Uns Khatun; istri dari Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dilahirkan pada tahun 780 H. Ayahnya merupakan seorang ahli fikih bernama Al-Qadhi Nadzir Al-Jaisy Karim Ad-Din. Lahir di keluarga seorang ulama membuat Uns Khatun kecil tumbuh sebagai sosok ahli ibadah yang faham betul akan agamanya. Dia memiliki ketertarikan yang sangat besar kepada ilmu hadits.

Ketertarikan inilah yang menjadi inspirasi Ibnu Al-Qathan untuk menikahkan Uns Khatun dengan Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Dalam kitab Nisa Min At-Tarikh: pernikahan keduanya berlangsung pada bulan Sya’ban tahun 798 H. Saat itu, Ibnu Hajar berumur 25 tahun dan Uns Khatun berumur 18 tahun.

Saat itu, Uns Khatun sudah mendapatkan kursi sebagai ahli hadis perempuan yang terkenal, namun, keterkenalan Uns Khatun kalah dengan suaminya. Kebiasaan Uns Khatun setiap tahunnya adalah menyelenggarakan haflah khataman Shahih Al-Bukhari pada setiap bulan Sya’ban.

“Dibalik lelaki sukses, ada perempuan tangguh di belakangnya” Ucap seorang yang bijak. Ucapan ini sangat realistis pada kehidupan Ibnu Hajar bersama istrinya. Sosok istri yang senantiasa menjadi support sistem, dan pendidik unggul bagi anak-anaknya membuat Ibnu Hajar lebih tenang dalam berkhidmat dengan agama.

Karena istrinya itu, Ibnu Hajar memiliki waktu yang maksimal dan stamina yang prima dalam mengajar dan berkhidmat kepada hadits nabawi secara khusus, sehingga timbullah dari tangan Ibnu Hajar kitab-kitab berkelas internasional yang menjadi sumber umat islam dalam memahami hadits hingga saat ini.

Diriwayatkan, Ibnu Hajar pernah ditanya tentang istrinya: “Bagaimana pendapatmu tentang istrimu? Bagaimana dia dengan anak-anaknya? Bagaimana juga keadaan dia dengan ilmu, membacakan hadits, dan menghafal?”.

Ibnu Hajar menjawab: ” Dia adalah sebaik-baiknya istri, dan sebaik-baiknya ibu bagi anak-anaknya, dan saya tidak melihat melainkan dia juga guru terbaik bagi murid-muridnya”.

Diwaktu yang lain, muridnya Ibnu Hajar pernah bertanya: “amalan apa yang membuat istri anda mendapatkan kemuliaan yang seperti ini?”.

Ibnu Hajar menjawab: “Semenjak aku menikah dengannya, pada saat selesai resepsi, ia selama 7 hari berturut-turut qiamullail, ia tidak meninggalkan kebiasaannya itu kecuali jika ada uzur. Karena beberapa rakaat malam itu rumah tangga dan anak-anak kami diberkahi”.

Al-Imam As-Sakhawi dalam kitab Adh-Dhau Al-Lami’ mensifati Uns Khatun sebagai pemimpin perempuan pada masa itu, dermawan, senang dengan kebaikan, dan do’anya cepat terkabul.

~Perhatian Ibnu Hajar Dalam Mengajari Istrinya~

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani memiliki karakter intelektual yang sangat nampak pada keluarganya. Ia memiliki peran utama dalam mematik semangat keluarganya dalam belajar, dan mempersiapkan mereka dari segi keilmuan dan pemikiran.

Karena dasar ini, istri beliau; Uns Khatun berhasil sampai kepada keilmuan yang tinggi dalam ilmu hadis. Diantara peran Ibnu Hajar adalah menyambung sanad gurunya; Al-Hafidz Al-‘Iraqi kepada istrinya dengan memperdengarkan Hadits Musalsal bil Al-Awwaliyyah.

Juga menyambung sanad dengan ulama-ulama yang lain seperti Syekh Abu Al-Khair bin Al-Hafidz al-‘Alai dan Syekh Abu Hurairah bin Al-Hafidz Adz-Dzahabi dengan memintakan ijazah riwayat bagi istrinya, atau dengan menghadiri majlis-majlis periwayatan hadis, baik ketika berada di Mesir maupun sedang berpergian.

~Keilmuan Uns Khatun~

Uns bin .Khatun menduduki keilmuan yang tinggi pada masanya, terkhusus dalam ilmu hadits. Posisi ini bukan hanya sekedar ngaku-mengaku, akan tetapi para ulama lah yang mengakui hal tersebut.

Beliau memiliki upaya yang besar dalam mengajar hadits nabawi dengan membuat majlis yang dihadiri oleh santri yang sangat banyak. Bahkan dalam sebuah riwayat dikatakan, lebih dari seribu santri hadir dalam majlis hadits beliau.

Sejarah juga mencatat, bahwa beliau merupakan perempuan Satu-satunya yang memiliki majlis pembacaan hadits di Masjid ‘Amru bin Ash.

Diantara santrinya yang paling menonjol adalah Imam As-Sakhawi yang juga merupakan murid dari suaminya. Imam As-Sakhawi ketika menulis biografi Uns Khatun berkata: “beliau merupakan guru kami,.. Saya telah mendengar darinya 40 hadits yang didapat dari 40 guru yang berbeda, majlis itu juga dihadiri oleh suaminya”.

Kedudukan yang mulia ini merupakan hasil dari perhatian dan didikan suaminya yang luar biasa, sehingga Uns Khatun mengungguli para perempuan pada masanya, yang menjadi sebuah kehormatan tersendiri bagi keluarga Ibnu Hajar.

~Khataman Shahih Bukhari di Bulan Sya’ban~

Diantara kebiasaan Uns Khatun yang sudah dikenal di masyarakat dan juga sudah menjadi kebiasaan mereka; menyelenggarakan acara tahunan ketika khatam Shahih Al-Bukhari, pada bulan Sya’ban.

Acara ini turut mengundang semua lapisan masyarakat, dan dimeriahkan dengan pembagian manisan dan makanan lainnya, sebagai bentuk syukur atas khataman, dan bentuk pemuliaan kepada hadits nabawi.

Imam As-Sakhawi ketika menceritakan perayaan tersebut:

وكانت كثيرةَ الإمداد لشيخنا العلَّامة ابن خضر، وهو الذي كان يقرأ لها “البخاري” في رجب وشعبان مِنْ كلِّ سنةٍ بالمدرسة، وتحتفل يومَ الختم بأنواعٍ مِنَ الحلوى والفاكهة وغير ذلك، ويهرعُ الكبارُ والصغار لحضور هذا اليوم، وهو قُبَيْل رمضان، بين يدي صاحب التَّرجمة- يعنى بحضرة الحافظ ابن حجر-.

Artinya: Uns Khatun memiliki hubungan kepada Al-Allamah Ibnu Khidr, beliaulah yang membacakan Shahih Al-Bukhari pada bulan Rajab dan Sya’ban setiap tahunnya. Pada acara khataman, Uns Khatun akan membagikan berbagai macam manisan dan buah-buahan. Semua orang diundang untuk menghadiri acara tersebut, tepatnya sebelum Ramadhan. Acara tersebut ikut dihadiri oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar.

Mungkin, tujuan Uns Khatun menyelenggarakan acara tersebut di penghujung bulan Sya’ban sebagai penyemangat bagi masyarakat dalam menyambut bulan Ramadhan, dan mengingatkan mereka bahwa bulan Ramadhan bulan khusus untuk menyibukkan diri dengan ibadah dan membaca Al-Quran. Apalagi ada riwayat dari Imam Malik yang mana ketika sudah masuk bulan Ramadhan beliau fokus membaca Al-Quran dan tidak membacakan hadits.

~~

Bulan Jumadil Awwal tahun 852 H, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani jatuh sakit, sakit yang berkelanjutan hingga 7 bulan lamanya. Pada masa sakit ini, Uns Khatun tetap setiap merawat suaminya, hingga suaminya wafat pada tanggal 28 Dzulhijjah tahun 852 H.

Setelah wafatnya sang suami, Uns hidup sendiri dan tidak menikah lagi. Ia menyibukkan dirinya dengan ibadah dan belajar. Kegiatan itu ia lakukan sendiri hingga 15 tahun lamanya, hingga tanggal 15 Rabiulawal tahun 867 H, ia pun wafat, pada saat umur 87 tahun.

~~

Asal status ini dari status guru kami Syekh Yahya Al-Ghautsani, dengan beberapa tambahan yang hamba tulis dari beberapa sumber. Link status asli tertera dibawah.

https://www.facebook.com/525050547/posts/10165026335240548/

Nn: Hamba belum sempat foto di Maqam Ibnu Hajar yang sudah direnovasi. Foto yang tertera adalah foto lama membersamai kyai dan sahabat hamba, ketika masih dalam keadaan tidak terawat.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *