Selain informasi sejarah terkait wabah tha’un yang disampaikan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam karyanya Badzl al-Ma’un fi Fashl al-Tha’un, Ibnu Kasir, sebagai ulama tafsir dan ahli sejarah yang menjadi saksi hidup peristiwa merebaknya wabah di Damaskus dan sekitarnya juga tidak luput dari perhatiannya. Ia merekam peristiwa tersebut dalam karyanya yang cukup terkenal berjudul Al-Bidayah wa al-Nihayah (vol. 7, penerbit Dar al-Taqwa, Syabr al-Khaimah, cet. 1, 1420 H/ 1999 ). Beliau lahir pada tahun –menurut pendapat yang paling kuat tahun 701 H dan meninggal tahun 774 H. Sementara kejadian wabah pada tahun 749 H.

“kemudian masuk tahun 749 (Hijriyah)”

Dan telah pasti berita terjadinya wabah di sekitar negeri. Disebutkan di negeri Qaram telah terjadi kematian dalam jumlah besar, kemudian ia berpindah ke negeri Eropa sampai diberitakan bahwa sebagian besar warga Siprus meninggal. Begitu juga yang terjadi di negeri Gaza (Palestina). Sebuah catatan perwakilan kesultanan di Gaza kepada wakil Damaskus –Kesultanan Mamalik yang bermarkas di Mesir- menyebutkan telah meninggal dari hari Asyura -10 Muharram- sampai bulan Shafar kurang lebih 10.000 manusia, dan dibacakan kitab Sahih al-Bukhari pada hari Jumat setelah shalat, 7 Rabiul Awal yang dihadiri sejumlah Kadi dan masyarakat, dan setelahnya –hari Jumat- dibaca seperempat kitab tersebut oleh para qurra’.

Manusia berdoa agar wabah diangkat setelah mereka mendengar telah masuknya wabah ini di daerah tepian pantai dan sekitarnya, mereka takut apabila ia memasuki negeri Damaskus –semoga Allah swt menjaganya- padahal telah ada yang meninggal warganya karena wabah ini. Pada pagi, 9 Rabiul Awal, manusia berkumpul di mihrab Sahabat membacakan secara kelompok surah Nuh sebanyak 3363 kali berdasarkan rukyah (mimpi) seseorang bahwa Rasulullah saw menyuruhnya agar membaca hal tersebut.

Pada bulan ini juga –Rabiul Awal- banyak kematian karena wabah tha’un, setiap harinya lebih dari serratus –innalillah wainna ilaihi raji’un. Kalau seorang terkena wabah kemudian ia keluar sampai banyak meninggal. Namun, apabila dilihat dari jumlah keseluruhan penduduk, jumlah kematian sedikit.

Pada hari-hari bulan ini juga –Rabiul Awal- banyak yang meninggal, terutama perempuan. Maka mulailah para khatib melakukan qunut di setiap shalat dan berdoa mulai magrib malam Jumat, 6 Rabiul Akhir secara khusuk, tetapi kematian bertambah lebih dari 200 nyawa setiap harinya dan tidak berfungsi sistem yang berlaku pada waktu itu.

Pada hari Senin, 12 (Rajab) setelah azan Zhuhur, di Damaskus terjadi angin kencang yang menerbangkan banyak debu sehingga udara berwarna kuning dan kemudian hitam sampai dunia saat itu gelap. Keadaan manusia saat itu, mereka meminta perlindungan kepada Allah swt, beristigfar dan menangis atas keadaan mereka. Mereka mengharap bahwa keadaan ini merupakan akhir dari wabah, justru ini memperparah keadaan sehingga sampai jumlah yang dishalatkan di masjid Jamik Umawiyah sekitar 150 lebih, dan itu diluar dari jumlah yang tidak dibawa ke masjid dari sekitaran daerah dan dari ahli zimmah.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *