Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail berasal dari keluarga sederhana, putera seorang ulama yang bekerja sebagai petani bernama Ismail dan ibunya bernama Mariyah. Beliau dilahirkan pada tahun 1914 di desa Mandingin sekitar dua kilometer dari kota Barabai, Kalimantan Selatan. Beliau putera satu-satunya dan tertua dari empat bersaudara. Konon sewaktu ibundanya hamil, suatu malam bermimpi kedatangan bulan, mungkin suatu isyarat bahwa bayi yang dikandungnya bakal menjadi seorang penerang yang memberi cahaya ditengah-tengah masyarakat bahkan bangsa dan negaranya.

Ketika beliau berumur tujuh tahun, beliau dimasukkan oleh ayahnya pada sekolah “Volkschool”, kemudian pada sore atau malam harinya beliau belajar bahasa Arab dan pengetahuan agama, terutama dengan orang tua beliau sendiri dan juga dengan ulama-ulama di sekitar. Memang orangtuanya bercita-cita agar beliau dapat meneruskan pelajarannya ke Mesir dan untuk itu perlu diberi bekal pengetahuan agama dan khususnya bahasa Arab. Barangkali orangtua beliau sudah membaca sifat, bakat dan kemauan serta motivasi beliau dalam menuntut ilmu pengetahuan, memang kenyataan beliaupun memang seorang yang pandai dan rajin.

Semenjak muda, beliau termasuk anak yang rajin dan giat belajar ilmu-ilmu agama. Otak cerdas, pikiran tajam dan sikap beliau tangkas. Gambaran fisik beliau adalah berkulit putih, bersih, tampan dan berwibawa, berpadu dengan sifat jujur ikhlas, halus budi bahasa, peramah dan suka bergaul dengan siapa saja, tenggang rasa (tepo seliro) terhadap teman sepergaulan dan seperjuangan serta berpakaian selalu rapi.

Setamat Volkschoolbeliau tidak melanjutkan sekolah lagi. Beliau hanya memperdalam ilmu agama, terutama dengan orang tuanya sendiri, dan para alim ulama lainnya.Pada tahun 1927 beliau dikirim oleh orang tua beliau ke Mesir. Beliau berangkat ke Mesir bersama-sama dengan H. Abdul Hamid Karim, H. Dr. T. Abdul Jalil dan H. Mastur Jahri, MA yang semuanya berasal dari Kalimantan Selatan. Di Mesir beliau dan rombongan disambut oleh teman-teman yang terdahulu, seperti H. Juhri Sulaiman, H. Mansur Ismail, H. Muh. As’ad dan H. Muhammad Rafi’i (dua bersaudara). Di Mesir beliau memasuki Al-Azhar Kairo, sejak dari pendidikan Dasar, Menengah, Atas dan Sarjana.Beliau bisa dikatakan sebagai sedikit orang yang mengikuti sejak dari pendidikan Dasar sampai Sarjana, dengan memperoleh gelar kejuruan (Takhasus/MA).Ijazah yang beliau dapat selama belajar di Al-Azhar tersebut adalah: Ijazah Tsanawiyah pada tanggal 25 Juni 1934M/13 Rabi’ul Awal 1353 H, Ijazah Aliyah, pada Januari 1943M/Muharram 1362H, pada Fakultas Usuludin, Ijazah ‘Alimiyah (MA) Al-Azhar Kairo, pada tanggal 26 Juli 1944M./ 6 Sya’ban 1363 H.

Setibanya beliau di tanah air dari Mesir pada tanggal 1 Juni 1947, maka banyak organisasi atau perguruan yang meminta beliau aktif dan berpartisipasi bersama mereka.Kesemuanya, disambut baik oleh beliau, namun kebanyakan beliau memenuhinya berupa kunjungan yang diisi dengan tabligh. Bisa dimengerti kemudian, jika dalam kurun waktu yang relatif singkat semua masjid di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, telah dikunjungi beliau untuk memotivasi atau menggembleng umat agar bersemangat dan memperluas cakrawala berpikirnya yang berorientasi jauh kedepan.

Kiprah Beliau di Bidang Pendidikan

Setiba di tanah air, tak berapa beliau sudah membuka pengajian (Majlis Ta’lim) di rumah orangtuanya di desa Mandingin dan ternyata pengajian ini maju pesat karena mendapat respons positif dan antusiasme dari masyarakat sehingga sampai tidak dapat menampung jamaah yang kian melimpah ruah. Atas bantuan seorang muslim keturunan Tionghoa bernama H. Abdul Hamid (Tjea Hai Po) didirikanlah sebuah gedung sekolah 5 lokal, semi permanen lengkap dengan kursi dan meja serta peralatan sekolah lainnya. Bangunan gedung sekolah itu selesai awal tahun 1948 yang berfungsi ganda, yaitu tempat pengajian bagi masyarakat terutama untuk orang dewasa dan sebagai tempat belajar bagi para remaja. Sekolah itu bernama Sekolah Menengah Islam Pertama (SMIP) Mandingin. Sayang, sekolah dan pengajian itu tidak dapat bertahan lama karena meningkatnya revolusi fisik, sehingga harus ditutup.

Pada akhir tahun 1948 beliau terpilih sebagai anggota Dewan Banjar dan bermukim di Banjarmasin sampai dibubarkannya pada tahun 1950, beliau aktif membantu mengajar pada SMIP Sei. Jingah yang dikelola oleh Tuan Guru H.M.Hanafie Gobit.Setelah Dewan Banjar bubar, beliau kembali ke Barabai dan diserahi memimpin Madrasah Muallimin, resminya mulai tanggal 3 Maret 1950, beliau memimpin sampai dengan diangkatnya beliau sebagai Kepala Penerangan Agama Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1957.

Cita-cita untuk mendirikan Lembaga Perguruan Tinggi telah lama terpendam dalam lubuk hati beliau. Ide tersebut beliau konsultasikan dengan teman-teman, terutama dengan kalangan ulama dan tokoh-tokoh pendidik. Ternyata terdapat ada kesamaan cita-cita untuk mendirikan perguruan tinggi Islam sebagai lembaga pendidikan yang bertarap universites. Kesamaan cita-cita itu akhirnya melahirkan pertemuan dan musyawarah para tokoh pendidikan dan ulama pada tanggal 28 Februari 1948 di kota Barabai. Tampaknya pertemuan tersebut, merupakan usaha umat Islam pertama di Kalimantan Selatan untuk merintis dan merealisir gagasan-gagasan mendirikan perguruan tinggi Islam di kawasan Kalimantan Selatan. Tercatat tokoh-tokoh yang hadirdi dalam musyawarah itu sebagai berikut yakni Tuan Guru H.M. Hanafie Gobit, H.M. Nur Marwan (Banjarmasin), Tuan Guru H. Abd. Sidik, H. Usman, H.M. Arsyad (Kandangan), H. Mukhtar, H.M. As’ad, H. Mansyur Isma’il, H. Abd. Hamid Karim, H. Abdurrahman Ismail, MA (Barabai), Tuan Guru H. Juhri Sulaiman, H. A. Hasan dan H. Ideham Khalid (Amuntai)

Kemudian pada tahun 1957 gagasan itu mulai terealisir yaitu dengan berdirinya Yayasan Hidayah. A.A. Hamid Z mengatakan bahwa yayasan itu didirikan oleh Tuan Guru H.M. Adurrahman Ismail, M.A, H.M. Hanafie Gobit dan H. Mastur Jahri, MA. Semula yayasan itu didirikan untuk mendirikan perguruan tinggi Islam, namun karena situasi dan kondisinya belum memungkinkan, maka usaha awal yayasan ini mendirikan Sekolah Menengah Islam Atas (SMIA) Hidayah pada tahun 1957 yang berlokasi di Sungai Mesa Darat.Fisik atau gedung Sekolah Menengah Islam Atas tersebut adalah sumbangan seorang dermawan yang bernama Syahran Husin yang menyediakan tanah dan bangunannya berupa gedung semi permanen sebanyak 7 lokal, lengkap dengan meja dan kursi belajar siswa-siswanya.Sekolah tersebut di atas dalam perkembangan selanjutnya diresmikan menjadi Sekolah Persiapan IAIN Al-Jami’ah Banjarmasin pada tahun 1963 dan terakhir pada tahun 1983 diresmikan lagi menjadi Madrasah Aliyah Negeri Banjarmasin.

