Edisi Makam Mbah Aris Kertalaksana
Desa Pamotan adalah desa yang dekat dengan jalan propinsi jalur selatan. Akses dari wilayah timur seperti Jember, Lumajang jika ingin ke Blitar lebih dekat jika melalui jalur selatan tersebut. Dan pasti akan melewati Dampit dan Desa Pamotan. Di desa inilah Mataram juga mewariskan sikap-sikap dan nilai sosial, khususnya kepada masyarakat Pamotan (kala itu masih mengikuti wilayah kerajaan Lamahjang). Diceritkan bahwa ada dua kejadian yang melatarbelakangi munculnya nama desa tersebut. Salah satu sesepuh desa tersebut mengatakan bahwa “Ada Rombongan dari Mataram dan Patih dari Mangkunegaran beserta rombongan yang singgah di Gunung yang sekarang diberi nama “Pecel Pitèk”. Pangeran dari Mataram singgah pada tahun 1011 dan pujangga sekaligus patih dari Mangkunegaran singgah pada tahun 1024.
Istilah Pamotan lahir ketika Rombongan dari Mataram yang dipimpin oleh Raden Prawiro Astro pergi ke bukit di sebelah selatan kali (sungai). Sesampai di atas bukit tersebut Raden Prawiro Astro yang ditemani oleh Nyai Roro Wening Sari, Nyai Roro Krendo dan Nyai Sloro Ireng dari Tuban (kelak beliau akan pergi ke daerah timur di Gunung Jidor Tirtoyudo), mengajak memakan bekal yang sudah dibawa oleh rombongan. Bekal yang berisi ragam makanan, namun ada makanan yang unik yaitu ayam dengan bubu seperti bumbu pecel. Dari sanalah akhirnya muncul istilah “Pecel Pitèk”.
Di pertengahan mereka menyantap makanan mereka dilingkari oleh ular besar. Jika melilit maka semua rombongan akan terperangkap dalam lilitannya. Karena ada ular yang sangat besar itu, akhirnya Raden Prawiro Asto bersamadi, dan mendapatkan wangsit untuk memberi nama daerah tersebut dengan nama “Pamotan” yang berasal dari kata momot (memuat, karena ular tersebut bisa memuat semua rombongan). Sedangkan bukit yang mereka singgahi diberi nama Gunung Pecel Pitèk.
Sampai akhirnya rombongan mulai mbabat alas, bedah krawang atau membuat daerah pemukiman dan bercocok tanam di sekitar wilayah gunung tersebut. Sampai akhirnya rombongan tersebut menemukan sumber air di arah timur laut. Akhirnya masyarakat yang sudah mulai berkembang itu akhirnya membuat perayaan dan menbuat kirap umbul-umbul, sehingga untuk menghormati sumber mata air tersebut maka diberilah nama “Umbulharjo”.
Pelajaran yang paling bisa ditangkap dari cerita di atas adalah penghormatan terhadap sumber daya alam. Air adalah kebutuhan paling dominan dalam kehidupan. menghormati dengan ragam penghormatan adalah bentuk rasa syukur, bukan sebaliknya, mengeksploitasi sumberdaya alam, yang mana alam Sudah menyediakan kebutuhan umat manusia dan mahluk hidup lainnya. Pada dasrnya, warisan sikap para leluhur adalah peka terhadap sekitar. Untuk menumbuhkan kepekaan maka yang dibutuhkan adalah kesadaran.
Adanya makam, atau situs-situs yang dianggap menjadi simbol dari sebuah daerah tertentu adalah wujud dari sebuah komunikasi yang terjalin dengan era tantara alam dengan penghuninya. Tradisi atau budaya yang diwariskan menjadi moral yang harus dijaga.
Cerita lain tentang desa Pamotan dekade 1830 adalah Makam Mbah Aris Kertaleksana dan Mbah Rara Ayu Daripah. Di mana Mbah Aris Kertaleksana adalah salah seorang pengikut Pangeran Dipanegara. Ia adalah salah satu pemimpin perang Dipanegara di masa Belanda. Karena Pangeran Dipanegara singgah ke Makassar, maka Mbah Aris Kertaleksana pergi ke arah Timur, dan sampailah di daerah yang melimpah ruah kekayaan alamnya, yaitu air. Sumber mata air itu kini di kenal dengan Umbulan. Sedangkan wilayah timur yang juga mata airnya sangat besar dan pernah disinggahi oleh Mbah Aris adalah Tirtayuda.
Namun Mbah Aris Kertaleksana dengan pasukannya menetap di daerah yang kelak dikenal dengan Pamotan, dikarenakan setelah dibabat alas oleh beliau dan pasukannya akhirnya aktifitas sosialpun terjadi begitu saja, bahkan muncul pasar. Sehingga banyak sekali barang-barang yang datang dengan cara dimuat (momot), hal inilah yang kemudian melatar belakangi munculnya desa Pamotan dan Umbulan. Pamotan dari istilah momotan, sedangkan Umbulan menjadi nama sebuah mata air yang – untuk mensyukuri kekayaan alam perlu dilakukan komunikasi yang baik antara alam dan manusia. Bentuk syukurannya akan sangat beragam; membuat tumpeng salah satunya.
Oleh sebab itu, bagaimanapun latar belakang sebuah desa pasti ada papundén yang harus dijaga. Hal ini juga dikenal dengan danyang. Disadari atau tidak, kerjasama itu akan terjalin dengan baik jika kesadaran untuk saling menghormati dan menjaga satu sama lain.
Raden Prawira Astra, Mbah Aris Kertalaksana, dan Mbah Roro Ayu Daripah adalah bentuk komunikasi antara alam dan manusia yang selalu dijaga. Oleh sebab itu melestarikan alam menjadi sebuah garis besar yang perlu untuk selalu digaungkan dan diwariskan, baik secara pengetahuan pun secara tradisi. Islam menjadi dasar keyakinan kepada Tuhan sedangkan jawa menjadi landasan moral etik untuk mensyukuri, menjaga dan menghargai ragam anugerah dari Tuhan yang berupa kekayaan alam. Tidak hanya di Pamotan, daerah kaki gunung Semeru, pun di daerah-daerah lain di Nusantara ini.
No responses yet