuh keberanian. Membuka hijab jumud yang menutupi Islam dengan berbagai resiko.
*^^^*
Pendidikan di negara kita stagnan selama hampir dua atau tiga tahun terakhir dan menuju ke banyak mudharat. Mungkin karena yang mengurus pendidikan tak punya konsep dan tak paham ‘apa’ itu pendidikan. Kita tidak punya failasuf pendidikan sekelas Prof Daoed Joesoef atau Prof Fuad Hasan … maaf pendidikan sekarang berbasis proyek dan suka berubah tapi tidak substantif, kehilangan ruh, banyak mata pelajaran, sarat content tapi tidak berguna … kita butuh perubahan radikal untuk mengurai benang kusut.
Ironisnya MUHAMMADIYAH yang diawal berdiri jadi pelopor perubahan pendidikan … malah mengekor ke pemerintah dan lebih buruk karena sumber pembiayaan terbatas … padahal sudah punya model pendidikan modern klasik yang sudah teruji : mu’alimin.
Mu’alimin adalah bukti konkret bahwa Muhammadiyah telah mampu mandiri membangun sistem, visi dan model pendidikan yang tidak bergantung pada kebijakan penguasa dan kemampuan melakukan adaptasi yang tinggi dengan tidak meninggalkan regulasi — ini pikiran utamanya. Mestinya mu’alimin itu yang jadi model dan rujukan semua sekolah Muhammadiyah, bukan model pendidikan pemerintah yang ‘modern’ tapi berisik atau mencari model baru yang belum teruji.
*^^^*
Saya optimis—ke depan Muhammadiyah punya kemampuan dan potensi melakukan rekonstruksi dan menawarkan model pendidikan alternatif—-sebagaimana gagasan Kyai Dahlan pada awal berdiri dengan memadukan ilmu umum (ilmu sekuler) dan ilmu agama dalam satu atap—meski dicerca diawal, kemudian dijadikan model pendidikan nasional.
Muhammadiyah punya kemandirian itu—tinggal bagaimana mengelola menjadi sebuah kekuatan perubahan dan gerakan nasional pendidikan dalam satu shaf yang rapat, se-pemikiran, se-visi, se-manhaj dan se-tujuan. Tidak ada lagi: visi rektor, visi kepala sekolah, visi direktur, visi ketua, visi pengurus dan lainnya—tapi semua begerak sepemikiran satu visi: VISI MUHAMMADIYAH.
Peran kemandirian ini harus diambil kembali—Bukan mengekor apalagi menghamba kepada pemerintah tapi sebagai mitra yang duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Muhammadiyah punya modal sosial, modal politik berbasis ke-umatan. Menjadi teladan (khairu umah). Dan terpenting punya tradisi sebagai pembaharu.
*^^^*
Bukankah pikiran-pikiran briliant kerap lahir dari rahim Perkoempoelan ini—sebut saja gagasan kampus terpadu Prof Malik Fadjar menginspirasi banyak kampus di seluruh negeri —dilanjutkan rumah sakit kampus dan hotel kampus—taman wisata kampus —SPBU agar kampus mandiri dari sisi finansial adalah gagasan lain yang inspiratif—menunjukkan bahwa Muhammadiyah mampu menyuguhkan banyak model pendidikan yang teruji dan telah terbukti, model pendidikan yang ditawarkan Muhammadiyah masih sangat kokoh dan relevan dengan kebutuhan jaman, sebab punya banyak kader potensial dengan pikiran briliant. Happy MILAD Muhammadiyah 8 dzulhijjah
No responses yet