Cita-cita berdirinya suatu Perguruan Tinggi Islam di Kalimantan Selatan itu baru terwujud dengan berdiri Universitas Lambung Mangkurat pada tahun 1958 yang salah satu Fakultasnya adalah Fakultas Agama Islam.

Tuan Guru H. Abdurrahaman Ismail, MA banyak berperan dalam melahirkan keberadaan Universitas Lambung Mangkurat, hingga wajar jika beliau ditunjuk menjadi Pimpinan Fakultas Agama Islam Universitas Lambung Mangkurat tersebut.

Universitas Lambung Mangkurat diresmikan berdiri pada tanggal 21 September 1958 terdiri dari fakultas Ekonomi, Sosial Politik, Hukum dan Fakultas Agama Islam. Kemudian khusus untuk Fakultas Agama Islam pada tanggal 1 Februari 1960 diubah namanya menjadi Fakultas Islamologi, namun tetap di bawah lingkungan Universitas Lambung Mangkurat dengan pimpinan tetap beliau. Baru pada tanggal 15 Januari 1961 Fakultas Islamologi diresmikan menjadi Fakultas Syariah IAIN Al-Jamiah cabang Yogyakarta di Banjarmasin (SK.MAGRI No. 28 Th. 1960 tangal 24 Nopember 1960).Dalam surat keputusan tersebut disebutkan pula sambil menunggu putusan resmi dari Presiden RI, beliau kembali ditunjuk menjabat Dekan Fakultas Syari’ah yang diresmikan tersebut. Kemudiab ketika turun keputusan Menteri Agama No. 61 tahun 1964 tanggal 1 September 1964 ditetapkan bahwa “Universitas Islam Antasari” dinegerikan menjadi “Institut Agama Islam Negeri Antasari”. Dengan demikian Fakultas Syariah

Banjarmasin (ex Cabang Yogyakarta) digabungkan. Menurut versi H.M. Yusran Asmuni, Status Fakultas Syari’ah cabang Yogyakarta tersebut berlangsung sampai dengan tanggal 20 Nopember 1964 yaitu dengan berdirinya atau diresmikannya IAIN Antasari Banjarmasin (SK. MAGRI. No. 89 Th. 1964 tanggal 27 Oktober 1964) dan dalam Surat Keputusan sebelumnya (SK. No. 88 tanggal 27 Oktober 1964) ditetapkan pula pimpinan Fakultas-fakultas di bawah lingkungan IAIN Antasari, sebagai berikut :

  1. Tuan Guru H. Abdurrahman Ismail, MA : Dekan Fakultas Syariah Banjarmasin.
  2. Tuan Guru H. Usman : Dekan Fakultas Syariah Kandangan.
  3. Tuan Guru H. M. As’ad : Dekan Fakultas Tarbiyah Barabai.
  4. Tuan Guru H. Abdul Wahab Sya’rani : Dekan Fakultas Ushuluddin Amuntai.

Kegiatan beliau di Bidang Kemasyarakatan

Aktivitas beliau yang lain di bidang pendidikan ialah pada tahun 1970 beliau mendirikan Yayasan Pendidikan Islam Pangeran Antasari.

Yayasan ini pada tahun 1971 telah dapat mendirikan Sekolah Menengah Islam Pertama yang berlokasi di jalan Pangeran Antasari dan Sekolah ini lebih dikenal dengan SMIP-3. Gedung SMIP-3 sebanyak 12 lokal, semi permanen dan berlantai dua, dibangun di atas tanah milik beliau. Bangunannya adalah sumbanganseorang dermawan/pengusaha bernama H. Mukri, berasal dari Barabai dan telah menetap di Banjarmasin. Resminya Sekolah ini dibuka pada tanggal 4 Januari 1972 atau 28 hari sebelum beliau meninggal dunia.

Jabatan H. Abdurrahman Ismail, MA dalam bidang pendidikan di lingkungan IAIN Antasari adalah Dekan Fakultas Syariah sejak diresmikan pada tahun 1961 sampai akhir hayatnya tahun 1972. Di samping itu mulai tahun 1965 diangkat pula oleh Menteri Agama sebagai Wakil Rektor IAIN Antasari (Bidang Akademik dan Kemahasiswaan) dengan SK. MAGRI No. B.IV-16/1490 tanggal10 Oktober 1965.Pada tahun 1956, beliau mengirim murid-murid beliau lulusan Madrasah Mu’allimin Barabai, di antaranya, M. Haziq Abduh (Mantan Pembantu Rektor II IAIN Antasari, dikirim ke Muara Teweh Kalimantan Tengah) dan M. Asy’ari Husin (pensiunan pegawai negeri sipil) dikirim ke Tumbang Sambak (Kalimantan Tengah), masing-masing untuk lebih dari satu tahun untuk mengajar agama dan dakwah/tabligh agama.Pada tahun 1968 beliau mendirikan sebuah Langgar di samping kediaman beliau. Menurut salah seorang keluarganya, H. Basirun, Langgar itu dibuat, di samping untuk shalat berjama’ah, juga merupakan wadah/tempat mahasiswa yang belum puas di bangku perkuliahan pada Fakultasnya atau masyarakat umum yang ingin menimba ilmu pengetahuan agama pada beliau. Langgar ini diberi nama Darul Hijrah, karena penduduk di sekitar langgar ini pada umumnya adalah pendatang dari berbagai daerah. Kegiatan lain yang bersifat gerakan dakwah Islamiyah secara nasional adalah berdirinya Dewan Dakwah Islamiyah di Kalimantan Selatan. Beliau diminta oleh Moh. Natsir ––ketua DPP Dewan Dakwah Islamiyah di Jakarta–– untuk membentuk pengurus Wilayah Kalimantan Selatan.

Dalam kepengurusan Dewan Dakwah Kalimantan Selatan, beliau MA ditunjuk sebagai penasihat. Pada tahun 1948, pemerintah kolonial Belanda melaksanakan pemilihan anggota Dewan Banjar dan beliau terpilih menjadi wakil dari daerah pemilihan distrik Barabai dari kelompok Republiken seperti sudah diuraikan di atas. Hal ini sebenarnya hanya untuk menghindari kecurigaan pemerintah kolonial Belanda belaka, namun beliau tetap aktif dalam gerakan gerillya, bahkan beliau diangkat menjadi Kepala Penerangan ALRI Divisi IV Kalimantan Selatan.Organisasi yang pertama dimasuki beliau adalah Serikat Muslimin Indonesia yang disingkat SERMI. Salah satu program dari SERMI adalah berusaha memperjuangkan masuknya Kalimantan ke dalam Republik Indonesia. Pada tahun 1950 SERMI mengadakan muktamar di kota Barabai. Muktamar itu dihadiri oleh Pimpinan Pusat antara lain Moh. Natsir, Sukiman dan dari gerakan pemudanya antara lain Benyamin. Pada saat itulah muktamar memutuskan bahwa organisasi SERMI dibubarkan dan dilebur menjadi MASYUMI Wilayah Kalimantan Selatan dan Dayak Besar.Sebagai ketua Masyumi yang baru dibentuk itu ditetapkan oleh muktamar ialah H. Hasan Basri ––Ketua MUI–– dan Abu Bakar Razy sebagai Sekretaris, sedangkan H. Abdurrahman Ismail, MA terpilih sebagai penasehat.Pada tahun 1955 pemerintah Indonesia melaksanakan pemilihan umum anggota konsituente dan hasilnya H. Abdurrahman Ismail, MA terpilih menjadi Anggota Konstituante calon dari partai Masyumi untuk daerah pemilihan Kalimantan Selatan.

Kegiatan beliau di Bidang Lain

Beliau ikut aktif mendirikan Rumah Yatim Piatu Sentosa di jalan Belitung, Banjarmasin, mendirikan Baitul Maal hasilnya antara lain berdirinya Pesantren di samping mesjid Jami’ Banjarmasin, mendirikan Yayasan Al Hidayah yang pada tahun 1957 telah menghasilkan SMIA Hidayah–yang sekarang telah menjadi Aliyah Negeri Banjarmasin–dan mendirikan Yayasan Pendidikan Islam yang telah menghasilkan SMIP 3 di jalan Pangeran Antasari Banjarmasin dan beberapa tahun menjelang akhir hayatnya, beliau mendirikan Langgar Al-Hijrah di samping kediaman beliau, Pada tahun 1956 sewaktu beliau masih menjabat sebagai Kepala Madrasah Mu’allimin Barabai, Menteri Agama meminta beliau agar bersedia menjadi Kepala Penerangan Agama Provinsi Kalimantan yang berkedudukan di Banjarmasin.Maka dengan SK. Menteri Agama No. B./V/k/1573 tanggal 5 Juni 1956 beliau diangkat menjadi Kepala Penerangan Agama provinsi Kalimantan berkedudukan di Banjarmasin dan setelah Kalimantan menjadi empat provinsi, maka beliau tetap menjadi Kepala Penerangan Agama untuk provinsi Kalimantan Selatan.

Selanjutnya, pada tahun 1966, di samping beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Syariah, menjabat pula sebagai Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (SK. MAGRI No.B.IV.IG/4690 tanggal 1-10-1965). Jabatan ini dijabat beliau sampai akhir hayatnya pula. Namun menjelang berakhirnya jabatan Rektor IAIN Antasari Banjarmasin (Zafry Zamzam), beliau oleh sidang lengkap Senat IAIN Anatasari, dicalonkan dan diusulkan sebagai calon tunggal yang akan menduduki jabatan Rektor IAIN Antasari setelah berakhirnya jabatan tersebut (paska periode Zafry Zamzam), tapi belum lagi SK Pengangkatan diterima, beliau lebih dahulu berpulang ke rahmatullah (7 Februari 1972 di Banjarmasin).Mungkin karena kesibukan beliau yang selalu mencurahkan perhatiannya untuk kependidikan, sosial kemasyarakatan dan politik yang selalu beliau padukan dengan dakwah dan kesibukan kesehariannya dalam tugas rutin, menyebabkan beliau tidak sempat menulis buku ilmiah untuk dicetak.

Sebahagian besar karya tulis beliau hanya untuk konsumsi mahasiswa, umumnya dalam rangka perkuliahan, berupa diktat terutama dalam ilmu Tafsir.Karya tulis beliau dalam majalah ilmiyah, ditemukan dalam majalah Ilmu Pengetahuan Al Jami’ah Yogyakarta No. 2 Tahun Pertama 1962 dengan judul Bid’ah dan Sunnah. Menurut informasi Bapak H. Abdul Hamid Karim, spesialisasi keilmuan adalah Ilmu Dakwah, namun Ilmu Alat seperti Ilmu Nahwu, Sharaf atau Balaghah benar-benar beliau kuasai pula. MenurutDrs. H. Busyra Badri bahwa pada tahun 1959, PTAIN (sekarang IAIN) Yogya telah mencantumkan nama beliau dalam jadwal perkuliahan dalam Ilmu Dakwah di tingkat Doktoral.Sedangkan, mengenai keahlian beliau dalam berbahasa telah dituturkan oleh M. Zein Hasan ––mantan Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Timur Tengah–– agaknya memberikan pengakuan secara khusus. Bahwa ia banyak sekali mendapat bantuan dari beliau selaku sekretaris Panitia Kemerdekaan tersebut, karena ketinggian mutu karangannya dan kepasihan lidahnya berbahasa Arab, bahasa Al Qur’an. Di samping itu, beliau juga giat menerjemahkan berita-berita di dalam negeri kedalam bahasa Arab. Juga, beliau salah satu mahasiswa Indonesia dari Mesir yang menyatakan “Sumpah Pemuda” tanggal 28 Oktober 1928. Kemudian nama beliau diabadikan menjadi nama masjid UIN Antasari, Banjarmasin sebagai Masjid H. Abdurrahman Ismail. Allah Yarham.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *